Achtzehn

2.1K 178 2
                                    

Enjoy reading.

Repost.





Aku segera mendapati Kinanthi dan anak - anak ku dengan wajah penasaran.

Mereka di ruangan yang tidak jauh dari lift.

Aku menghampiri isteri ku, kemudian memeluknya, menghirup wangi tubuh Kinanthi, merasakan emosi yang terjadi karena situasi ini.

"Kak Nare ada apa?"

Aku melepaskan pelukan kami.

"Aku akan sangat merasa bersalah bila terjadi sesuatu pada kalian."

"Kak Nare ada apa?"

"Yang penting kalian tidak apa - apa."

"Kak Nare?"

Akhirnya Kinanthi berkata dengan nada tinggi, kenapa aku jadi tidak fokus begini.

"Aku kira tidak ada yang berani bersuara tinggi kepada Pak Nare."

Kami menoleh kepada orang yang baru masuk dan bersuara lantang.

"Phill, benar ini kamu?" ucap Kinanthi.

Kinanthi langsung ingat dengan sosok yang baru masuk.

"Benar sayang, ini aku," ucap Phill.

Sebelum dokter Phill menggunakan modusnya untuk memeluk Kinanthi seperti dulu, aku segera memeluk Phill lebih dulu.

"Aku juga kangen pada mu, Phill," kata ku.

"Sial, kenapa kamu memeluk ku, Pak Nare?" ucap Phill.

Aku mendengar ketawa dari Kinanthi, aku pun melepas pelukan Phill.

"Aku kira setelah tua, kamu tidak modus lagi ke Kinanthi," ucap ku.

"Lihat Kinanthi, bahkan sampai saat ini, dia selalu cemburu pada ku," ucap Phill.

"Dia cemburu karena kamu sekarang tambah keren," ujar Kinanthi.

"Benarkah?" ucap Phill.

Aku mau muntah mendengarnya, lihat binar percaya dirinya di wajah Phill.

"Pak Nare, kamu tidak mau mengenalkan ku pada keluarga mu?" ucap Phill.

Aku jadi lupa tujuan sebenarnya karena reuni aneh ini.

"Phill ini isteri sah ku, Kinanthi."

Aku tahu Phill mendengus tidak suka, sedang anak - anak ku menggeleng melihat kelakuan ayahnya ini, tidak masalah.

"Ini anak tampan ku, Hinar, dan puteri kami, Dyah."

Mereka mengangguk hormat.

"Ini dokter Phill, ayah tidak perlu mengenalkan, itu Niko asisten ayah, juga Sean."

"Ini sebenarnya ada apa, Yah?"

Hinar bertanya pada ku, menuntut penjelasan.

"Aku hanya ingin kalian siap menghadapi keadaan, bila dirasa perlu."

Tiba - tiba Kinanthi mengelus tangan ku, aku menoleh padanya.

"Jangan khawatir Kak Nare, kami baik - baik saja!"

Kinanthi menatap ku lembut, memberikan kenyamanan lewat tatapannya.

"Walaupun begitu, berjaga - jaga kan wajar, aku tidak mau kecolongan yang mengakibatkan
kalian menderita lagi."

Tangan lembut Kinanthi menyentuh wajah ku, aku menerima kelembutan itu dengan menutup mata ku.

"Apa kalian akan bermesraan di sini?"

W A H R H E I T          (KOMPLETT)Where stories live. Discover now