Remedi

26.4K 3.6K 213
                                    

Aku terbangun pada pagi hari selanjutnya dengan mata sembab dan rasa haus yang kuat. Mungkin efek menangis semalam teringat kenangan keluarga dulu.

Sambil bangkit dari tempat tidur, kulirik meja kayu disamping dan menyadari ada gelas tanpa air disana.

Aku menyipit ke arah Alma yang masih pulas tertidur.

Pasti dia yang menghabiskan airnya.

Merengut, aku berdiri dan berjalan menuju ke pintu, namun tak sengaja tersandung Russel yang tidur menggeletak memanjang dilantai.

Otomatis ia membuka sebelah mata, mendelik.

"O my God! Sorry Pak Russel!"
Kekeh-ku, mengusapi cepat moncongnya sebagai permohonan maaf.

Ia merespon dengan kuapan lebar serta kibasan buntut dan lanjut mengikutiku keluar kamar.

"Pagi!"

Aku, dan anehnya Russel ikutan terlonjak kaget ketika mendengar suara berat laki-laki dari belakang.

"Eh hei,"
Prajurit Uri mengulang sapaannya seraya berjalan mendekati kami.
"Aku mengagetkan kalian sepertinya-"

"Ye...ah."
Jawabku dengan tertawa tegang. Kaget karena belum terbiasa dengan adanya orang baru bersama kami sekarang.

Prajurit Uri sudah tidak menggunakan seragam lengkap seperti kemarin, hanya memakai kaus hijau tua dan celana training hitam.

"Prajurit Uri,"
Lanjutku.
"Sudah bangun dari jam berapa?"

"Dari jam enam tadi, kemudian mengecek perimeter bersama yang lain."
Jelasnya sambil memasangkan pistol ke sabuk pinggangnya.

Sekilas aku mencuri pandang ke jam tangan dipergelangan tangannya. Menunjukkan angka sepuluh delapan belas dilayar.

Aku mendengus kecil mengetahui hari sudah mulai siang. Dan merasa heran bagaimana tentara itu bangun pagi padahal mereka tidur lebih larut dari kami.

"Dimana yang lainnya?" Tanyaku.

"Di lobby, aku tadi kekamar hanya mau mengambil arlojiku yang tertinggal."

Dan betul saja. Ketika Aku sampai di lobby, Kopral Agam sedang menempelkan kain seprai ke jendela kaca lobby besar itu.

Aku hanya mengamati sebentar dan terus berlalu ke dapur, diikuti oleh Russel yang menempel dekat kakiku sedangkan Prajurit Uri tetap tinggal membantu Kopral Agam.

Ketika mendorong pintu dapur, aku menemukan Prajurit Felix sedang menggoreng daging dengan gaya seorang koki.

"Wow, kau hebat!"
Kapten Ryan terlihat antusias berbanding terbalik denganku yang memandang ngeri ke api membara diatas wajan berisi daging yang diayun-ayunkan Prajurit Felix.

"Saya sempat belajar dulu semasa awal masuk tentara." Cuap Prajurit Felix bangga.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
RED CITY : ISOLATIONWhere stories live. Discover now