Chapter 14 - Battlefield

1.9K 144 21
                                    

BAGIAN 1
"Apakah tidak apa? Apakah akan terjadi masalah jika aku meninggalkannya?"

Malam sunyi untuk hatinya yang gelisah, perang telah dimulai, namun dia belum diizinkan untuk berangkat. Bellatrix mengatakan untuk menunggu beberapa waktu lagi. Tapi tentu Ryu tidak bisa menerima hal itu.

Dia harus segera pergi dan membantu kerajaan milik calon istrinya, mana mungkin dia tidak gelisah. Terlebih lagi beberapa hal membuatnya tertekan, kematian Rin, perang sungguhan, nyawa, pertumpahan darah yang terjadi tak lama lagi.

"Apakah aku mampu? Apakah aku sanggup membunuh jiwa-jiwa tak bersalah?"

Pemikiran naif tersebut tiba-tiba muncul dan membayangi kehidupannya. Namun jika membiarkan mereka menang, akan menjadi kesedihan yang lebih parah.

Di saat pikirannya dipusingkan oleh masalah tentang kerajaan lain, Shelvia tertidur dengan polosnya di pelukan Ryu, bagaimana mungkin Ryu akan tega melihat wajah imut Shelvia menjadi sebuah tangisan jika dia kalah.

"Cukup, hanya aku saja yang kehilangan seseorang seperti Rin. Aku tidak ingin melihat Shelvia kehilangan orang lain selain diriku."

"Jika begitu kau sudah siap?"

(Mau tidak mau 'kan...)

"Haha, terlihat menyusahkan bagimu, ya?"

Ryu memeluk tubuh Shelvia, mendekapnya dengan kehangatan, menjaganya dengan penuh kesadaran. Tekadnya telah semakin kuat ketika melihat senyuman Shelvia, dan itu tidak akan pernah berhenti.

"Maaf, Shelvia. Mungkin ini akan sedikit menyakitkan, jadilah wanita yang tangguh."

Pagi mendatangi akademi Steinford dengan cepat, tapi tidak lama lagi musim gugur akan berubah menjadi musim dingin. Ryu meminum cangkirnya yang terisi teh hangat, pagi yang indah di Steinford namun di tempat lain, kematian sedang terjadi, ya, di medan perang.

Di atas sofa kulit Ryu menyandarkan tubuhnya dan menikmati tehnya. Sedangkan Shelvia tengah membaringkan kepalanya di dada Ryu, seperti biasanya, putri manja tersebut tak mau terlalu jauh dengan Ryu.

"Ryuzaki, kau belum menjawab satu pertanyaan dariku."

"Pertanyaan? Pertanyaan apa?"

"Besok adalah hari penting, bukan? Pesta dansa itu..."

(Ah, benar. Besok... aku harus memulai perang.)

Ryu membelai kepala Shelvia, membuatnya merasa nyaman dan lebih tenang dari sebelumnya. Seakan mereka telah menjadi pasangan suami-istri, kemesraan mereka selalu terlihat di setiap kegiatan yang mereka jalani bersama.

"Bagaimana? Kau mau 'kan menjadi pasangan dansaku?"

Tapi Ryu hanya terdiam mendengar tawaran tersebut, dia tak tahu harus berbuat apa lagi selain menjalankan rencana yang telah dibuatnya.

"Hm, aku sebenarnya... tidak bisa berdansa."

"Eh!? Benarkah? Bagaimana mungkin bisa begitu?"

Shelvia mendadak terbangun dari tidurnya ketika mendengar jawaban yang mengejutkan dari mulut kekasihnya.

"Hehe, aku berbeda denganmu, Shelvia. Kau tumbuh di keluarga kerajaan, sedangkan aku, hanya tinggal sendiri di ibukota ini."

Ryu menundukkan kepalanya, dalam hati dia ingin sekali dapat berdansa dengan kekasihnya, terlebih lagi ini adalah perayaan tahunan dari sekolah, pasti akan sangat ramai.

"T-tapi aku bisa mengajarimu."

"Tidak, aku tidak mau menyusahkanmu. Lagi pula ini adalah acara terbuka untuk tiga angkatan, kau bisa mencari orang lain yang mau berdansa denganmu."

Parallel: The Another WorldWhere stories live. Discover now