Bencana Jawa Series 6

64 4 0
                                    

5 Juli 2011. Pukul 07.07 di pantai carita, Banten, pulau Jawa bagian barat.
Di pagi ini, di pinggir pantai, sudah terlihat banyak orang melakukan aktivitas
sehari-hari. Ada yang sedang teriak-teriak menawarkan dagangannya.
'Ayo bu...ikannya ...masih segar-segar.' Sambil diselingi canda dan senyum
mereka berdiri di depan keranjang-keranjang penuh ikan hasil tangkapan semalam.
Di bagian lain terdapat tenda biru, orange, merah, hitam tidak beraturan dipasang di
atas saung-saung penjual daging dan sayuran. Suasananya hiruk pikuk, namun
semua orang tampak terbiasa dan semua orang menikmatinya. Sebagaimana pasar
tradisional pada umumnya, barang-barang dagangan didominasi oleh bahan pokok
kebutuhan sehari-hari, seperti sayur-sayuran, daging, ikan, bumbu-bumbu dan lainlain. Kantong plastik daur ulang, potongan daun pisang dan kertas koran digunakan
sebagai media pembungkus barang dagangan.
Angin sepoi-sepoi sejuk sedikit hangat bertiup menemani penduduk disana.
'Minta cabe dua ribu, bawang putih lima ratus, bu' tawar seorang perempuan
setengah baya sambil mengendong anaknya yang masih bayi.
'ikan asinnya seperapat pak' seorang ibu lainnya terlihat sedang memilih-milih ikan
asin dalam keranjang di depan seorang bapak penjualnya.
'Ikan kuwenya berapa ?'.....duh...mahal amat...kok naik lagi ?'
'ngak mahal bu...solar juga naik...hasil laut juga lagi kurang sekarang.'
'yah sudah, timbang yang ini aja pak.' Katanya sambil memegang seekor ikan kuwe
yang lebih kecil.
Beberapa menit kemudian, tiba-tiba dirasakan tanah tempat mereka berpijak
bergerak-gerak.

"Kenapa kepala ku jadi pusing begini?" teriak seorang ibu setengah baya sambil
memegang kepalanya.
"Aduh! Kenapa bu, kok badanku juga goyang-goyang yah?" sahut seorang bapak
memakai sarung dan kaos oblong, penjual sayur di depannya.
Selama lebih dari 30 detik, mereka merasakan tanah tempat mereka berpijak
bergerak-gerak.
"Allahu Akbar! Gempa, GEMPA!" teriak orang-orang sekitar saling sahut
menyahut. Tanpa dikomando, mereka lari serabutan keluar dari tenda-tenda kios
pasar, tetapi tidak jelas mereka mau menuju kemana.
Panik! Panik! Panik!!
Mereka melihat satu persatu tenda ambruk. Barang dagangan tumpah ruah.
Keranjang ikan terbalik! Di seberang pasar, di pinggir jalan raya, tampak pula ada
beberapa rumah yang berderak-derak retak temboknya dan gentengnya berjatuhan.
Penghuni yang tinggal di dalam rumah, berhamburan keluar. Mereka berkumpul di
jalan raya.
Dari tepi pantai, terlihat gelombang laut tinggi 3 meter dan satu demi satu
bergulung menuju pantai dan menghempaskan tanggul-tanggul pengaman. Sekali
dua kali, ada gelombang yang sempat naik ke garis pantai bahkan menyentuh lokasi
pasar.
Ibu-ibu berteriak memanggil-manggil nama anaknya, ada yang berteriak sambil
menanggis, menyebut nama Tuhan berkali-kali. Namun ada juga pedagang yang
masih sempat menyelamatkan uangnya sebelum berlari ikut keluar bersama
penduduk lain.
Semua orang lari pontang panting. Tidak tahu harus berbuat apa. Kasihan anakanak kecil. Apalah daya, mereka tidak dapat menemukan orang tuanya, akibat
ratusan orang yang lari serabutan tanpa arah. Termasuk kucing dan ayam-ayam
peliharaan yang tadinya dilepas bebas juga ikut panik.

"Oh..anakku!", teriak seorang ibu setengah baya memakai kebaya berlari mendekati
seorang gadis kecil berumur 3 tahun yang berdiri sambil menangis. Ibu tersebut
segera memeluk anaknya dan digendong berlari.
Tanah bergoyang lagi. Beberapa detik. Gempa lanjutan masih terjadi beberapa kali
dengan intensitas lebih rendah, sampai akhirnya diam.
Hanya bergoyang dan bergeser beberapa detik, tapi dampak kerusakan yang
ditimbulkan gempa tersebut begitu dahsyat. Rumah permanen dibangun dengan
semen, pasir dan batu bata. Berbulan-bulan baru selesai. Kini dalam hitungan detik,
rumah itu sudah ambruk berantakan di atas tanah. Puing-puing berserakan.
Penduduk sangat takut dengan tsunami, walaupun beberapa kali petugas dari pemda
Banten dan pejabat pusat bekerja sama dengan LSM, telah melakukan sosialisasi,
memberikan penjelasan tentang tsunami dan cara-cara evakuasi. Mereka juga
sering menonton TV yang menyiarkan iklan tentang tsunami. Apalagi dalam dua
belas bulan terakhir ini juga telah terjadi lebih dari dua puluh kali gempa bumi, di
pulau Jawa.
Beberapa menit kemudian, suasana menjadi tenang kembali. Gempa tampaknya
sudah berhenti. Penduduk kembali ke tempat masing-masing membereskan sisa-sisa
reruntuhan dan mencari barang-barang yang bisa diselamatkan. Sebagian masih
duduk di jalan aspal, entah apa yang mereka pikirkan.
Penduduk takut hanya pada saat ada kejadian. Bila keadaan normal kembali,
mereka tidak pernah mau mengungsi ke lokasi lain, karena merasa mata
pencahariannya disana, dan tidak siap mengalami perubahan.
Bila memang Tuhan menghendaki terjadi tsunami, mereka lebih bersifat pasrah,
kalau mati yah nasib, kalau hidup terpaksa mengungsi, yah pindah. "Bagaimana
nanti saja deh!"

Bencana JawaWhere stories live. Discover now