Tatap Muka

68.6K 4.1K 183
                                    

Selain bosnya, anak kecil adalah sesuatu yang paling Alean benci. Menurutnya, makhluk yang satu ini memang menjijikan. Mereka bandel. Tidak bisa diam. Merepotkan. Ngeyel.

Seperti halnya bocah lelaki di hadapan Alean. Sebut saja si Kunyuk. Anak berbadan kurus ini sudah memantik amarahnya sejak tadi. Tengok saja! Dengan lagaknya yang sok, si Kunyuk melakukan juggling dengan bola plastik. Mending kalau keren. Lha, si Kunyuk ini sangat payah. Ia hanya bisa menjaga keseimbangan sampai dua tendangan saja.

Jangan lupa juga, sikap bocah ini sungguh memuakkan. Sekitar dua menit lalu, bola plastik yang dimainkannya nyaris mengenai muka Alean. Untung Alean punya gerak motorik yang sangat baik. Kalau tidak, mukanya pasti sudah dicium bola itu.

“Dek, hati-hati, dong!” sahut Alean.

Bukannya minta maaf, si Kunyuk malah berkata, “Situ yang harusnya pindah tempat. Posisinya ngeganggu banget!”

Di situ Alean bisa menahan diri. Selain karena pemukiman ini merupakan lokasi proyek yang menjadi tambang uangnya, ia juga tidak kenal anak ini. Kalau nanti ibu si Kunyuk mengamuk lantaran anaknya dipites, bisa tercoreng nama baik Alean sebagai pegawai teladan. Jadi, iapun memutuskan pindah tempat.

Setelah menemukan spot baru, Alean membaca berkas di tangannya. Proyek Caringin. Tulisan itu yang pertama kali ditangkap mata. Rencana migrasi kabel tembaga ke fiber optic sebagai media transmisi sudah matang. Persiapan aksesorisnya pun lebih dari cukup. Dilihat dari peta, ada 8 Optical Distribution Point dan 13 tiang anyar yang dibutuhkan. Tenggatnya sembilan hari lagi, tapi tiangnya baru dipasang tiga. Duh, masih sempatkah?

Ah, pasti sempat. Alean optimis. Lagipula Bandung tidak sama dengan Jakarta. Di kota kelahirannya, eksekusi lapangan jauh lebih sulit. Terutama dalam hal perizinan. Mereka yang mengatasnamakan organisasi masyarakat sangat susah diajak kompromi.

Omong-omong soal Bandung, Alean tak terlalu asing dengan kota yang satu ini. Sepuluh tahun lalu ia datang ke Kota Kembang. Sebagai mahasiswa rantau. Dulu ia mengambil jurusan Teknik Telekomunikasi dan menjadi sarjana dalam tiga setengah tahun. Setelah lulus, bukan tak mau melanjutkan studi, hanya saja saat itu ada ‘masalah kecil’ yang menyebabkan Alean enggan melakukan apapun kecuali mengurung diri di kamar kos.

“Melvin menggiring bola! Oh, di sana ada Cristiano Ronaldo! Tapi Melvin mengecoh dengan mudah! Dan ... berhasil! Yeee!”

Teriakan itu membuat Alean menoleh. Bah! Ternyata si Kunyuk mengikutinya. Kali ini tidak juggling di tempat, melainkan sengaja main-main di hadapan Alean. Ia menggiring bola ke sana kemari. Senggol sana, antuk sini. Lebih dari tiga orang tersinggung badan kecilnya. Tapi bukannya minta maaf, ia justru malah semakin menjadi. Dia berteriak-teriak tanpa merasa berdosa dan bahagia sekali melihat muka Alean yang semakin kusut.

“Jang, main bolanya di lapangan atuh!”

Itu komentar yang bisa Alean dengar. Meski terpisah beberapa meter, tingkah si Kunyuk bisa kelihatan dari sini. Masih seradak seruduk, lari-lari, dan tendang bola seenaknya.

Bosan mengamati, Alean mengeluarkan ponsel dari saku blazer-nya. Kebetulan barusan bergetar sebentar, pertanda ada notifikasi. Ada dua pesan. Yang satu dikirim lewat Line, satunya lagi SMS. Karena pengirim via Line adalah seseorang yang lebih penting, terpaksa ia memprioritaskannya.

Pastiin proyeknya berjalan dgn baik. Kalau gk, kamu yang pertamakali saya incar.

Alean meremas ponsel. Kata-katanya bisa lebih sopan? Gue tampol juga lu! Ingin Alean mengetik kalimat tersebut sebagai balasan. Tetapi ia sadar kalau manusia ini adalah bosnya. Maka dengan terpaksa ia pun membalas, Mengerti, Bapak Octora Sastrawijaya Kusuma, S.T., M.T. Ditunggu aja laporan progresnya.

TesmakWhere stories live. Discover now