Part 16

1.9K 146 4
                                    

Aku tak pernah menyangka jika sahabatkulah yang telah menjadi penyebab semua kesakitan yang aku rasakan selama ini.

Dan lebih parahnya dia terus saja bungkam tentang semua itu walau dia tahu bagaimana sakitnya aku karena kelakuan Aldo.

"Kalian jahat!" kataku lalu beranjak dari cafe. Aku rasanya tak ingin lagi bertemu dengan mereka walau hanya sekejap saja.

"Cle...Cle...dengar penjelasanku dulu," kata Riana sambil berusaha mengejarku.

Aku tak menghiraukannya, aku terus berlari menuju kantorku dengan air mata yang terus berderai.

Aku tak menghiraukan tatapan aneh dari para karyawanku yang melihatku berlari sambil menangis. Aku hanya ingin menumpahkan rasa sakit di hatiku.

Aku langsung masuk ke ruanganku, mencoba menenangkan diri sebelum aku rapat nanti.

Huft...berulang kali aku menarik nafas dalam mencoba melupakan semua kejadian itu. Aku masih berharap bahwa semua ini hanya mimpi bukan suatubkenyataan.

Tok...tok...tok...sebuah ketukan menyadarkanku dari semua lamunanku, semua sakit hatiku.

"Masuk," kataku.

Seorang office boy masuk ke ruanganku sambil membawa sebuah bungkusan yang sangat besar. Entah kenapa rasanya bungkusan itu cukup memberiku perasaan tak nyaman.

"Ini nona ada kiriman untuk nona," kata office boy sambil menyerahkan bungkusan itu.

"Terima kasih," kataku sambil mengambil nungkusan. Dia pun permisi dan keluar dari ruanganku.

Aku berusaha mengatur detak jantungku yang berdegup dengan sangat kencang. Bayangan akan isi bingkisan yang pernah aku terima beberapa waktu lalu membuatku sedikit tak nyaman dengan ini.

Perlahan aku membuka bingkisan yang ada di hadapanku. "Aaawww...." teriakku kaget sambil melempar bingkisan yang aku terima.

Bingkisan itu berisi sebuah gaun pengantin putih yang berlumuran darah. Entah apa maksud si peneror itu mengirimkan bingkisan ini.

"Jas...suruh office boy ke ruanganku," kataku kepada Jasmin melalui telpon.

Tok...tok...tok...sebuah ketukan terdengar di pintu ruanganku. "Masuk," kataku.

"Anda memanggilku nona," kataseorang office boy.

"Bawa bingkisan ini keluar dan jangan terima bingkisan dari orang tak di kenal yang di tujukan kepada saya," kataku.

"Baik nona," katanya sambil membawa bingkisan itu.

Shit...entah siapa yang akhir-akhir ini selalu memberikan teror padaku. Entah apa yang di inginkan dia sesungguhnya.

Pertama dia hanya menerorku lalu dia menghilangkan nyawa papa. Dan sekarang...sekarang dia kembali menerorku. Apa yang sesungguhnya orang ini mau dariku?

***
Aku baru saja selesai meeting ketika ponselku berbunyi. Aku melihat layar ponselku, ternyata Riana yang menelponku.

"Ada apa lagi dia menelponku?" tanyaku dalam hati.

Aku membiarkan ponselku terus berdering tanpa menghiraukannya. Aku sudah tak ingin lagi berbicara dengan dia yang seorang pengkhianat.

Aku segera mengambil tasku dan beranjak ke parkiran setelah aku menanyakan pada Jasmin apakah masih ada meeting atau tidak.

Aku memasuki Jazz putihku dan menjalankanya dengan kecepatan cukup tinggi. Rasanya hanya deru mesin yang dapat menenangkanku dari semuanya.

Ku akui, aku belum siap dengan semua penjelasan yang di berikan Riana dan Aldo padaku tadi. Aku masih tak percaya jika mereka telah mengkhianatiku, terutama Riana.

CLEOPATRADonde viven las historias. Descúbrelo ahora