Fourteen : Gadis Kecil

95 10 7
                                    

*

"Mudah-mudahan kamu betah ya di sini. Anak-anaknya manis dan lucu-lucu lohh" kata seorang wanita yang mungkin berusia 40-an pada Adilah yang berada di sampingnya.

Adilah mengangguk dan tersenyum. "InsyaAllah saya betah bu, lagian di sini anaknya ramah hihi"

Ibu Ida mengangguk.
"Ini kelas yang akan kamu ajar.. Lebih baik kamu perkenalan dulu sama mereka." katanya sambil membuka pintu yang diatasnya bertuliskan 'KELAS B.'

Gadis itu mengangguk dan tersenyum kemudian menghembuskan napas.

'Bismillah, hari pertama ngajar harus semangat!' katanya dalam hati dan melangkah masuk ke dalam kelas, Ibu Ida tersenyum dan berlalu meninggalkan Adilah.

Cita-cita Adilah menjadi guru. Kini dia menjadi guru TK di daerah dekat tempat kerja Mirna.

Dia menyapa anak-anak yang ada di dalam kelas. Anak-anak itu menyambutnya dengan sangat baik. Mereka sangat antusias melihat Adilah yang cantik dan baik dengan semangat mengajar mereka.

Adilah melirik ke salah satu anak perempuan yang duduk terdiam di tempatnya, di ujung kelas. Gadis kecil itu tak pernah merespon segala ucapan Adilah.

Adilah mencoba mengajaknya berbicara, tapi anak itu tetap terdiam.

"Ibu, dia gak bisa denger!" kata anak laki-laki yang berada di kursi paling depan saat Adilah mencoba berbicara pada gadis kecil itu.

Adilah terdiam. Kata-kata anak itu bukan ledekan belaka. Gadis kecil ini benar-benar tak bisa mendengar dan berbicara saat Adilah melihatnya menggunakan bahasa isyarat untuk membalas segala ucapannya.

***

"Nadia Putri Arrahman. Dia masuk 2 tahun yang lalu." kata Ibu Ida sambil membacakan data Nadia di buku panjang itu. "Dia anak yang pintar walaupun dia kekurangan."

"Kenapa gak di sekolahkan di SLB bu?" tanya Adilah. Mereka berada di ruang guru.

"Ibu juga udah bilang gitu ke Ayahnya waktu dia mendaftarkan Nadia di sini. Ayahnya bilang kalau dia gak punya biaya yang cukup untuk menyekolahkan Nadia di sana."
Adilah mengangguk-anggukan kepalanya.

"Kalo gitu saya permisi bu. Mau pulang.. Anak-anak juga kayaknya udah pulang semua. Assalamualaikum" pamit Adilah. Dia beranjak dari tempat duduknya saat mendapat anggukan dari Ibu Ida.

Baru saja dia melangkahkan kaki keluar dari gerbang, dia melihat Nadia duduk di samping gerbang sambil bermain pasir.

Adilah mendekati Nadia lalu mengusap kepalanya. Nadia mendongak dan berdiri sambil tersenyum ceria.

Gadis kecil itu menggunakan bahasa isyarat pada Adilah. Adilah menggeleng karena dia tidak tahu apa maksud Nadia.

Nadia membuka tas ranselnya dan mengeluarkan buku tulis juga pulpen lalu menulis sesuatu di sana. Dia menunjukkan tulisannya pada Adilah.

'Ibu mau pulang? Sama siapa?'

Adilah tersenyum dan dengan pelan-pelan menggerakkan bibirnya.
"Iya, ibu-mau-pulang. Ibu-pulang -sendiri."

Nadia mengangguk dengan senyuman ceria yang tak pernah lepas dari wajahnya.

"Nadia-pulang-sama-siapa?" Adilah kembali bertanya dengan hati-hati. Anak itu pintar, dia hanya melihat gerakan bibir lawan bicaranya.

Nadia kembali menulis.
'Sama Ayah, tapi belum datang.'

Adilah menganggukan kepalanya.
Dia melihat penjual es krim di dekat sana.

"Sambil-nunggu-ayah-kamu. Kita-makan-es krim-dulu-yuk!"

Senyum di wajah Nadia hilang. Dia menunduk. Adilah heran dan mengusap kepala gadis kecil berumur 4 tahun itu.

Unbelievable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang