3 - Coffee (Lee Changsub)

2.2K 200 75
                                    

"Hoaam,"

Untuk kesekiankalinya, lelaki itu menguap lebar. Tangannya masih menggenggam sebuah cup berisi Americano Ice yang isinya tinggal separuh. Changsub, lelaki pecandu berat kopi itu tampaknya tak cukup meminum dua gelas kopi untuk menahan kantuk. Padahal masih pukul 5 sore, belum saatnya untuk tertidur.

"Hyung, kau masih mengantuk ?" Seru lelaki jangkung yang duduk di sampingnya, Sungjae. Rekan kerja yang sudah Changsub anggap sebagai dongsaeng-nya sendiri.

"Tidak, mataku hanya berat. Hampir tak bisa kubuka."

"Aish, sama saja." Ketus Sungjae. "Semalam kau tidak tidur ? Ah pasti kau menonton film por-"

"Hey bocah, kau tidak tahu apa-apa, diamlah," telapak tangan Changsub secepat mungkin membekap mulut Sungjae bak seorang penculik membekap bocah ingusan.

Mata Sungjae menggerling nakal. Sungjae tau betul kebiasaan hyungnya. Umur mereka terpaut empat tahun, itu artinya Changsub sudah 'legal' empat tahun lebih dulu darinya. Pasti sudah lebih berpengalaman darinya yang baru menginjak usia dua puluh tahun.

Changsub menyedot habis Americano nya dengan cepat. Seperti tidak ada rasa pahit dalam kopinya. Orang normal kan biasanya menikmati sedikit demi sedikit kepahitan Americano dalam lidahnya. Seorang lelaki yang bisa meminum kopi pahit sepuluh gelas dalam satu hari seperti dirinya, itu sudah luar biasa. Katakanlah, sedikit tidak normal.

"Aku butuh segelas kopi lagi."

"Hyung, kau baru saja menghabiskan dua gelas-"

"Kau mau ikut?"

"Tidak, terimakasih. Lebih baik aku tidur di studio."

"Ya sudah, sana tidur, bocah ingusan."

Changsub beranjak dari tempat duduknya dengan lemas. Langkah kakinya diseret paksa, tak mempedulikan Sungjae yang masih mengoceh di belakangnya.

Kini lelaki itu berada di gerbang keluar gedung tempat kerjanya. Tiba-tiba mata-hampir-terpejamnya terbuka lebar, badannya tegap dan segar, tak ada tanda kantuk sama sekali. Senyumnya melebar.

Sungjae-ya, kau mudah sekali dibodohi akting kantukku. Aku tidur nyenyak semalaman, aku tidak mengantuk sama sekali.

***

"Ini pesanannya," untuk kesekian kalinya seorang gadis berpakaian seragam pelayan kafe itu memasang senyum lebarnya dan mengantarkan pesanan ke meja-meja. Tidak ada yang spesial sebenarnya bagi Jiwon, sang gadis pelayan kafe. Ini pekerjaannya setiap hari. Bekerja dari jam 8 pagi hingga jam 8 malam untuk melayani puluhan penikmat kopi yang berkunjung kesana.

Tapi tampak mata kecilnya itu mengedarkan pandangan ke sekeliling kafe, mencari sesuatu. Helaan nafas panjangnya menunjukkan sesuatu itu belum ia temukan.

Ada apa denganmu Jiwon ? Menunggu kehidupanmu berubah seperti drama di televisi?

Lamunannya melayang pada sesosok lelaki yang, mungkin, sedari tadi ia cari. Namanya Changsub. Hampir setiap hari lelaki itu berkunjung ke kafe ini, berhubung kafe ini terletak paling dekat dari tempat kerjanya.

Setiap kali ia berkunjung, mata Jiwon selalu tertarik ke arahnya, seperti ada gaya gravitasi yang sangat besar. Lelaki itu cukup tinggi, tampan, namun juga memiliki cara tertawa dan tingkah yang sedikit aneh. Pribadi yang hangat. Changsub selalu menyapanya, seperti ia menyapa karyawan lain di kafe ini. Sesekali mereka beradu pandang. Dan kemudian Changsub akan melempar senyum excited-nya dengan mata yang membelalak dan mulut yang terbuka lebar sambil melambaikan tangan ke arahnya yang sedang duduk dibalik bar.

Tapi entah mengapa, tidak ada sedikitpun rasa risih yang muncul dari sikap Changsub padanya. Sederhana sekali cara Changsub membuat isi kepala seorang gadis bernama Jiwon dipenuhi bayangannya.

"Permisi, halo ? Jiwon-ssi?"

Sebuah suara memecah lamunannya. Jiwon tercekat dan segera berdiri dari tempat duduknya.

"Selamat sore Tuan, silahkan mau pesan a-" tiba-tiba kalimatnya berhenti saat matanya beradu pandang dengan lelaki dihadapannya. Ya, dia, lelaki yang sedari tadi ada dalam bayangannya, Changsub.

***

Dengan hati-hati Jiwon menaruh cup di meja Changsub. Seperti pertarungan hidup dan mati, Jiwon berusaha menahan tremor di tangannya agar isi cup tidak tumpah. Kalau tidak, bisa-bisa dia kena pecat bosnya.

"Tunggu sebentar."

"Ya?"

"Duduklah."

"Ah.. Maaf Changsub-ssi tapi saya harus melayani-"

"Aku sudah bilang pada bosmu. Kau boleh menemaniku meminum kopi di meja ini."

Dengan segala keheranan di kepalanya, akhirnya ia terduduk juga di hadapan Changsub. Pandangannya jatuh tepat pada Changsub yang sedang menyeruput gelasnya dengan mata terpejam. Bagaimana bisa seorang lelaki bisa setampan itu hanya ketika dia menyeruput secangkir kopi..

"Kau suka sekali meminum kopi pahit, ya ?" Jiwon memberanikan diri membuka percakapan.

"Ya." Lelaki itu tersenyum lebar. "Dari kopi kita belajar. Bahwa kita bisa menikmati rasa pahit."

"Kau tidak tertarik dengan Latte  manis?"

"Tidak juga. Dalam suatu waktu aku juga butuh sesuatu yang manis."

Jiwon menelan setiap kata perkata bulat-bulat. Apa yang ingin dia sampaikan sebenarnya..

"Jiwon-ssi, aku akan langsung saja pada intinya."

Jiwon memberanikan diri untuk mempertemukan kedua matanya dengan milik lelaki itu. Jantungnya tiba-tiba berdetak dipercepat dengan drastis saat mereka bertatapan.

"Maukah kau.. Menjadi pemanis kopi pahitku ? Setiap hari?"

Seketika pipi gadis itu merah merona. Lidahnya tak mampu lagi mengurai kata. Apakah dia sedang bercanda..

"Aigoo, pipimu cepat sekali memerah. Manis sekali."

Jiwon menatap mata Changsub lebih seksama. Kata-katanya masih seperti candaan hangat, tapi dari matanya terpancar sesuatu yang menguatkan Jiwon. Mencairkan sesuatu yang beku dalam diri Jiwon menjadi samudra ber-ombak indah, dan hangat.

Aku bisa melihat ketulusan disana.

"Mulai besok dan seterusnya, maukah kau menemaniku meminum secangkir Americano lagi ?"

Tanpa keraguan, Jiwon tersenyum lebar dan mengangguk cepat. Tak apa jika itu hanya sekedar canda. Terkadang semua berawal dari candaan, bukan ?

-end-


CRUSH ON YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang