35. 180 derajat

4.8K 264 1
                                    

Dewa keluar ruangan private milik pak arya, ditutupnya pintu kaca yang ada di ruangan itu, tiba tiba ia menabrak seseorang saat ingin beranjak pergi.

"Ehhh sorry maaf" ucapnya geragapan sambil membangunkan orang yang ia tabrak tadi.

"Dewa?" tanya helena sambil mengernyitkan dahinya dan menatap dewa heran.

"Aaa... Emmm... Gue abis ke toilet" ucap dewa dengan ada gugup sambil nyengir kuda ke helena.

"Boy lo gue antar pu___" gabriel menahan potongan kalimatnya, saat ia membuka pintu lalu pandangan yang pertama ia lihat adalah helena, helena melotot melihat gabriel ada didepan matanya, ia tak bisa berbicara apa apa, lidahnya kelu bisa mengungkapkan apa yang ia ingin sampaikan dari dulu.

"Shit!" gerutu gabriel dalam hati, memarahi dirinya sendiri, terpaksa ia tersenyum samar.

"Gue pergi dulu ya" ucapnya dengan nada canggung, ia melangkahkan kakinya menjauh, helena masih terpaku.

"Gabriel tunggu!" ucapnya meraih tangan gabriel dari belakang, jemari helena terasa hangat menggenggam telapak tangan lelaki itu.

Gabriel membalikan badanya mengahadap helena, lalu ia menyuruh dewa sedikit menjauh dari mereka berdua.

"Kenapa kak?" tanyanya, sudah seperti orang yang baru saling mengenal.

Gabriel menyuruh helena masuk ke ruangan private ayahnya, helena masuk dengan diam beribu tanya, helena duduk di bangku tamu bersama gabriel.

"Why?" tanyanya singkat padat jelas.

"Apanya yang kenapa?" gabriel malah balik tanya.

"Semua ini kenapa?" tanya helena mengulangi.

"Gue gak tau! Dan gue gak bisa jelasin, dan harusnya lo gak tanya ini sama gue, karna kepergian gue itu peluang besar buat lo dapetin dirga, cowok perfect yang lo kejar selama bertahun tahun, iya kan" gabriel tersenyum sinis sambil menghembuskan nafasnya perlahan, lalu menatap setiap raut wajah helena.

"Sehina itu saya di mata kamu?" tanya helena kini dengan nada yang lembut dan memohon.

"Lo gak hina kak, gue kelepasan kok ngomong gitu" ucapnya sedikit ngawur.

"Gue kecewa liat Postingan lo!" ucapnya frontal dan terang terang, gabriel serasa tertohok.

"Gue pun kecewa ketika lo gak di samping gue saat hidup gue bener bener hancur" ucapnya mulai serius dan menatap helena tajam. Helena terdiam dan tak tau harus bicara apa.

"Seandainya saat itu ada lo! Mungkin gue masih bisa terhibur dengan senyuman lo, tapi malah saat gue dihadapkan dengan pilihan yang sulit, lo malah ninggalin gue gitu aja, so? Buat apa gue jelasin dan cerita sama lo?" tanyanya sambil tersenyum sinis, tatapanya merobek rindu yang kian menyiksa, harapan untuk melihay senyumanya sirna seketika karena melihat respon yang sama sekali tak di duganya, kemana gabriel yang dulu? Yang ganjen!, alay, dramatis, so sweet? Kemana? Sekarang helena merindukan. Semuanya.

"Mungkin, orang yang diciptakan untuk mencintai lo, itu harus dihadapkan dengan penyesalan riel" ucapnya pelan dan gemetar, matanya tak kuat menahan beban air matanya, hatinya menangis, mulutnya membisu dan kaku.

"Penyesalan tidak mungkin datang jika tidak ada penyia-nyian di awal drama yang diatur dengan skenario tuhan, lo bisa bermain dengan drama lo, tapi lo gak pernah bisa sembunyi dari karma yang terus menusuk lo!" ucap gabriel menatap helena tajam, bola matanya seakan masuk ke dalam lensa mata direkam dan dipotret di otak dengan ekspresi yang membuat jantung berdebar tiada tara.

"Thank you" ucapnya sambil menyeka air mata yang mengalir di pipi.

"For?"

"Your love" jawabnya dengan nada lirih, helena beranjak dari tempat duduknya ia berjalan setengah berlari keluar ruangan yang membuat hatinya tersayat itu, tak pernah terbayangkan olehnya ini semua akan terjadi, ia sadar bahwa gabriel telah membuatnya mencintainya dengan sepenuh hati dan tanpa ada syarat.

Helena berlari keluar gerbang sekolah, tak perduli banyak mata yang menyaksikan tangisnya, ia menutup mulutnya supaya tak terdengar
Isak tangisnya, ia duduk di bangku halte, sendirian namun ditemani dengan kesedihan yang menyiksa, air matanya mengalir deras melewati pipinya yang dingin.

Tak lama kemudian ia melihat mobik vanessa lewat depan matanya, pengemudi tersebut sama sekali tak melirik sedikit pun dirinya, vanessa santai menunduk sambil bermain handphonenya, gabriele mendengarkan lagu keras keras sampai terdengar keluar mobil, mobik merah itu menjadi pusat perhatian di sepanjang jalan.

Dulu gabriel memaksa helena mati matian untuk sekedar mengajaknya pulang bersama, tapi sekarang, semua berbalik 180 derajat.

Helena merunduk tak ingin lebih lama melihat mobil itu melaju, tak mau hatinya semakin terluka, isak tangis terdengar haru.

"Tanpa kamu aku bukan helena yang kuat" ucapnya sambil menggelengkan kepalanya dan menyeka air matanya.

To be continue...

I love you my senior [PROSES REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang