3

273 91 45
                                    

Sial. Itu adalah kata pertama yang aku ucapkan setelah mengetahui jadwal acara hari ini. Sungguh menyebalkan. Seandainya aku tahu jadwalnya, aku pasti tidak mengiyakan ajakan Taeyong.

"Menurut lo gimana, Clar?" tanyaku pada Clara.

Gadis itu mengangkat bahunya, "Terserah lo, Ra. Kalau gue sih mau lihat kakak lo." Ia terkekeh.

Serius, meminta saran pada Clara bukanlah sesuatu yang berguna. Buang-buang tenaga saja.

Aku menoleh pada Jasmine yang sedang asyik membaca novel, "Menurut lo gimana, Mine?"

"Tonton dua-duanya. Pake kalungnya Hermione aja, Ra. Atau nggak panggil Doraemon."

Aku memutar bola mata. Sungguh tidak masuk akal.

"Ra, gue ada ide." Sena yang sejak tadi bermain ponsel, angkat suara. Biasanya, dia punya ide cemerlang. Semoga saja, kali ini dia bisa membantu.

"Eh gajadi deh. Gue lupa tadi mau ngomong apa."

Sial. Umpatan kedua pagi ini. Tidak bisakah mereka serius sedikit? Sungguh, mereka bertiga sama sekali tidak membantu.

Kenapa sih, jadwal antara pertandingan basket dan lomba masak itu harus bersamaan? Sial, kan.

Aku ingin sekali nonton Kak Taehyung. Tapi, aku tak tega jika harus beringkar janji dengan Taeyong. Masalahnya, aku kemarin sudah terlanjur mengiyakan.

***

Dengan sedikit terpaksa. Ehm, perlu digaris bawahi ya kata sedikitnya. Cuma sedikit kok. Aku berdiri di lapangan upacara. Melihat lomba masak.

Tapi nyatanya, aku sama sekali tidak bisa melihat Taeyong. Yang aku lihat hanyalah kerumunan orang. Semua stan yang isinya masak memasak tertutupi oleh para penonton.

Tak kusangka, penonton lomba masak sebanyak ini. Kupikir, mereka lebih antusias dengan pertandingan basket.

"Semangat! Masak yang enak, ya!" Suara yang berasal dari atas berhasil mengambil seluruh atensiku.

Ternyata kelas dua belas. Mereka semua menonton dari depan kelas masing-masing. Yah, begitulah enaknya kalau punya kelas di atas. Bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi di bawah--lapangan upacara tepatnya.

Tunggu.

Kenapa tidak kepikiran?

Tanpa pikir panjang, aku langsung naik tangga. Menuju ke kelas dua belas. Ternyata, ada juga kelas sebelas dan kelas sepuluh yang menonton dari atas. Tapi setidaknya, dari sini aku masih bisa melihat Taeyong.

Dia sedang asyik menggoreng sesuatu. Entahlah, apa yang digoreng. Jaraknya terlalu jauh untuk aku bisa melihatnya.

"Kak Taeyong!" Panggilku.

Entah aku kemasukan setan apa berani-beraninya memanggil Taeyong dari sini. Tapi percuma saja. Yang dipanggil tidak mendengar. Suasana terlalu ramai.

Lagipula, tidak ada yang peduli dengan aktivitasku. Mereka asyik dengan aktivitas masing-masing. Jadi, memanggil lagi tidak salah, kan?

"Kak Taeyong!" Panggilku lagi.

Yang ada di pikiranku saat itu adalah, agar Taeyong bisa melihatku. Dan menyadari bahwa aku menontonnya. Setelah itu kabur menuju lapangan basket. Setidaknya, aku sudah menampakkan diri.

Mungkin hanya perasaanku atau apa, tapi beberapa perempuan yang ada di sebelahku cekikikan sembari memandangku. Dilihat dari bedgenya sih, mereka kelas sebelas.

Eh, mati. Kakak kelas. Jangan-jangan teman sekelasnya Jimin? Ah, sepertinya aku terlalu percaya diri. Mungkin mereka sedang menertawai candaan mereka sendiri.

"Kak Taeyong! Semangat! Dedek gemesnya nyemangatin nih!" Mereka berteriak bersamaan.

Taeyong menoleh ke atas. Ke arah para perempuan yang ada di sebelahku. Mereka kemudian menunjukku. Taeyong lalu mengangkat jempolnya ke arahku.

Kejadian itu terjadi begitu cepat. Memalukan. Aku sampai hilang akal saking malunya. Kujamin, pasti ada semburat merah yang menghiasi pipiku.

"Cieee dikasih jempol sama Kak Taeyong." Kakak kelas di sebelahku kemudian menyenggol lenganku.

"Cieee," yang lain menyahuti.

Aku menyumpahi diriku sendiri. Tidak tahu harus berbuat apa. Pikiranku kosong. Yang bisa kulakukan hanya nyengir. Lalu mengambil langkah seribu kemudian turun ke bawah.

Apa alasanku lari?

Ah, pikiranku kacau. Benar-benar memalukan. Serius deh. Kok bisa kebetulan itu teman sekelas Taeyong?

Gila. Bahkan aku baru sadar kalau sekarang aku berada di kantin. Rasa malu benar-benar berhasil mengambil seluruh kendali tubuhku.

Oh iya, Kak Taehyung!

Aku berlari menuju lapangan basket--yang lumayan jauh dari kantin. Terlambat. Mereka sudah selesai main. Aku melihat Jimin dan kawan-kawannya duduk di pinggir lapangan sambil meneguk air putih. Dilihat dari ekspresi mereka sih, kupikir mereka lolos ke babak selanjutnya.

"Cari Jimin?" Seseorang berdiri di sampingku.

Kak Taehyung!

Astaga, jantungku. Tolong, baru saja dia berdetak normal. Sekarang sudah berpacu lebih cepat lagi. Bisa kena serangan jantung kalau begini terus.

"Woi, ditanyain kok diem aja?"

"Eh? Gimana kak?" Aku gelagapan.

"Lo cari Jimin?"

"Ehm," mataku menyisir sekeliling. Mencari alasan yang tepat. Ada Clara! "Gue cari Clara, Kak." Aku berlari menuju Clara yang sedang berjalan bersama Sena.

"Gue nyariim lo berdua loh. Balik ke kelas, yuk."

Clara melihat sesuatu di belakangku--kutebak dia melihat Kak Taehyung. "Loh, bukannya lo nyari Kak--"

Kuinjak kaki Clara. Disusul jeritan sang empunya kaki.

"Duluan, kak." Aku mengajak Clara dan Sena ke kelas.

Beberapa langkah kemudian--setelah agak jauh dari Kak Taehyung--Sena berbalik. "Kak Taehyung! Dapet salam dari Raina!" Teriaknya. Berhasil merebut atensi beberapa orang yang ada di sekitar kami.

Mati. Aku segera menyeret Clara jauh-jauh sembari berlari. Yah, kebetulan yang kugandeng saat itu Clara. Jadi, mau tak mau dia jadi korban salah tingkahku.

Tbc

Ra's Guardian [Kim Taehyung] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang