Bab 9: Si Tukang Nguping

3.2K 116 1
                                    

Kelas sudah usai, namun tugas Laluna belum selesai. Dengan tampang memelas ia melambaikan tangan pada Diandra dan Tommy, serta Risa, dan juga pada si badung Rio yang menertawainya.

"Hari pertama masuk udah apes aja lo," ujar Rio tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Laluna memelototi Rio.

            "Sana lo pulang! Ngabis-ngabisin oksigen doang lo di sini," omel Diandra. Rio mencibir dan melenggang pergi.

            "Yakin lo nggak mau gue temenin, Lun?" tanya Diandra untuk yang kesekian kalinya.

            "Nggak apa-apa, toh gue nanti pulang pakai taksi," jawab Laluna pelan. "Lagian kasihan Kak Tommy," Laluna melirik Tommy yang menunggu Diandra di luar kelas.

            "Sana," suruhnya sambil mendorong punggung Diandra keluar.

            Selama semenit Laluna memandangi punggung sahabatnya sambil menghela nafas. Ia menggoyang-goyang pergelangan kakinya, mengernyit sedikit saat rasa nyeri muncul. Bu Hamidah tidak akan terima kalau Laluna mangkir dari hukuman hanya karena kakinya sakit. Sedikit tertatih, ia bergerak ke lemari perlengkapan untuk mengambil sapu dan pengki, namun langkahnya terhenti.

            Adam berdiri di hadapannya, lengkap dengan sapu dan pengki di tangan. "Kita mulai dari mana?" tanyanya.

            Laluna mendelik. "Ngapain di sini?"

            "Bantuin elo lah," jawabnya santai.

            "Nggak perlu," desis Laluna sambil merebut sapu dari tangan Adam. Ia mulai menyapu lantai kelas, mengabaikan kakinya yang berdenyut dan tatapan Adam yang menusuk. Tuhan, mendadak ruangan ini terasa panas sekali.

            Sepuluh menit kelas tersebut hening, hanya ada suara gesekan sapu ke lantai, sesekali decit meja yang digeser Laluna. Dengan sudut matanya, ia melihat Adam bersandar di meja guru dengan tangan bersedekap, memandangi Laluna.

            "Jangan lihat-lihat," ucap Laluna tajam.

            "Terus gue bolehnya ngapain?" tanya Adam.

            "Apa aja asal jangan gangguin gue," Laluna menjawab.

            "Gue kan nggak gangguin elo. Gue cuma mau nolongin lo," ujar Adam.

            "Bantuin gue dengan cara berdiri doang? Gitu?" omel Laluna.

            "Tadi katanya nggak mau dibantu," senyum iseng merekah di bibir Adam.

            Laluna menghembuskan nafas kesal, dan memilih untuk tidak menanggapi Adam. Ia lewat di depan Adam membawa pengki berisi sampah dan menuangkannya ke keranjang yang terletak di sebelah pintu. Laluna melirik ke koridor karena mendengar suara langkah kaki mendekat, dan melihat Amelia berjalan menuju kelasnya.

            "Pacar lo ke sini," ujar Laluna ketus.

            Adam mengernyit, "Pacar gue? Siapa?"

            "Oh? Memangnya lebih dari satu?" cecar Laluna.

            "Cemburu?" goda Adam.

            Ingin rasanya Laluna melemparkan pengki yang sedang ia pegang ke wajah Adam supaya lelaki tersebut berhenti tersenyum.

            "Amit-amit," hanya itu yang sanggup Laluna ucapkan. "Tuh, dia dateng."

            Senyum Amelia pudar melihat kehadiran Laluna. Ia menatap Laluna, kemudian Adam, lalu kembali lagi ke Laluna.

            "Baru masuk hari ini, Lun?" sapanya basa-basi.

            "Iya. Apa kabar?" Laluna balas berbasa-basi.

            Adam memandangi mereka berdua dengan geli. Jelas sekali ada gesekan tinggi di antara kedua cewek itu, namun kedua belah pihak saling menahan diri sehingga jadinya kelewat kaku.

            "Cari siapa?" tanya Laluna pura-pura bego.

            "Adamlah. Siapa lagi?" Meskipun kata-katanya sarat dengan rasa tidak senang, namun sebuah senyuman manis terulas di bibir Amelia.

            Adam mendekat. Ia berdiri di samping Laluna. "Ada apa?" tanya Adam datar.

            Laluna berdeham, ia menyibukkan diri dengan keranjang sampah yang mulai penuh, namun telinganya dipasang tajam-tajam.

            "Pulang bareng yuk," ajak Amelia.

            "Tau gue masih di sekolah dari siapa?" Adam tidak menyahuti ajakan Amelia.

            Laluna mengangkat keranjang sampah pelan-pelan, dan melangkah lambat-lambat. Ia masih ingin menguping, tetapi ia tidak punya alasan lain untuk berlama-lama di kelas karena pekerjaannya sudah selesai. Yang tersisa hanyalah membuang sampah di bak penampungan, sehingga ke sanalah ia menuju saat ini. Tetapi telinga dan perhatiannya tetap terpusat pada Adam dan Amelia.

            "Dari Rio," jawab Amelia.

            Laluna mendengar Adam mendecakkan lidah.

            "Yuk," ajak Amelia lagi.

            Laluna menggelengkan kepalanya, heran dengan dirinya sendiri. Kenapa sih ia mendadak tertarik dengan urusan orang lain? Tapi ini kan bukan orang lain, ini kan Adam, bisik suara hatinya. Aaaarrrrrgghhh, Laluna jadi stres sendiri.

            "Tapi gue udah janji mau pulang bareng Laluna," Laluna mendengar perkataan Adam yang langsung membuatnya terhenti.

            Laluna membalikkan badan tak percaya, dan ia terkejut melihat Adam berjalan acuh tak acuh melewati Amelia yang melongo tak percaya. "Sini, gue yang bawain," ujar Adam sambil mengambil keranjang sampah dari tangan Laluna dan berjalan santai ke bak penampungan di belakang sekolah.

            Laluna melempar pandang sekali lagi ke arah Amelia yang tertegun, dan buru-buru menyusul Adam.

            "Maksud lo apa?" tuntutnya.

            "Maksud gue apa gimana?" Adam balik bertanya.

            "Jadiin gue kambing hitam," ujar Laluna seraya berusaha meraih keranjang sampah yang dipegang Adam.

            "Udah, biar gue aja," Adam berkata. "Ini berat, lagian kaki lo masih sakit kan?" Adam melirik pergelangan kaki Laluna.

            Laluna mengalah. "Makasih," gumamnya.

            Adam tersenyum kecil. "Maaf gara-gara gue lo jadi dihukum Bu Hamidah," ucapnya dengan nada yang lebih lembut.

            Ucapan Adam barusan, nada suara yang ia gunakan, mengembalikan kenangan lama. Sejenak, ia seperti melihat Adam versi SMP berjalan di sampingnya.

            "Gue minta maaf doang pipi lo udah merah begitu, Na," ujar Adam sambil tertawa.

            Bayangan Adam versi SMP buyar seketika, digantikan oleh Adam versi masa kini, yang usil, tengil, dan suka ngomong sembarangan.

            Laluna mendengus dan balik kanan meninggalkan Adam. "Kalau lo emang segitu inginnya ngebantu gue, lo bisa kan buang sampah sendirian?" ujarnya sambil ngeloyor pergi.

***

Please comment and vote :*

Adam dan LalunaWhere stories live. Discover now