BAGIAN 14: HUJAN

526 48 3
                                    

"Pagi! Al."

Sapaan seorang gadis yang mengganggu damainya pagi hari. Sapaan semangat yang terlalu memekakan telinga. Sepertinya jika setiap hari seperti ini Aldebaran harus pergi ke dokter THT untuk memeriksakan telinganya

Nabila duduk dengan santai disamping Aldebaran. Seperti biasa, ketika Nabila datang Aldebaran selalu menyumbat telinganya dengan earphone miliknya. Berharap suara berisik dari mulut gadis di sampingnya tak mampu menembus suara musik yang ia dengarkan.

"Hm." Jawab Aldebaran malas.

"Ya, elah. Al, ini masih pagi. Masa udah lemes aja sih? Belum sarapan?"

"Udah. Lo bawa tugas yang kemaren kan?"

"Bawa kok. Ada yang aku edit sedikit. Coba kamu cek dulu. Nanti kalok ada yang kurang atau ada yang salah tolong benerin. Aku mau ke perpustakaan. Ngembaliin buku." Nabila memberikan laptop hitam dengan beberapa stiker yang menghias rapih disana dan pergi meninggalkan Aldebaran dengan laptop itu.

Jari Aldebaran mulai menekan tombol power untuk menghidupkan laptop itu dan menunggunya sesaat. Mata Aldebaran berhasil membulat dengan sempurna saat wallpaper laptop milik Nabila muncul. Menampakkan seseorang yang sangat mirip dengannya sedang mengobrol dengan Nabila di sebuah rumah makan. Nampak sekali raut wajah sedih yang terlukis di wajah Nabila. Sepertinya gambar itu diambil saat mereka tengah mengadakan sebuah makan malam. Nabila dengan wajah sedihnya dan seseorang yang menggunakan tuxedo berwarna silver tengah mengatupkan kedua tangannya seperti memohon sesuatu.

Aldebaran terus saja memandangi wallpaper laptop dihadapannya hingga ia tak sadar bahwa Nabila tengah kembali dari acara mengembalikan bukunya. Tak ada pembicaraan diatara mereka. Nabila memilih diam dan membiarkan Aldebaran mengamati gambar itu. Hingga Nabila mulai melihat Aldebaran yang keheranan.

"Namanya Nafis Alamsyah." Ucap Nabila memecahkan keheningan diantara mereka berdua. Lalu dengan santainya duduk disamping Aldebaran.

Aldebaran mengalihkan pandangannya dari layar laptop dan mengarah pada Nabila. Lalu ia kembali memandang laptop seolah meminta penjelasan lebih dari Nabila.

"Foto itu diambil saat pertemuan kami yang terakhir. Dia minta maaf karena dia harus pergi ke Itali untuk membantu mengurus bisnis papanya karena papa sedang sibuk di Jepang. Awalnya aku sempet gak bolehin sampek akhirnya dia mohon kaya gitu." Nabila menjeda ucapannya dan memandang layar laptopnya. "Dia bilang dia janji bakalan cepet kembali kalau urusannya udah selesai. Tapi ternyata Tuhan lebih sayang sama dia. Pesawat yang dia tumpangi terbakar dan dia pergi untuk selamanya. Itu lah alasan kenapa dulu aku mikir kamu itu setan dan aku sempet panggil kamu Nafis." Jelas Nabila panjang.

Aldebaran mengangguk mengerti atas cerita yang keluar dari mulut Nabila. "Gue turut berduka cita atas meninggalnya Nafis."

"Iya, makasih."

Suasana menjadi canggung. Tak ada percakapan diantara mereka. Aldebaran masih memandang layar laptop dihadapannya. Hingga bel sekolahpun berbunyi tanda pelajaran akan segera dimulai.

"Eh! Udah bunyi ada nih bel. Udah kamu cek?" Tanya Nabila memecahkan keheningan diantara mereka.

"Belom. Habis dari tadi gue liatin wallpaper lo. Kok bisa mirip gitu ya sama gue?" Aldebaran tak bisa menyembunyikan rasa herannya.

"Kamu percaya mitos nggak?"

"Ntahlah." Aldebaran mengangkat bahunya ragu.

Bintang PelindungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang