Chapter 18 : Terror

1K 128 14
                                    

Hari ini cuaca di London sedang tidak bersahabat. Siang hari yang semulanya panas digantian dengan rintik-rintik hujan yang membuat sebagian orang segan untuk berjalan keluar dari ruangan mereka. Tidak terkecuali Clay. Niatnya untuk segera kembali ke rumah harus ia urungkan karena hujan yang turun tiba-tiba. Ia sedikit menyesal karena tidak membawa mobil yang membuatnya harus menunggu hingga hujan benar-benar reda.

Bosan terus menerus menatap hujan, Clay memutuskan untuk berjalan dari tempatnya duduk saat ini. Entah kemana, ia sendiri tidak tahu. Mungkin ia akan berjalan menuju lokernya dan mencari suatu barang yang mungkin bisa ia pakai untuk menembus hujan yang tak kunjung berhenti ini. Ah, sepertinya itu ide yang bagus.

Clay melangkah dengan pasti menyusuri koridor kampus yang masih cukup ramai. Mungkin sebagian dari mahasiswa ini bernasib sama dengan Clay, terjebak di kampus karena hujan. Tapi sayang, dari sekian banyak mahasiswa yang masih berada di kampus, tak satupun ada yang dekat dengan Clay. Mungkin mereka mengenali sosok Clay, tetapi hanya sebatas kenal. Clay memang terkenal sebagai gadis pintar yang pendiam di kampusnya.

Saat sedang asik mengamati setiap mahasiswa yang berada di sepanjang koridor kampus, tiba-tiba saja langkah Clay terhenti di depan sebuah ruangan yang sudah tiga hari tidak ia datangi. Ruang musik. Ia tidak pernah masuk ke dalam ruang musik lagi setelah perdebatan kecilnya dengan Zayn tiga hari lalu.

Berbicara tentang Zayn, sepertinya tiga hari ini ia tidak melihat sosok lelaki itu di seluruh pelosok kampus. Entah memang karena Zayn tidak masuk atau lelaki itu memang sedang sibuk sehingga Clay tidak melihatnya, Clay sendiri tidak mengerti. Padahal banyak sekali pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada lelaki itu.

Clay masih sangat ingat ketika Liam kembali ke kamarnya dan berkata jika ia harus menjauhi Zayn. Dan Liam juga berkata jika Zayn adalah salah satu orang yang menyusun rencana penculikan gagalnya. Jelas saat itu Clay sangat bingung. Bisa saja ia mempercayai ucapan Liam mengingat sikap Zayn memang menunjukkan ketidaksukaan padanya. Tapi entah mengapa, ada bagian lain dari hatinya yang mengatakan jika Zayn tidak mungkin melakukan hal itu.

Dan sampai sekarang Clay masih mencoba untuk membuang pemikiran negatifnya tentang Zayn. Ia tidak mau mengambil kesimpulan sebelum mengetahui kejadian yang sebenarnya.

Persetan dengan ruang musik dan Zayn, Clay kembali melanjutkan langkahnya menuju loker pribadinya. Kedua matanya kembali menyapu seluruh pelosok kampus ini, masih berharap bisa menemukan seseorang yang setidaknya ia kenal.

Dan untuk yang kedua kalinya, lagi-lagi langkah Clay terhenti. Kali ini bukan karena ia berada di depan ruang musik, melainkan karena ia merasa ada seseorang yang menatapnya dari kejauhan. Clay memicingkan matanya, mencoba memastikan orang yang berada di dalam mobil yang berhenti di dekat salah satu pohon itu bukan menatapnya.

Tetapi sepertinya Clay salah. Semakin ia menatap orang yang ia yakini lelaki itu, orang itu justru melambaikan tangan ke arahnya. Clay yang semakin bingung mencoba untuk melihat ke sekelilingnya, mungkin lelaki itu sedang melambai ke arah seseorang yang berada di dekatnya. Tapi tidak, nyatanya tidak ada seseorangpun di sekitarnya yang menunjukkan gerak-gerik sedang berinteraksi dengan lelaki itu dari kejauhan.

Jadi, apa lelaki itu melambai ke arahnya? Bahkan ia tidak bisa melihat wajah lelaki itu dengan jelas.

Tidak mau mengambil pusing, Clay lebih memilih untuk menghiraukan lelaki itu dan melanjutkan langkahnya. Sejujurnya ia sangat penasaran dengan lelaki itu. Tetapi ia teringat dengan ucapan Liam yang menyuruhnya untuk berhati-hati dengan orang asing. Jadi Clay memutuskan untuk menuruti perkataan Liam karena memang ia yakin itu yang terbaik untuknya.

Kali ini Clay berhenti di depan lokernya. Ia merogoh sakunya untuk mengambil kunci lokernya kemudian membuka loker tersebut. Clay menyatukan kedua alisnya heran saat membuka lokernya. Di dalam loker itu ia menemukan selembar kertas putih yang dilipat dan ditaruh di atas tumpukan bukunya. Seingatnya, ia tidak melihat kertas itu saat terakhir kali ia membuka loker.

The Best RevengeWhere stories live. Discover now