BAGIAN 15: MASA LALU

486 43 1
                                    

Klek!

Aldebaran membuka pintu rumah minimalis bergaya Yunani. Tangannya yang dingin kembali menutup pintu. Keadaan rumah sangatlah hening. Seperti tak ada orang. Aldebaran memilih untuk berkeliling rumah yang tak begitu luas itu.

"Bunda..." panggil Aldebaran sembari berjalan berkeliling rumah. Matanya yang tajam sangat jeli melihat setiap sudut ruangan yang terdapat di rumah itu. Ia tak mendapati sosok wanita yang ia cari itu.

Aldebaran berjalan menuju dapur dan melihat secarik kertas yang tertempel di pintu kulkas dengan magnet. Sepertinya kertas itu adalah pesan dari Rania-bunda Aldebaran. Dengan cepat tangan Aldebaran menarik kertas itu dan membacanya.

_____________

Al,

Ini bunda. Bunda mau pergi sebentar menemui seseorang. Mungkin bunda akan pulang sedikit larut malam. Jaga dirimu.

Bunda

_________________

Aldebaran melipat kertas itu dan kembali menempelkannya pada pintu kulkas. Ada perasaan tidak enak saat ia membaca pesan dari ibunya. Di pesan itu tertuliskan bahwa ibunya akan pergi menemui seseorang. Tapi, siapa seseorang itu? Rasa khawatir menghampiri diri Aldebaran ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi yang terdapat di dalam kamarnya. Mandi dan berganti pakaian agar ia tak merasakan yang namanya masuk angin.

Dilain tempat, Nabila sedang duduk dipinggiran ranjang sembari mengusap rambutnya yang basah. Ia kembali mengingat saat hujan dan Aldebaran menemaninya tadi siang. Ia merasa geli saat mengingat Aldebaran yang pada akhirnya mau mengikutinya untuk bermain hujan. Bahkan pada akhirnya Aldebaranlah yang terlihat lebih seperti anak kecil.

Seulas senyum terlukis di bibir tipis Nabila. Iya, dua sudut bibirnya tak ia sadari terangkat. Satu hal yang ingin ia katakan saat ini kepada Tuhan. 'Ia Bahagia.'

"Terima kasih Tuhan." Ucap Nabila pelan. Sangat pelang. Mungkin hanya dirinya saja yang dapat memdengar ucapan itu.

Nabila merebahkan tubuhnya di atas kasur yang sangat empuk. Mencoba memejamkan mata dan mengistirahatkan tubuhnya. Namun, baru saja ia hempir terbawa ke alam mimpi. Pendengarannya harus terganggu oleh suara ketukan pintu.

Tok! Tok! Tok!

"Nabila, bangun. Kita makan malam dulu." Teriakam itu menyusul suara ketukan pintu dan berhasil membuat mata Nabila yang tadinya terpejam kini terbuka.

"Iya, oma. Bila bangun." Sahut Nabila.

Dengan sangat malas ia bangun dari tidurnya dan berjalan melangkahkan kakinya menuju ruang makan. Ruangan dengan meja persegi panjang  dan beberapa kursi yang mengelilinginya. Nabila duduk dihadapan omanya yang tengah sibuk mengambilkan makanan untuk opanya. Terjadi keheningan diantara mereka bertiga. Hanya suara sendok yang beradu dengan piring saja yang mendominasi keheningan.

Nabila menghabiskan makanannya dengan sedikit cepat karena entak kenapa ia ingin segera mengistirahatkan tubuhnya.

"Pelan-pelan bil." Tegur oma yang mengamati Nabila tengah serius melahap makanannya.

"Iya, ma."

"Tadi dari mana saja kamu, bil? Kok sekolah pulangnya telat." Kini giliran opa yang berbicara.

Bintang PelindungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang