part 11

2K 159 8
                                    

Lagi-lagi si psikopat gila itu mengirimiku pesan. Apa yang sesungguhnya dia inginkan dariku? Apakah suatu kewajiban kita selalu mengingat orang yang pernah hadir dalam hidup kita? Tidak kan?

Ah....dia benar-benar psikopat. Entah bagaiamana aku bisa mengenal di dulu hingga sekarang terjebak dalam permainan sang psikopat.

"Aku pulang dulu pah, aku pasti akan sering menemui papa," kataku lalu mencium nisan papa.

Aku berjalan menjauh dari makam papa. Entah bagaimana aku merasa ada seseorang yang tengah memperhatikanku. Aku melihat kesekelilingku tapi aku tak menemukan siapa pun. Disini hanya ada aku seorang diri dan tak ada yang lainnya.

Hhhmmm....baiklah mungkin semua itu hanya perasaanku saja. Tak ada siapa pun disini, hanya ada aku sendiri, ya hanya ada aku sendiri.

Aku masuk ke dalam mobil dimana supirku telah menungguku sedari tadi. Rasanya sangat berat saat harus meninggalkan pemakaman dan meninggalkan papa seorang diri.

"Kita ke danau," kataku pada supir.

"Baik non," jawab pak supir.

Aku sandarkan kepalaku dan aku pejamkan mataku untuk mengurangi semua rasa sedih yang aku rasakan. Ingin aku menganggap semua ini hanya sebuah mimpi, tapi kenyataannya ini bukanlah sebuah mimpi, ini suatu kenyataan yang harus aku terima. Aku telah kehilangan papa untuk selamanya, dan semua ini gara-gara psikopat gila itu.

Sesampainya di danau aku langsung menuju sebuah bangku yang ada di pinggir danau. Disana adalah tempat yang paling aku sukai saat aku perlu waktu untuk menyendiri. Hanya satu orang yang tahu tempat ini, Devan.

Dimana dia sekarang? Dikala aku membutuhkan kehadiran dia, dia tak ada disini sama sekali. Ah...aku baru ingat kalau dia akan menikah minggu depan dan dia mwngundangku.

Aku memijit beberapa nomor di layar ponselku kemudian menelpon seseorang dan menunggunya tersambung.

"Hallo Cle," terdengar jawaban orang disebrang sana saat telpon di angkat.

"Hallo Dev," sapaku. Ya...aku menelpon Devan. Dia akan sangat marah jika aku tak memberitahukannya atas kepergian papa.

"Cle kenapa suaramu sengau, ada apa?"

"Papa Dev,"

"Ada apa dengan Om Hendri Cle?"

"Papa sudh tiada Dev?"

"Tiada? Maksud kamu meninggal?"

"Ya Dev?"

"Kapan?"

"Tadi, baru saja selesai pemakaman,"

"Kenapa baru ngasih tahu Cle?"

"Tadi aku panik Dev, gak kepikir untuk memberi tahumu. Maafkan aku Dev,"

"Bagaimana om meninggal Cle?"

"Dia kecelakaan. Rem mobilnya blong,"

"Aku pulang besok,"

"Jangan Dev, minggu depan kamu nikah kasiham keluargamu. Hanya aku tak bisa datang,"

"Tak apa Cle,"

"Ya sudah aku pulang dulu, kasihan mama," kataku lalu menutup telponku.

Aku kembali berjalan menuju mobil. Berulang kali aku mencoba untuk menarik nafas dalam untuk menenangkan diri. Aku ingin benar-benar memperlihatkan wajah yang tenang dan sabar di hadapan mama.

Aku masuk ke dalam mobil dan meminta supir membawaku pulang ke rumah. Aku biasanya sangat menolak untuk menggunakan supir. Tapi kali ini aku tak akan sanggup untuk membawa mobil sendirian.

Selama dalam perjalanan kembali aku mengingat semua kejadian yang terjadi padaku selama beberapa hari ini. Rasanya semua ini begitu tiba-tiba dan begitu serentak. Ada apa dengan hidupku saat ini?

Pertama aku harus bertemu dengan Indra. Seorang polisi yang bahkan aku tak pernah berharap untuk bertemu kembali dengannya. Bahkan aku berpikir bahwa dia tak akan pernah muncul di hadapanku lagi.

