Fünfzehn

2.5K 223 3
                                    

Enjoy reading.

Masih repost ya.




Aku tidak tahu apa yang diinginkan Aldean, tapi kenapa aku masih mempercayainya, akupun tidak tahu pasti.

"Bapak tidak perlu menghubungi Sean, dia mengikuti kita!"

Aku mengikuti putaran kepala Aldean, ku lihat mobil yang melaju di belakang.

"Kenapa tidak kamu katakan sekarang?"

Aku sangat tidak suka menunggu dan ini sudah lama kami meninggalkan kota.

"Maaf tapi saya menghindari penyadapan, orang - orang saya memastikan semuanya terkendali dulu, baru saya akan bicara dengan Bapak."

Aku mendengus kesal, tapi dengan ketelitiannya mama terlindungi sampai saat ini.

Mobil mengarah ke jalanan tidak beraspal, kemudian memelan dan berbelok memasuki rumah minimalis yang cukup asri.

"Rumah siapa ini Aldean?"

Aku penasaran kenapa dibawa kemari.

"Bapak nanti akan mengerti, ada seseorang telah menunggu di dalam."

Aku semakin kesal dengan tingkah Aldean, baiklah, aku turuti apa maunya, dari ekor mata terlihat Sean keluar dari mobilnya.

Sepertinya Sean tahu keadaan ini, ia cuma berdiri di depan mobilnya tanpa berkata apapun.

Aldean meminta ku masuk, dengan berjalan di depan membuka pintu untuk ku.

"Kau sudah datang Nare, kamu bisa pergi Aldean."

Aku begitu terkejut dengan kenyataan siapa yang menanti ku di dalam.

"Mama?"

Kalau mau ketemu anaknya kenapa juga ia harus pergi sejauh ini.

"Duduklah!"

Aku mendekat kemudian duduk di sampingnya, kepala ku memutar menelisik ruangan ini.

"Ini rumah siapa, kenapa ada photo Mama dengan lelaki asing?"

Aku lihat Mama menarik napas dalam, jemari tangannya menggenggam tangang ku.

"Ini rumah Barata Samiaji."

"Namanya mirip dengan Papa."

Aku lihat Mama menggenggam jemari ku lebih kuat, sambil menghela napas berat.

"Ini rumah Papa mu?"

"Aku tidak mengerti kemana arah pembicaraan Mama?"

"Barata Samiaji atau Sam adalah papa kandung mu."

Aku agak terkejut dengan fakta ini, setelah sekian tahun, baru tahu kenyataan ini.

Bisa aku lihat kecemasan Mama setelah mengutarakan itu.

"Mama tidak perlu risau, aku bisa menerima kenyataan ini."

Aku termenung dengan berita ini, tapi sekarang aku telah bertemu keluarga ku, paling tidak ada yang mendukung ketika harus bersedih.

"Maafkan Mama?"

Sebenarnya aku kecewa, begitu kagumnya diri ku dengan Papa Bara kenapa ternyata dia bukan papa ku.

"Semua sudah terjadi, tidak ada yang perlu disesali," ucap ku.

Aku berusaha tegar dengan kenyataan ini.

"Mama begitu mencintai papa kandung mu, tapi kakek mu tidak setuju."

Adakah seorang ayah membenci anaknya sedemikian rupa hingga menyengsarakan anaknya.

W A H R H E I T          (KOMPLETT)Where stories live. Discover now