part 25

119 8 0
                                    

Aku benci angin malam yang dingin. Aku benci duduk dalam keheningan dan juga benci tenggelam dalam kegelapan. Tapi, masih ada bulan yang memberi cahaya malamku. Dia. Dia bulanku.

"Kau mau mengantarku besok, kan?" Tanya Min Hyuk oppa.

"Tidak," jawabku mantap.

Aku sudah memutuskan untuk tidak mengantarnya sehari setelah dia memberitahuku akan rencana kepergiannya. Wajar jika seorang wanita memilih zona nyaman meskipun pada akhirnya itu akan membuatnya mengutuk diri dan memohon hal yang mustahil seperti memutar balik ke waktu sejak dia hidup dengan penuh penyesalan. Dan ini aku yang berani mengambil tindakan seperti ini meski mungkin sepuluh tahun kedepan aku akan sangat menyesal tidak mengantarnya ke airport esok hari.

Dia menatapku penuh tanda tanya.

"Maafkan aku. Aku hanya benci perpisahan. Mungkin lebih baik aku dirumah mengunci diri di kamar ketimbang mengantarmu namun pada akhirnya tak bisa melepasmu. Aku akan mempersulit keadaan," jelasku.

"Kau yakin?"

"Ya, aku yakin. Berjanjilah kau akan kembali!" Mohonku.

"Ya, aku janji. Tetaplah disini dan jangan berpindah ke lain hati."

"Kau juga. Hubungi aku terus ya. Jika kau tidak melakukannya mungkin itu akan menjadi alasanku untuk berkencan dengan pria lain," kataku dengan nada mengancam.

Aku tahu kisah ini terlalu singkat untuk disebut sebuah kisah. Belum ada klimaks, tidak ada yang menggebu-gebu untuk dikisahkan sebegai kisah cinta tapi aku tetap berharap ini bukan pertemuan terakhir. Bagiku yang masih berusia 16 tahun dan dirinya 25 tahun, dengan pertemuan beberapa bulan saja mungkin tidak ada artinya dari pandangan orang lain, tapi bagiku ini penuh arti. Dia pria impianku, yang mungkin nantinya akan berlanjut menjadi sebuah kisah, ataupun tak berlanjut akan tetap sama berartinya bagiku. Aku tak ingin meminta banyak, asal dia mengingatku saja disaat jauh nanti, aku sudah bersyukur. Andai saja aku bisa menahannya. Dia dan dunianya yang ingin kutarik menyatu dengan duniaku, tapi sangat sulit setiap kembali mengingat betapa singkatnya kisah ini.

"Aku tidak akan melewatkanmu seharipun Kim Jung In. Oh ya, kau harus belajar dengan giat. Awas ya jika aku mendengar nilaimu jelek!" dia mencubit gemas hidungku.

"Aishhh. Iya, seonsaeng! Tenang saja. Semua akan baik-baik saja."

"Baguslah."

Aku mengecek jam yang sudah menunjukkan pukul 10 malam. Waktu bersamanya sudah habis tapi rasanya tak berniat sama sekali untuk beranjak dari tempat ini. Ugh, kenapa waktu berlalu cepat sekali? Andai masih bisa sejam lagi untuk tetap disini.

"Waktu kita sudah habis 'kan? Masuklah!" pintahnya.

Dia berdiri lalu menarik tanganku untuk ikut berdiri.

"Jangan cemberut nanti wajahmu mudah keriput," candanya.

"Kau ini menyebalkan sekali. Kau benar-benar ingin aku masuk sekarang?"

"Ya, aku tidak ingin kau terkena flu jika terlalu lama terkena angin malam," dia mengelus rambutku.

"Lalu, apa tidak ada lagi yang ingin kau katakan padaku?" tanyaku berharap dia mengatakan sesuatu yang dapat menyanjungku.

"Kau sendiri tak ada lagi yang ingin kau katakan padaku?" tanyanya balik.

"Memangnya kau ingin aku mengatakan apa?" aku berdecak kesal.

"Tidak tahu," jawabnya dengan ekspresi sok polos.

"Cih, kau tidak romantis!" protesku.

"Kau ingin aku bersikap romantis? Kau mau aku bagaimana? Menciummu?"

Coffee Of My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang