00. Prolog

786 77 36
                                    

HARAP DIINGAT!!

Cerita ini akan memakai visualisasi idol dan ulzzang, terutama anak-anak SVT. Apabila nanti menemukan editan idol A & B, misalnya. Itu murni hanya untuk keperluan visualisasi dalam cerita ini, tidak bermaksud untuk menjadi shipper atau segala macamnya. Sekali lagi, INI MURNI HANYA KEPERLUAN VISUALISASI SAJA.

Satu lagi, TOLONG JANGAN LATAH! Jangan latah ya tolong. Dika adalah Dika. Mingyu adalah Mingyu. Dika cuma karakter fiksi, sedangkan Mingyu itu asli. Dan itu semua berlaku juga buat karakter-karakter yang lain di cerita ini. Aku tekankan sekali lagi, SEMUA KARAKTER YANG ADA DI CERITA INI ADALAH FIKSI. Jadi, jangan sampai isi sosial media daripada idol atau ulzzang yang aku jadikan visualisasi itu isinya penuh kelatahan. Kenali dan sukai idol sebagai dirinya sendiri, bukan berdasarkan tokoh cerita yang kalian baca dan sukai.

Terima kasih atas pengertiannya, ya, Teman-teman!

Aku yakin kalian semua yang baca cerita ini adalah orang-orang bijak<3

-----

"Besok kayaknya gue udah mulai sibuk, mau urus berkas sama yang lainnya," kata Dika sambil menyuapkan sesendok kuah mie ke dalam mulutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Besok kayaknya gue udah mulai sibuk, mau urus berkas sama yang lainnya," kata Dika sambil menyuapkan sesendok kuah mie ke dalam mulutnya.

"Prosedurnya gimana, sih? Apa dulu yang harus dilakukan?"

"Datang ke Polres dulu buat ukur tinggi sama berat badan. Kalau semuanya udah sesuai, nanti bisa lanjut tes mata kayak tes buta warna gitu. Nah, abis itu kita nanti disuruh milih mau Akpol, Bintara, atau Tamtama."
Olin mengubah posisi duduknya menjadi berhadapan dengan Dika. Dia menatap cowok itu dengan serius, "Apa bedanya toh nanti juga sama-sama akan jadi Polisi?"

"Jelas beda." Dika kembali menjelaskan, "Kalau Akpol masa pendidikannya 4 tahun, terus kalau udah lulus pangkatnya juga lebih tinggi dari lulusan Bintara sama Tamtama, setelah lulus pangkatnya Inspektur Polisi Dua (Ipda) dan dapat gelar Sarjana Ilmu Kepolisian (S.IK). Setahu gue Akpol itu tesnya lebih susah, nilainya harus sempurna, dan jumlah kuota penerimaannya lebih sedikit. Jadi, kalau mau masuk Akpol tuh harus benar-benar mempersiapkan diri dari jauh. Terus nih, ya, mereka harus menempuh pendidikan setidaknya 3 tahun buat bisa jadi Inspektur Polisi Satu (Iptu). Dan, kalau mau pangkatnya lebih tinggi harus pendidikan lagi selama 6 tahun, baru bisa dapat gelar Ajudan Komisaris Polisi. Kalau ikut pendidikan lagi nanti dapat pangkat AKBP dan Komisaris Besar."

"Kalau Bintara gimana?"

"Bintara masa pendidikannya sekitar 6 atau 7 bulan, gue lupa pokoknya nggak selama Akpol. Bintara juga ada beberapa bagian, kalau nggak salah ada bintara umum, penerbangan, pelayaran, kimia, musik, sama TI. Untuk masalah pangkat, menurut gue ya standar aja, sih, nanti pangkatnya Brigadir Dua (Bripda). Tapi, kuota penerimaannya lebih banyak daripada Akpol. Nggak heran kalau bintara lebih banyak peminatnya."

"Terus kalau Tamtama?"

"Tamtama hampir sama kayak Bintara, cuma bedanya kalau Tamtama itu cowok semua dan pangkatnya lebih kecil dari Bintara. Kuota penerimaannya juga lebih banyak dari Bintara, Be."

