11

98.4K 5.8K 280
                                    

Kehadiran anak laki-laki di tengah obrolan mereka, membuat Kenan kembali mengingat bayang-bayang masa lalunya, di mana ia memperlakukan Nada dengan sangat kasar tanpa mendengar rintihan yang keluar dari bibir mungil itu.

Dua jam yang lalu ia mengantarkan Viona ke bandara, wanita itu harus kembali ke Jakarta karena menerima panggilan dari keluarga yang mengatakan bahwa ayahnya jatuh sakit dan dilarikan ke rumah sakit.

Kenan sendirian di hotel, ia menatap langit-langit dengan tatapan menerawang, kemudian menjadi tatapan pilu. Bagaimana bisa ia melakukan sesuatu tanpa berpikir akan membuahkan hasil.

Darah dagingnya berada di bumi yang sama dengannya dan ia baru tahu kemarin. Meskipun Nada tutup mulut, tetapi Kenan tahu anak laki-laki itu pasti putranya. Dilihat dari mata, hidung serta bentuk wajah yang benar-benar mirip dengan miliknya.

Setelah keluar dari rumah Nada, Abrar menatap Kenan nyalang penuh emosi. Sahabatnya itu tak mengatakan apa-apa, tetapi terlihat jelas bahwa Abrar sangat marah dan kecewa, sedangkan Zara merasa puas dengan ekspresi yang dilayangkan pria itu kepadanya.

Satu-satunya orang yang tak menyadari kemiripan Kenan dan anak laki-laki tersebut adalah Viona. Wanita itu terlihat biasa saja seolah-olah Dhan bukanlah ancaman, padahal Kenan sudah sangat gelisah memikirkan perceraiannya yang pasti akan terhambat akibat kehadiran Dhan.

Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi, Kenan ingin mengunjungi rumah Nada. Namun, ia tahu jam begini wanita itu masih berada di tempat kerja dan sudah pasti ia tidak akan menemukan siapa-siapa di sana.

Satu ide terbesit di kepala Kenan. Mengajak Nada untuk makan siang bersama mungkin bisa membuat pertanyaan di kepala menjurus ke jawaban yang sebenarnya. Kenan khawatir jika anak laki-laki itu adalah putranya, apakah Dhan akan menerima dirinya yang menanamkan benih, tetapi tidak  bertanggung jawab sama sekali.

Sudah berapa banyak waktu yang ia lewati untuk bermain bersama anak laki-laki itu. Kenan benar-benar merasa seperti seorang bajingan, ia adalah seorang ayah yang sangat buruk di antara banyaknya ayah di dunia ini.

Merenungi kesalahannya, membuat Kenan benar-benar lupa bahwa ia belum mengisi perut sejak kembali dari rumah Nada, kemarin sore. Ia membiarkan Viona menyantap makanan sesuka hati di restoran, sedangkan ia sibuk bergulat dengan bayang-bayang masa lalu.

Saat malam hari, Kenan benar-benar frustasi. Bahkan sampai menangis karena kebodohannya, beruntung ia tidak berada satu kamar dengan Viona, jadi dirinya bisa mengeluarkan kerapuhan tanpa takut diketahui oleh orang lain.

Setengah jam Kenan menunggu Nada di warung makan yang berada di dekat bangunan Spa dan Salon yang menjadi tempat wanita itu bekerja. Beberapa saat yang lalu Kenan menelepon Nada, dan mengajak untuk bertemu. Beruntung permintaannya itu diterima tanpa penolakan.

Waktu menunjukkan tiga puluh menit menuju jam satu siang. Seharusnya ia sekarang berada di dalam masjid untuk mendengarkan khotbah serta salat berjamaah bersama kaum Adam. Tetapi kegiatan wajib itu telah lama ia tinggalkan, di saat memasuki kelas tiga SMP.

“Maaf, kamu jadi nunggu.”

Kenan mengangkat kepala, menatap wanita yang memakai setelan gamis serasi dengan kerudung menyentuh pinggang. “Nggak apa-apa, gue yang seharusnya minta maaf udah ganggu lo kerja.” Biasanya Kenan tidak akan berbasa-basi seperti ini pada Nada. “Duduk, Nad.”

Wanita itu mengangguk patuh kemudian duduk berseberangan dengan Kenan. Terlihat jelas gelisah seakan tak suka berada dalam tempat yang sama dengannya.

“Ada yang pengin gue tanyain.”

“Tentang Dhan?” tanya Nada cepat yang langsung dihadiahi anggukan oleh Kenan.

“Dia ....” Kenan terlihat ragu untuk mengucapkan apa yang ingin ia ucapkan. Sebisa mungkin mencoba untuk tenang. “Anak gue?”

Directions of Love #1 (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang