Chapter 4 : Britain's Secret Intelligence Agency

2.3K 169 21
                                    

"Kau gila, Sam. Kau hampir saja membuatku jantungan."

Clay menjatuhkan badannya di atas sofa. Ia menghela nafas berkali-kali menyadari dirinya baru saja melewati permainan maut. Jelas saja ia menyebutnya permainan maut. Sam berulang kali membuat jantungnya hampir terlepas karena ulah menyetirnya yang layaknya pembalap Formula one.

Tapi setidaknya Clay masih harus bersyukur karena Tuhan masih mengabulkan doanya. Ia tidak mau mati muda. Apalagi mati karena kebut-kebutan di jalan seperti tadi. Oh God, jangan sampai kejadian tadi terulang lagi.

Sam, lelaki yang menjadi alasan utama Clay hampir terkena serangan jantung, kini duduk di samping Clay sembari merangkul gadisnya itu. Ia menyenderkan kepala Clay di bahunya. Sepertinya ia merasa sedikit bersalah karena sudah membuat Clay berteriak sepanjang jalan.

"Maaf sudah membuatmu hampir jantungan. Sungguh, tadi aku tidak tahu lagi harus melakukan apa."

Clay sedikit bingung dengan ucapan Sam. "Memangnya ada apa?"

"Ada yang mengikuti kita."

Kali ini Clay mengangkat kepalanya dari bahu Sam. Ia semakin bingung dengan apa yang diucapkan oleh kekasihnya itu. "Mengikuti? Siapa yang mengikuti? Untuk apa mengikuti kita?"

Sam mengangkat kedua bahunya, "Entahlah."

Clay tidak berniat bertanya lagi. Toh tidak begitu penting, fikirnya. Ia beranjak bangun dan menoleh ke arah Sam yang masih duduk di sofa, "Kau bilang kau ingin melihat-lihat rumahku, kenapa masih duduk di situ?"

Mendengar ucapan Clay sontak membuat Sam bangun. Lelaki itu memang berniat melihat-lihat rumah milik Clay-atau lebih tepatnya rumah milik kakak tiri Clay-. Bukan berarti Sam ingin membeli rumah itu. Ia hanya ingin melihat-lihat setiap sudut yang berada di rumah kekasihnya itu.

Sam berdiri di depan bingkai foto besar yang berukuran sekitar 60 x 80 cm. Di dalam foto itu terdapat sepasang suami istri, seorang gadis yang tak lain adalah Clay, dan seorang lelaki yang tampak beberapa tahun lebih tua dari Clay yang Sam ketahui sebagai kakak tiri Clay.

"Gadis yang memakai dress putih selutut itu adalah aku. Lelaki dengan tuxedo hitam yang berdiri di sampingku adalah Louis, kakak tiriku. Lelaki yang merangkul pundakku adalah papaku. Dan wanita di sampingnya adalah mama tiriku, namanya Johannah. Meskipun ia hanya mama tiriku, tetap saja ia memperlakukanku seperti anak kandungnya. Itu yang membuatku begitu sayang padanya."

Clay menjelaskan semua yang berada di dalam bingkai foto itu. Matanya menatap sayu ke arah dua orang yang berada di dalam foto itu. Siapa lagi kalau bukan kedua orang tuanya. Nafasnya kembali terasa sesak menyadari orang tuanya sudah pergi meninggalkannya. Ia hanya bisa menunduk. Sungguh, hal ini selalu membuatnya menjadi gadis lemah.

Menyadari perubahan raut wajah Clay, Sam langsung merangkul gadis itu dan mengusap pundaknya. Ia tahu Clay kembali teringat akan orang tuanya. Karena satu-satunya hal yang bisa membuat Clay menjadi murung hanyalah kematian orang tuanya. Setidaknya itulah yang Sam ketahui.

"Bagaimana jika kita ke ruangan lain? Aku masih ingin melihat-lihat di sini."

Clay mengangguk dan mereka kembali berjalan menyusuri setiap ruangan yang berada di dalam rumah itu. Mulai dari ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, bahkan sampai dapur. Dan sekarang Clay sedang mengajak Sam untuk naik ke lantai atas. Di lantai atas hanya terdapat dua ruangan. Yaitu kamarnya dan kamar Louis.

Clay sudah memegang kenop pintu kamarnya, bersiap membukanya. Tapi sepertinya Sam lebih tertarik dengan kamar Louis yang berada di depan kamarnya. Sedari tadi tatapan Sam selalu menuju ke arah kamar Louis. Entah apa maksudnya.

The Best RevengeWhere stories live. Discover now