Acht

2.9K 243 5
                                    

Enjoy reading.

Bintang dan comments, he he.




Orang tua mana yang tidak kesal bila dianggap mati oleh anaknya.
Nare benar - benar kesal, pergi meninggalkan Hinar dan Pratiwi yang sedang menikmati makan siang.

Ia memasuki mobil yang telah siap di lobby resto. Nare menyebutkan alamat yang akan di tuju.

Untuk pertama kalinya, Nare bicara dengan anaknya di luar kontek pekerjaan, senyum mengembang di wajahnya.

Tapi senyum itu hilang, begitu teringat perkataan Hinar bahwa dia dianggap mati, Kinanthi mengapa dia bilang ke anak mereka, kalau ayahnya Hinar mati.

Atau Hinar membencinya, menganggap dia mati, entahlah mana yang benar, Nare pusing dan marah secara bersamaan.

Mobil telah sampai pada pinggiran kota. Mulai memasuki jalanan menanjak, melewati jalanan terjal.

Kenapa dengan jalanan pinggir sawah ini, sungguh tidak mengenakkan, berbatu yang menyulitkan mobil lewat.

"Kita sudah sampai Pak!"

Suara Niko, tangan kanan Nare membuyarkan lamunan tentang keluarga kecilnya.

Nare memandang sekeliling tempat ini, rumah di atas bukit, tersembunyi dari dunia luar. Kalau ke atas bukit, baru akan terlihat rumah ini.

Nare dan Niko memasuki rumah yang tampak sederhana itu.

"Ada apa, Sean?" tanya Nare langsung.

Orang kepercayaan Nare yang lain selain Niko, kalau Niko begitu terlihat sebagai asisten pribadi, sedang Sean di wilayah abu - abu.

"Kita ke bawah Pak!" ucap Sean.

Nare dan Niko mengikuti Sean, menuju almari kayu, membuka pintunya, lalu tangan kanan Sean terangkat ke langit almari, terbukalah pintu rahasia dengan tangga menurun.

Setelah mereka menuruni tangga lalu berjalan menuju lorong, sampailah pada pintu yang di tuju.

Ketika memasuki ruang itu, Nare lihat seseorang di atas ranjang dengan selang - selang penunjang hidup dan dokter yang memeriksanya.

"Bagaimana Phil, keadaannya?" tanya Sean.

Sean mendekati Philip, dokter khusus di tempat persembunyian ini.

"Sudah membaik," ucap Philip.

"David?" ucap Nare.

Nare tidak percaya bahwa orang di atas ranjang itu David.

"Benar Pak Nare, dia David," ucap Sean mantap.

Sean menjawab keraguan Nare, Nare melihat keadaan yang mengenaskan, tubuh hampir semua di perban, muka lebam tapi Nare masih bisa mengenalinya.

"Bagaimana bisa, Sean, kamu tidak membuatnya seperti itu kan?" tanya Nare.

"Tidak Pak, setelah membuatnya pinsan kemarin, saya mengikutinya, dia naik taxi yang ternyata malah menculiknya," ucap Sean datar seperti biasa.

"Siapa yang menculik David?" tanya Nare lagi.

"Saya kurang tahu, penculik membawa David dan memukulinya," ucap Sean.

"Tetapi mengapa?" ucap Nare.

"Maaf terlambat menolongnya, sebelum pingsan dia bilang, tolong selamatkan keluarganya," ujar Sean.

"Kau sudah menemukan keluarganya?" tanya Nare.

"Belum Pak, tapi dilihat tiket penerbangan yang ada padanya ketika saya membuatnya pingsan adalah tiket ke Kanada," kata Sean seperti mengingat.

W A H R H E I T          (KOMPLETT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang