Chapter 12 : Secrets

1.4K 135 14
                                    

BRAK

"BODOH!! KENAPA KAU TIDAK BISA MELAWANNYA??!"

Seorang lelaki yang menggunakan jas berwarna hitam menggebrak mejanya dengan wajah yang sangat murka. Nafasnya tidak teratur dan wajahnya sudah memerah sempurna. Suara teriakannya mungkin bisa terdengar hingga radius seratus meter jika saja ruangan tempatnya berada saat ini tidak kedap suara.

Lelaki yang duduk di depannya hanya bisa menundukkan wajahnya dalam-dalam. Terlalu takut hanya untuk mengangkat wajahnya dan menatap lelaki tua yang sedang dikuasai oleh emosi yang membara. Rasa sakit akibat luka lebam di wajah dan sekujur tubuhnya semakin terasa saat mendengar teriakan murka dari lelaki di hadapannya.

Tidak bisa dipungkiri rasa takut memenuhi benaknya saat ini, mengingat hanya ada dirinya dan lelaki tua bernama Marc itu di ruangan ini. Dan perlu diingat jika Marc adalah orang yang sangat nekat, bisa saja Marc membunuh dirinya saat ini juga.

"F*CK! TIDAK SEHARUSNYA KAU KU PERCAYA MENJALANKAN TUGAS INI. YANG KAU LAKUKAN JUSTRU MENGACAUKANNYA!!"

Lagi dan lagi Marc berteriak seakan pita suaranya memang tercipta untuk terus mengeluarkan teriakan. Tangannya sudah mengepal kuat, bersiap untuk memukul apa saja yang nantinya akan menjadi sasaran kemarahannya.

"Tapi aku sudah berhasil menaruh alat pelacak di tengkuk gadis itu, hanya saja---"

BUGHH!!

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Mungkin pribahasa itulah yang sesuai untuk menggambarkan lelaki itu saat ini. Wajahnya yang sudah dihiasi luka lebam harus kembali menerima hadiah berupa pukulan keras dari Marc hingga membuat dirinya hampir terjatuh dari kursi yang didudukinya.

Ia semakin meringis kesakitan. Pukulan yang dilayangkan oleh Marc tidak tanggung-tanggung hingga membuat darah segar keluar dari sudut bibirnya. Kalau saja orang yang memukulnya bukanlah petinggi tempatnya bekerja saat ini, pasti ia sudah membalas pukulannya tidak kalah kencang.

"DASAR PENGECUT! Aku tidak hanya menyuruhmu menaruh alat pelacak itu, aku juga menyuruhmu untuk melukai gadis itu dan membuka rahasia kakaknya. Apa kau lupa, hah?"

Lelaki yang diketahui bernama Linggard itu tidak lagi berani membuka suara. Ia tidak mau wajahnya semakin hancur dengan pukulan mematikan Marc. Jika sudah dalam keadaan seperti ini memang lebih baik diam. Berkata apa pun tetap saja akan terlihat salah di mata Marc.

BRAK

Lagi-lagi Marc menggebrak meja kerjanya. Benda-benda yang berada di atas meja kerjanya sudah tidak beraturan, bahkan ada beberapa benda yang terjatuh di lantai. Namun hal itu sama sekali tidak diperhatikan oleh Marc. Tatapannya begitu tajam menyiratkan bara api yang menyala di balik bola matanya, membuat siapa pun yang menatapnya bisa merasakan aura kebencian yang dipancarkan dari sepasang bola mata itu.

Sebenarnya yang membuat Marc begitu marah bukan karena Linggard gagal menyakiti gadis itu dan membuka rahasia kakaknya, melainkan karena ada orang lain yang berhasil menggagalkan rencana itu dan lebih parahnya orang itu melihat wajah Linggard. Bagaimana jika orang itu mencurigai dan melacak data Linggard? Tentu semuanya akan semakin kacau.

"Bersyukurlah karena aku tidak membunuhmu. Kalau aku mau, saat ini juga aku bisa---"

Drrt drrt

Ucapan Marc terhenti karena getaran handphone di atas meja kerjanya. Ia menatap benda elektronik itu masih dengan tatapan kesal. Kalau saja nama yang tertera di layar handphonenya bukan 'Adryan', pasti ia tidak akan mau mengangkatnya.

"Ada ap--"

"Bagaimana hasil kerjaku dengan Peter? Kau sudah lihatkan? Berterimakasihlah padaku dan Peter."

The Best RevengeWhere stories live. Discover now