BAGIAN 12: Mengenal Bunda Aldebaran

497 46 0
                                    

Sorry banyak typo. Belum diedit.

"Al, lo bawa motor atau mobil?"

"Gak bawa keduanya." Jawab Aldebaran singkat.

"Terus, kita kerumah lo naik apa?"

"Ojek."

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak dua puluh menit yang lalu. Kini Nabila sedang berdiri disamping Aldebaran guna menunggu ojek yang melintas. Aldebaran sengaja tidak membawa motornya. Entah kenapa hari ini ia sangat malas mengeluarkan si hitam dari garasi rumahnya.

Sama seperti Nabila. Hari ini ia tidak bisa membawa mobil. Bukan karena malas mengeluarkan dari garasi. Namun, kakeknya lebih memerlukan benda beroda itu hari ini.

Seperti biasa. Keadaan dua manusia ini sangat hening. Nabila yang ceria dan aktif sangat tidak menyukai keadaan ini. Keadaan yang membuat waktu berjalan dengan lambat.

"Al. Ojeknya mana? Kok belum lewat?" Akhirnya Nabila berucap ketika ia sudah tidak tahan dengan keadaan hening ini.

"Mana gue tau."

"Lo kenapa sih kalok ngomong irit banget? Takut suara lo habis?" Geramnya tidak sabar.

"Nggak."

"Terus, kenapa?"

"Ayo, jalan. Udah mendung." Ucap Aldebaran dan melangkah begitu saja meninggalkan Nabila. Tanpa ada niatan untuk menjawab pertanyaan gadis itu. Ingat, Aldebaran tidak menyukai gadis cerewet seperti Nabila. Dan ia juga tidak suka kebisingan.

"Eh! Tunggu. Jawab dulu." Nabila melangkah dengan sedikit berlari dan menahan Aldebaran untuk melangkah lebih jauh dengan menarik lengannya.

"Ck! Bisa diem gak, sih? Berisik." Ucap Aldebaran lalu kembali melangkah menuju rumahnya.

"Ah... Ya Tuhan... berilah hambamu kesabaran untuk menghadapi manusia es yang pelit kata-kata ini.." ucap Nabila seraya mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.

Tidak berapa lama kemudian, ia baru tersadar bahwa Aldebaran sudah melangkah cukup jauh darinya. Hal itu membuat Nabila mengerucutkan bibirnya dan berlari sembari. Membuat rambutnya yang diikat bergoyang kekiri dan kekanan

"Ck! Mentang-mentang langkah kaki situ panjang. Main tinggal-tinggal aja. Nggak pengertian banget jadi cowok. Peka dikit kek. Dia pikir kaki gue sama panjang kaya punya dia apa? Dasar!" Nabila bergumam pelan disampin Aldebaran.

Walaupun pelan, namun Aldebaran mampu mendengar apa yang diucapkan Nabila. Entahlah. Bukannya marah ia malah ingin tertawa. Namun, ia terlalu naif untuk mengeluarkan suaranya. Hanya sudut bibir yang sedikit terangkat yang mampu ia tunjukkan. Ya... walaupun hanya senyuman tipis. Sangat tipis sampai-sampai siapapun tidak akan menyadari bahwa Aldebaran tersenyum. Mungkin saja laki-laki itu juga tidak menyadari bahwa dirinya sedang tersenyum.

☆☆☆


"Al, rumah lo masih jauh nggak, sih?"

Ini sudah kesekian kalinya Nabila bertanya hal itu. Ia sudah merasakan lelah disekujur tubuhnya. Rambutnya kini juga sudah ia ikat berbentuk cepol asal-asalan agar tubuhnya bisa merasakan sedikit kesejukan.

Bintang PelindungWhere stories live. Discover now