Bab. 3

12.7K 1.2K 108
                                    

Vance

Sekali lagi Yue membuatku kesal hanya dengan bertatapan dengannya. Bola mata hitam sipit itu selalu saja seperti meremehkan ku, ditambah dengan bibir busuk yang selalu mengucapkan kata-kata sok bersimpati padaku.

"Pergi sana! Ke rumah Si Jalang, kau ini pengasuh tak berguna! Hanya bikin kesal saja." Ketusku, melemparinya dengan setumpuk kertas-kertas laporan kecurian dana dalam organisasi ku.

Yue tak pergi, malah seenaknya memonopoli peralatan melukis ku, menggunakan ruang kerja ku seenaknya.

"Aku hanya dibayar bekerja di rumahmu." Balasnya dingin, mengingatkan hal yang sudah kuketahui.

Benar-benar bikin makin kesal. "Kalau begitu pergi jalan-jalan, belanja atau apapun! Jangan melukis di sini, kau menganggu ku bekerja." Kuusir saja Keparat Cantik itu.

Yue langsung meninggalkan kursi di depan kanvasku, berjalan mendekati ku dan menujuk dadaku dengan ujung jarinya. "Dengar ya Tuan, jalan-jalan dan belanja itu butuh uang, dan aku tak punya uang. Makanya aku diam di rumah, menggunakan apapun yang ada di sini tanpa harus mengeluarkan sepeser pun secara sia-sia." Tegas nya.

Kudorong dia hingga terbaring di atas meja kerjaku, "Tak tau diri! Kau pikir rumahku ini tempat beramal apa!? Seenaknya memakai peralatan melukis ku! Lagi pula tak punya uang kau bilang..." mencengkeram kerah bajunya dan mendekatkan pandangan kami.

"AKU MEMBELIMU DENGAN YANG YANG CUKUP UNTUK MEMBELI SEBUAH RUMAH, BELUM LAGI BAYARAN TAMBAHAN DAN BAYARAN DARI SI JALANG! BILANG SAJA KAU MEMANG PELIT!" Memakinya sejadi-jadinya, tak habis pikir bagaimana bisa ada manusia sepelit ini.

Dia membalas dengan mendorongku hingga aku terduduk di kursi empukku, membenarkan kerahnya dengan ekspresi wajah datar.

"Ya, aku memang pelit dan matre." Mengucapkan sebuah pengakuan dengan santai dan kembali menjajah peralatan melukis ku.

Kemudian... Entah bagaimana mana bisa, kami berakhir saling diam, sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Ralat, hanya dia yang sibuk. Menikmati kegiatannya seolah-olah puas berhasil membuatku kehilangan kata-kata untuk memakinya. Sial! Aku bahkan tak bisa konsentrasi bekerja lagi karenanya.

Aku harus memikirkan cara untuk menyingkirkannya, atau lama-lama rumahku pun akan ia jajah seenaknya.

"Yue!" Panggilku.

Yue diam, masih asik menoleh warna hitam pada permukaan kanvas, ia bahkan tak mau repot-repot menjawab atau sekadar menoleh menatap padaku.

Kuputuskan untuk memancingnya saja, melambaikan selembar uang kertas. "Aku haus, buatkan kopi."

"Segera Tuan." Jawab Yue, mengambilkan uang itu dan segera berlari ke dapur.

Meninggalkanku yang terpaku, tak mengerti bagaimana bisa ia mengambil uang itu dari tanganku secepat itu? Padahal aku sangat yakin kalau matanya menatap lurus pada kanvas dan posisiku jelas-jelas berada di belakang punggungnya.

Apa dia punya antena khusus di belakang kepalanya?

Sudahlah, aku malas memikirkan kemampuan khusus seorang manusia matre sepertinya. Kuputuskan untuk melihat apa yang sedang ia lukisan dari tadi, ternyata ia melukis tumpukan koin emas di antara tumpukan tengkorak dan dan senjata tua yang sudah rusak.

Indah, penuh kekejaman dan kejayaan. Aku tak tau dia bisa melukis seindah ini, mungkin sebaiknya aku tetap mempertahankan Yue di rumahku.

"Tuan sedang apa? Kalau sampai lukisanku lecet, kau harus membayar ganti rugi." Sinisnya, muncul di belakang ku seperti setan tanpa suara.

OBSESSION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang