1

1.4K 133 26
                                    

Nobody sees......

Nobody knows....

We are a secret......

Can't be exposed.....

That's how it is,

That's how it goes,

Far from the others,

Close to each other.

Demi tuhan, demi langit dan bumi dan semua ciptaannya. Setiap lirik dilagu itu menggambarkanku dengannya. Ini lagu KITA. Kita yang tak pernah terlihat, terdengar, atau mereka percayai. Kita adalah rahasia demi kebaikan kita sendiri, Katanya.

Tapi, nyatanya?

Hurt.

Kita selalu terluka. Selalu kita yang menelan ludah kita sendiri. Meremas kepala kita, karena bosan. Bosan dengan hal palsu yang mereka anggap asli dan benar-benar terjadi.

Bosan saat hasratku ingin mendekapnya, mereka melarang itu.

Bosan saat jari-jemari kami saling bertaut, dan mereka usik.

Bosan saat lagi-lagi para fans mempercayai tipuan mereka dibanding kami.

Kau tahu jika kesabaran memiliki batas?

Tapi, rasa bosan kita sepertinya tak akan pernah selesai. Jika kita menginginkan kebebasan, maka band ini akan berakhir, selamanya.

Harry's POV

"Hazz.."

Desahan itu, membangunkanku dari lamunanku. Lamunan yang tak sedetikpun ku tinggalkan sejak tadi.

"Hey..." balasku pada simanis sunshine yang sedari tadi kulamunkan. Louis.

Dia mendesah. Jemarinya yang indah mencabut headset yang sedari tadi tertanam di kupingku.

"Kau tidak mendengarkanku!" ujarnya. Bibir tipisnya melengkung. Ia cemberut. Oh sungguh menggemaskan.

"I'm sorry, I just listen to this song.    you wanna listen too?"

"Give me one"

Ku beri salah satu anak headsetku. Membiarkannya mendengarkan lagu yang sedari tadi membuatku tertegun.

Nobody sees - Nobody knows,

We are a secret - can't be exposed,

That's how it is - That's how it goes,

Far from the others,

Close to each other,

That's when we uncover, cover, cover.

That's when we uncover, cover, cover.

Kudongakan kepalaku menatapnya yang terbaring dibelakangku. Dia hanya memejamkan matanya sambil menjatuhkan kepalanya dipundakku. Pelukan tangannya dipinggangku semakin erat. Seketika aku merasa semakin terjaga dan terlindungi.

Kutepis helai rambut yang menutupi sebagian wajahnya. Dan tanganku tak mau berhenti mengelus pipinya. Sesaat, dia membuka matanya. Sinar biru laut dimatanya langsung membuatku tersentak. Tanpa disuruh, jantungku berdetak tujuh kali lipat dari biasanya.

"How?" lirihku.

"Kau tahu, Harry? This Lyrics is make me die..." balasnya.

Kuulaskan senyum untuknya. Memang itu juga yang aku rasakan.

Saat sepi, aku bertanya. "Sampai kapan kita akan terus bersembunyi?"

Dia hanya tersenyum tipis dibalik pundakku.

Kubenarkan posisi terbaringku untuk memudahkanku menatap wajahnya. "Aku serius"

Lagi-lagi Louis tersenyum sok tegar. Aku benci itu!

"Lamanya kita bersembunyi bukanlah pertanyaan yang harus dipertanyakan"

"Begitukah?"

"Jawaban itu sudah pasti Harry..... selamanya"

"Selamanya?"

"Yeah, kita akan menyembunyikan ini selamanya. Walaupun suatu hari nanti dunia telah mengetahui kita, kita akan tetap bersembunyi dari tuhan! Aku malu Harry akan diriku yang seperti ini"

"Haha...... kita tidak bisa sembunyi dari tuhan!"

Aku tertegun. Sekali lagi jawaban dari bibirnya membuatku kehilangan kata-kata. Ya! Aku tahu ini dilarang. Kami bukan Atheis yang bebas melakukan apasaja sesuka kami. Kami masih punya peraturan. Peraturan yang mengikat kami hingga sekarang.

"Good job......."

Prok... Prok.... Prok....

Samar-samar terdengar suara seorang pria yang familiar ditelingaku. Sambil bertepuk tangan, dia mendekat kearah kami. yang masih terbaring di ranjang.

"Sudah berapa ronde, huh?"

Aku terdiam. Begitupun Louis.

"Apa malam ini indah, dude?"

"Simon, kami tidak melakukannya"

"Yeah.... kalian tidak melakukannya, you just do it!" bentaknya.

Seorang pria yang nampak kebapak-an itu berdiri tegang di depan ranjang. Wajahnya memerah dan beberapa urat di leher dan tengkuknya menonjol.

Simon Cowell, pria yang sering muncul di berbagai acara talent show sebagai juri ini adalah, Produser kami. One Direction. Dan dia sangat membenci kami.

"Kemari kalian!"

"Si- we don't do anything..."

"I say HERE! NOW!"

Mau tak mau kami harus terbangun dari posisi yang sumpah sangat nyaman ini. Menghampiri Simon yang masih berdiri tegang dengan rahang yang mengeras.

"Aku bersumpah belum melakukannya dengan Har--" [SLAP]

Simon menampar Louis,

Simon menampar Louis,

Simon menampar Louis,

Tolong bunuh aku!

[SLAP]

Dia pun menamparku. Yeah! Dia menampar kami. Bukan tamparan yang sering kau lihat di sinetron atau telenovela. Tamparan ini terasa seperti cambukan. Terlalu keras! Terlalu kasar!

Louis menyusut darah disudut bibirnya. Matanya terlihat berapi-api. Dia menatap Simon just like eagle. Lalu menatap tapakan tangan dipipiku sekilas.

Dia menatap Simon lagi sambil bergumam. "We just kissing on bed! It's wrong?"

Wahahahahahaha cerita ini modelnya jadul amatya?:( kaga ada geregednya. maap ya. Masih belajar tentang Larry. gaissssss Larry is real! jangan menghindar dari fakta itu. Please:') di next chapter gue bakal nunjukin bukti-bukti kalo larry real. itu juga kalo ada yang minta buat next:( so, hope banget ada yang koment. gue lanjut kalo vommentnya udh banyak ya. you know lah sesama author kan butuh semangat:')

Look At Us! (Larry Stylinson)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang