Chapter 1

1.9K 154 108
                                    


Jason McCann selalu mendasari segala hal dengan ilmu pengetahuan. Baginya, eksistensi Tuhan hanyalah omong kosong. Pria itu beranggapan jika keberadaan Tuhan tidak memberi pengaruh apapun. Karena nyatanya ia dapat hidup dengan tenang dan merasakan nikmatnya dunia. Apa gunanya membuang-buang waktu ke tempat yang menurut sebagian orang adalah tempat kudus dan sebagainya? Tidak. Jason sama sekali tidak memercayai hal-hal yang menurutnya gaib dan tidak terlihat secara nyata.

Jason adalah seseorang yang kritis. Sebagai dosen sekaligus pengusaha yang jenius, pria itu memiliki pemikiran yang cukup kejam namun logis. Menurutnya, siapapun yang memercayai keberadaan Tuhan hanyalah orang-orang bodoh. Pemikiran yang cukup kejam, bukan? Karena baginya, Tuhan tercipta dari khayalan liar manusia yang telah putus asa. Bagaimana caranya memercayai hal yang tidak tampak sedangkan yang terlihat bisa saja menipu?

Dunia memang seironi itu.

Jason McCann adalah dosen termuda yang mengajar ilmu filsafat di Universitas Stanford sekaligus seorang pengusaha yang mewarisi seluruh harta keluarganya secara tunggal. Sepertinya seluruh anggota keluarga Jason terlahir dengan otak yang di atas rata-rata, karena keluarga McCann terkenal dengan kejeniusan mereka di segala bidang.

Apa yang sudah capai saat ini tidak pernah memuaskan. Jason tidak pernah merasa terkesan akan hal apapun. Harta, tahta, terutama wanita. Pria itu pembenci komitmen. Baginya, wanita hanya layak sebagai pemuas nafsu. Mereka tak ubahnya binatang yang dapat memberikan kepuasan pada lawan jenisnya. Ayahnya bahkan tidak mempermasalahkan jika Jason tidak sudi untuk menikah. Jason merasa bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan komitmen hanyalah sia-sia. Persepsi itu tumbuh karena Jason mencoba berpikir lebih logis. Ia tidak mau membuang-buang waktu dalam hidupnya dengan hal yang tidak berguna.

Baginya, waktu lebih berkuasa di banding Tuhan.

Karena waktu bisa membuat segala sesuatu menjadi sempurna.

Kini, Jason tengah berkutat dengan pekerjaannya sebagai pengusaha. Pria itu duduk dengan gestur sigap sembari menandatangani beberapa dokumen. Kacamata bening bertengger di batang hidungnya yang terpahat sempurna. Pandangan matanya yang tajam tampak fokus membaca dokumen-dokumen penting itu dengan teliti. Waktu mendampinginya. Hingga beberapa detik kemudian, ketukan pintu terdengar diikuti gumaman lembut seorang wanita. Membuat Jason praktis mendongak seraya berdecak tidak suka.

"Profesor McCann, Mr. Raymond menunggu Anda di ruangannya." ucap seorang wanita dengan potongan baju yang terbilang ketat dan sedikit terbuka di bagian dadanya yang tampak membusung.

Melihat pemandangan di depannya, Jason mendengus. Pria itu sempat menilik penampilan wanita pirang di hadapannya dengan tatapan menusuk, lalu memalingkan wajah dengan muak. Sial. Jason paham jika wanita itu bermaksud menggodanya dengan payudara besar. Tapi jika wanita itu bisa berpikiran lebih logis, ketahuilah bahwa Jason muak sekarang. Ia benci melihat payudara palsu. Wanita itu melakukan implan.

"Ayahku? Memanggilku?" ulang Jason sarkastis.

"Yes, Sir."

"Untuk apa?" balas Jason cepat.

"Pembicaraan mengenai bisnis properti, Tuan. Seperti biasa."

Wanita pirang itu menghela napas seraya memelintir ujung rambutnya yang ikal. Tingkahnya benar-benar membuat Jason muak. Pria itu kembali mendengus seraya membenarkan letak kacamatanya. Sial. Mengapa Mr. Raymond--yang tak lain adalah ayahnya sendiri--bisa menerima sekretaris murahan seperti ini? Jason membatin tak terima.

Jason akui kalau ia memang laki-laki bajingan, namun pria itu menjunjung tinggi akan moral dan etika dalam bekerja. Ia benci melihat bawahannya yang bertingkah sembarangan, berpakaian kurang rapi bahkan memakai rok ketat bagi sebagian wanita yang bekerja di bawah peraturannya. Jason menuntut sesuatu yang sempurna dalam pekerjaan. Sejenis profesionalitas dalam kinerja seorang manusia.

AtheisWhere stories live. Discover now