Kemudian pada hari yang sama aku bertemu tanpa sengaja dengan pria brengsek yang telah menyakiti hatiku hingga tercabik-cabik. Pria yang melihat wajahnya sudah sangat membuatku enek dan ingin muntah.

Dan malamnya.....psikopat gila itu mulai mengancamku. Entah apa yang seaungguhnya dia inginkan atas diriku hingga dia harus mengorbankan papa.

Mobil berhenti tepat di halaman rumah yang sangat besar. Rumah yang tampak bagai sebuah istana yang klasik namun modern. Rumah yang dikelilingi bunga-bunga indah dan wangi. Tapi sayang, bunga itu bukan bunga yang di tanam di taman, melainkan bunga bela sungkawa dari rekan bisnis dan teman papa.

Ah......andai aku hisa memilih, aku ingin segera membuang semua bunga itu dari hadapanku. Bunga-bunga itu mengingatkanku akan perihnya hatiku saat kehilangam papa.

Aku mengedarkan pandangam ke berbagai arah di halaman. Hanya kenangan bersama papa sewaktu aku kecil yang kulihat. Bagaimana aku berlari di halaman menuju pelukan papa saat papa baru pulang dari perjalanan bisnisnya.

Kadang aku masih ingin berpikir bahwa saat ini papa sedang mengadakan perjalanan bisnis yang lama. Papa bukan meninggalkan aku dan mama ke alam lain, papa hanya ke luar negeri. Tapi bunga-bunga itu selalu dan selalu membawaku kepada kenyataam bahwa papa telah tiada.

Dengan langkah gontai aku mulai melangkahkan kaki turun dari mobil dan berjalan ke arah pintu rumah yang masih terbuka menampakkan kemegahan isinya. Rasanya semua isi rumah itu tak lagi berarti ketika orang yang selalu mendukungku kini telah tiada dan tiada lagi menemaniku disini.

Aku mulai memasuki rumah dengan langkah yang serasa melayang. Air mata kembali jatuh membasahi pipiku. Aku tak bisa menahan derai air mata ini walau aku telah berusaha.

Aku melihat saudara-saudara papa tengah berkumpul di ruang keluarga. Mereka terlihat sangat sesih atas kepergian papa. Sama seperti aku yang begitu terpukul atas keadaan itu.

"Cle kamu istirahatlah," kata Tante Niken saat melihatku memasuki ruang keluarga.

"Mama mana tante?"

"Mamamu di kamar Cle sedang istirahat,"

"Aku ketemu mama dulu,"

Aku berjalan menuju kamar mama dan papa. Saat sampai di depan pintu kamar mama dan papa, tanpa mengetuknya aku langsung membuka pintu kamar. Aku melihat mama sedang duduk di kursi yang ada di kamar. Air matanya jatuh berderai tanpa bisa di tahan..mama mendekap photo papa dengan sangat erat.

Aku berjalan dengan perlahan menghampiri mama
Ku peluk mama dengan sangat erat. Kembali tangisku pecah di pundak mama.

"Mama harus kuat," kataku sedikit berbisik.

"Rasanya mama gak percaya kalau papamu telah tiada Cle,"

"Aku juga gak percaya mah. Aku masih berharap papa masih bersama kita,"

"Kita harus kuat Cle,"

"Ya mah,"

"Jenazah pak Suorapto sudah kamu urus Cle?" tanya mama. Pak Suprapto adalah supir papa yang tewas saat kecelakaam itu terjadi.

"Sudah mah, semua biaya untuk pemakaman dan tahlilan Pak Suprapto pun telah aku kirim pada keluarganya,"

"Nanti setelah masa berkabung, kita temui keluarganya,"

"Ya mah,"

"Istirahatlah Cle,"

"Baiklah mah,"

Aku beranjak dari pelukan mama. Dengan berat hati aku meninggalkan mama seorang diri di kamarnya. Aku mengerti dan paham bahwa mama butuh waktu untuk sendiri, untuk menguatkan dirinya. Waktu itu pun sama aku butuhkan.

CLEOPATRAWhere stories live. Discover now