Chapter 16 : Cinta Itu Seperti Rumput Liar

3K 227 32
                                    


Hari ini, sekolah terasa membosankan bagi Veve. Ia menguap lebar.

"Ngantuk?" tanya Rey yang duduk di sampingnya.

Veve menoleh dan mengernyit karena Rey sedang memainkan ponselnya, bukan membaca novel seperti biasanya.

"Kapan bel pulang? Tuh guru emang nyebelin! Dikasih tugas dan ditinggal gitu aja, kalau keluar dapet denda lagi!"

"Sabar, 5 menit lagi bel, lo pasti udah tau, kan? Kalau guru selalu benar."

Veve mengembuskan napas berat. "Perut, sabar ya, 5 menit lagi kok, habis ini kita pulang makan ya," ucap Veve sambil mengelus perut, seakan sedang berbicara padanya.

"Nih, makan permen biar lo nggak ngantuk," ucap Rey sambil memberikan sebungkus permen.

Veve mengambil dan membalik bungkus permen itu, bermaksud untuk membaca tulisan di balik bungkus permen.

I love you

Begitulah tulisannya.

"Astaga!" gumam Veve pelan.

Rey nyatain perasaannya ke gue? Ya ampun, demi apa?!

Veve senyum-senyum sendiri.

"Kenapa lo?" tanya Rey bingung melihat ekspresi Veve.

Apa gara-gara gue kasih permen yang bungkusnya ada tulisan 'I love you' tadi ya?

"Nggak apa-apa," ucap Veve lalu memalingkan wajahnya ke samping kiri.

Menyembunyikan rona kemerahan di pipinya.

"Lo kenapa blushing?" tanya Maria yang duduk di meja sebelahnya.

Pipin yang duduk di samping Maria pun ikut melihat ke arah Veve.

"Eh, enggak kok, lo salah liat kali," elak Veve lalu memalingkan wajah ke samping kanan namun ia malah melotot kaget karena Rey ternyata sedang memerhatikannya dengan tatapan menyelidik.

Bel pulang berbunyi.

"Ah, u-udah bel pulang," ucap Veve salah tingkah, memakai tasnya, lalu berlari keluar.

"Pasti lo yang bikin dia blushing?" tuduh Maria.

"Kok gue?" ucap Rey.

"Lo tadi kasih permen ke Veve, kan? Gue tadi merhatiin kalian, Veve salting kayak gitu setelah dia terima permen dari lo, emang tulisannya apa?" tanya Maria.

"Tulisannya I love you," ucap Rey tanpa merasa bersalah.

"Astaga! Lo itu bego atau gimana? Lo nggak peka ya? Veve itu suka sama lo! Dan lo kasih permen yang tulisannya begitu? Ya seneng dianya!" seru Pipin.

"Gue udah tau kalau Veve suka sama gue."

"Terus, kenapa lo bersikap seakan-akan lo nggak tau perasaan Veve? Padahal, lo udah tau kalau Veve suka sama lo?" tanya Pipin.

"Itu semua karena," Rey menjeda ucapannya. "Gue nggak suka sama Veve," ucap Rey.

"Kalau lo nggak suka, kenapa lo nggak bilang atau jelasin ke dia? Kenapa lo malah bikin baper Veve dengan sikap-sikap lo?" ucap Maria marah.

"Kapan gue bikin dia baper? Gue cuman nggak pingin dia sakit hati!" balas Rey tak terima.

"Waktu drama yang lo meluk Veve, waktu di taman belakang sekolah, lo tidur di pangkuannya Veve, kan! Perhatian-perhatian kecil saat Veve maagnya kambuh, dan apa lagi ya? Cuman itu yang gue tau. Oiya, hari ini lo ngasih dia permen yang bikin Veve baper dan salting," ucap Pipin panjang lebar.

"Gue punya alasan tersendiri!" ucap Rey mulai terpancing emosinya.

"Apa? Lo masih mau kasih alasan apa?" ucap Maria tanpa rasa takut.

"Gue meluk Veve pas drama? Itu cuma pendalaman peran, gue juga lagi seneng karena orang yang gue suka! Soal gue tidur di pahanya Veve itu karena orang yang gue suka bikin gue sakit hati, gue perhatian ke Veve karena dia udah gue anggap temen sendiri, orang yang gue suka juga punya sakit maag! Dan yang soal permen, itu cuman kebetulan, permennya tinggal itu doang, dia aja yang terlalu baper!" ucap Rey dengan nada tinggi.

Klontang!

Suara benda jatuh mengagetkan mereka bertiga. Mereka menemukan ponsel Veve yang jatuh dan Veve yang sedang memandang Rey dengan ekspresi kecewa.

"Veve," lirih Pipin.

"Jadi, lo selama ini udah tahu perasaan gue dan lo pura-pura nggak tahu?" lirih Veve dengan pandangan kosong ke arah Rey.

Mereka terdiam.

"Lo bilang, lo takut gue sakit hati? Lo salah, Rey! Salah besar! Lo tau? Dengan lo nggak bilang apapun ke gue? Gue jadi berharap sama lo, dan perlahan namun pasti, perasaan ini tumbuh, Rey!" ucap Veve lirih. "Cinta itu seperti rumput liar. Dia tumbuh tanpa ada yang menginginkan. Dan kalau dia tidak dibasmi, dia akan terus tumbuh.

"Sebenarnya, lo anggap gue ini apa sih, Rey? Gue bukan tempat pelampiasan yang bisa lo datengin saat lo seneng atau sedih karena orang yang lo suka!" Veve mendongakkan kepalanya, berharap air matanya tidak menetes. "Lo jahat, Rey. Gue benci sama lo!"

"Ve, gue-"

"Apa? Lo mau bilang kalau gue cuman salah paham?" Veve memotong ucapan Rey.

"Gue nyesel udah pernah jatuh cinta sama lo! Sekarang gue tau, kenapa perasaan ini disebut jatuh cinta. Karena yang namanya jatuh itu pasti sakit!" Veve menghapus air matanya yang baru saja menetes. "Dan gue sekarang mengalaminya."

Veve memungut ponselnya yang jatuh lalu berlari keluar kelas.

Pipin dan Maria menatap Rey dengan tatapan tak suka.

"Yuk pulang, Pin." Maria menggeret tangan Pipin keluar kelas.

"Argh!!" Rey mengacak rambutnya frustasi.

🍦🍦🍦

Veve berlari di koridor kelas yang sudah sepi dengan tangan terus menghapus air matanya yang masih menetes.

Berlari, dan terus berlari.

Hingga tanpa sengaja ia menabrak seseorang.

Veve mendongak melihat siapa orang itu.

"Dio," lirih Veve lalu memeluk tubuh atletis Dio dengan erat.

🍦🍦🍦


#27-02-2017
Revisi : 20 Agustus 2017

Ice Cream Prince ✓Kde žijí příběhy. Začni objevovat