Olin mengangguk, mengisyaratkan bahwa dia sudah paham dengan penjelasan yang diberikan Dika. Gadis itu memandangi Dika---cowok yang sudah menjadi sahabat baiknya sejak keduanya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Tidak menyangka jika sosok Dika yang ia kenal mendadak ingin mendaftar sebagai polisi. Padahal, sebelumnya mereka berdua sudah merencanakan akan kuliah di universitas yang sama. Tapi, pada akhirnya Dika memutuskan untuk mendaftar polisi, membatalkan janji yang sudah dia buat bersama Olin sejak awal masuk SMA.

"Jadi, lo pilih yang mana? Akpol, Bintara, atau Tamtama?" Untuk yang kesekian kalinya Olin kembali bertanya, "Pasti Akpol, ya?"

Dika menggeleng, "Nggak, Be, Gue pilih Bintara aja."

"Loh, kenapa nggak Akpol aja? Kan keren tuh kayaknya," sahut Olin santai.

"Gue, kan, niatnya mau mengabdi sama negara bukan buat keren-kerenan," balas Dika.

Gadis itu menghela napas panjang, lantas mengambil alih semangkuk mie milik Dika. Dengan wajah tanpa dosa, Olin memakan mie itu dengan lahap tanpa memedulikan Sang pemilik yang menatapnya heran.
"Lo mah watados, ya?"

"Hah?"

"Iya, wajah Lo tanpa dosa banget ngambil makanan punya gue."

"Bilang aja nggak boleh. Dasar pelit," desisnya.

Dika tertawa. Gadis di depannya ini memang tak pernah berubah sejak dulu, selalu keras kepala dan ingin menang sendiri.
"Nanti kalau gue memenuhi syarat, temani gue isi blangko sama minta tanda tangan ke RT, RW, Kades, Camat. Nanti kita balik lagi ke Polres, buat daftar online dan dapat nomor."

Olin berdecak, "Harus banget kayak gitu, Bo? Banyak banget yang harus dilakuin."

"Namanya juga perjuangan, Be." Dika terdiam untuk beberapa saat, kemudian matanya menatap lurus kepada Olin, "Be, lo nggak ada niat buat daftar polisi juga sama gue?"

Pertanyaan Dika membuat Olin menghentikan aktivitas makannya. Dia menatap Dika lekat, beberapa menit setelahnya Olin menghembuskan napas pelan. "Kayaknya nggak dulu, deh."

"Jadi, mau kuliah di Jogja?"

Olin mengangguk.

"Iya udah, apa pun itu akan gue dukung. Asal lo mau janji satu hal, kita harus terus berkomunikasi apa pun keadaannya. Kabarin gue setiap saat, nggak mau tahu pokoknya harus!"

Olin kembali mengangguk sebagai tanggapan atas ucapan Dika beberapa saat yang lalu. Mereka berteman terlalu dekat dan sangat dekat. Pertemanan yang terjalin murni karena mereka dekat sejak kecil. Mungkin tidak ada cinta, jika dilihat dari pihak Dika. Tapi, jika dilihat dari pihak Olin semuanya akan nampak berbeda. Namun, Olin sudah cukup merasa puas dengan hubungannya dengan Dika yang tidak pernah berubah sampai detik ini. Bagi Olin, cukup selalu dekat dengan Dika saja, sudah membuatnya sangat bersyukur.

Nyatanya, setelah sekian lama waktu berlalu... dia masih selalu berdiri dengan kokohnya di suatu tempat yang mungkin tak pernah tergantikan.

Iya, dia. Sekala Dikara Prawira.

-----

A/n:

Semoga cerita ini bisa bertahan sampai akhir.

Sebenarnya dari dulu pengin banget bikin cerita terus visualisasinya Mingyu dan baru kesampaian sekarang, hehe.

Hasil dari kegalauan beberapa hari karena kangen Mingyu akhirnya membuahkan hasil; cerita ini. Mueheee

Terima kasih kepada yang sudah mau mampir dan membaca karya-karyaku.

Selamat membaca!

Sekala Dalam Cerita | Kim Mingyu√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang