ToD 14

26.7K 3.9K 322
                                    

"Daripada kepo mending main ToD aja. Mau?" tawar Zhio, bibir kami masih menempel.

Kudorong pundak Zhio menjauh, "nggak mau. Nggak ada main kaya gitu lagi," tolakku, menatap rumah Lita. Mobil memang belum melaju barang sejangkah pun.

Keenggananku menerima tawaran Zhio karena aku merasa pihak yang dirugikan. Jika bisa Zhio akan kutuntut atas kebaperan yang sudah membabi buta ini. Sementara dirinya masih santai bertatap muka denganku maupun Lita.

Lumayan lama kami terdiam, Zhio tak kunjung menyalakan mesin mobil, "jadi, kamu sama Lita backstreet?" tanyaku lirih.

Menoleh, Zhio menyeringai, "udah dibilang kalau kepo, mending main ToD lagi aja. Kamu mau tanya apapun pasti kujawab jujur bahkan kalau kamu tanya warna celana dalamku sekarang, pasti kuberi tahu," jawab Zhio.

Aku mendengus, kupukul pundak Zhio, "apaan sih, Yo, nggak lucu," ucapku mempertahankan ekspresi wajah.

"Gimana? Mau main ToDnya?" ajak Zhio kembali. Sedikit memaksa.

Aku merengut, "ya udah, tapi jangan di sini. Malu sama satpam."

Zhio tersenyum penuh kemenangan. Melajukan kendaraan roda empat ini dengan kecepatan sedang. AC yang sengaja di matikan, membuatku leluasa menikmati angin lewat kaca mobil yang terbuka. Rambutku berkibar ke segala arah, sesekali menutupi wajahku.

Zhio memberhentikan mobil di samping taman kota, suasana terlihat ramai. Jelas malam minggu, taman kota pasti dipenuhi pasang muda mudi beradu kasih.

"Biar mereka jadi saksi permainan kita," ucap Zhio, serius.

Aku sedikit merinding di buatnya, "oke, kita mulai, ya?"

"Truth." Zhio pertama memilih.

"Kamu dan Lita, balikan?" tanyaku, ragu.

Zhio mendengus, menghadapkan wajahnya padaku, "dasar nggak sabaran." Zhio membingkai wajahku, "aku nggak balikan sama Lita dan nggak akan pernah," ucapnya di depan wajahku.

"Kenapa?"

Zhio menggeleng, mengusapkan jempol panjangnya pada pipiku, "giliran kamu."

"Aku truth juga," jawabku, menyamai pilihan Zhio.

"Kamu jalan sama Restu, ngapain aja?" Zhio bertanya dengan nada tegas.

Aku bergidik ngeri, Zhio yang selengekan ternyata bisa menampilkan wajah serius. "Nggak ngapa-ngapain. Paling makan, nonton, gitu-gitu."

"Pegangan tangan? Ciuman?"

Aku melingkupi punggung tangan Zhio di kedua pipiku, "kepo?" ejekku, membalikan ucapannya.

Zhio menggeram. "Oke, truth lagi."

"Kenapa nggak balikan sama Lita?"

"Karena lelah, masalah kami dari awal menjalin hubungan itu-itu saja. Beda kesenjangan sosial, aku yang dianggap nggak pantes buat Lita, bapaknya juga keluarganya nggak setuju. Awalnya kupikir lambat laun akan berubah. Namun, sampai enam tahun bersama, sama sekali nggak ada perubahan. Lita kemarin memang menawarkan kembali hubungan buat kami." Zhio menjeda penjelasannya.

Tanpa sadar tanganku mencengkeram punggung tangan Zhio di pipiku, aku sudah dengan seksama memperhatikan penjelasannya, dia malah seenaknya berhenti bicara.

Zhio tertawa, "ngegemesin banget kalau lagi serius gini," ucapnya, dengan seenaknya mencubit pipiku, "aku jawab, 'Lit, aku mau kita selesai sama sini. Benar-benar selesai, nggak ada hubungan lagi. Walau hanya sekedar bertanya kabar. Hubungan kita selama ini, hanya memaksa sejalan.' Aku bilang begitu. Kalau kami nggak memaksa, dari enam tahun kami berhubungan, sudah berakhir."

Truth or DareWhere stories live. Discover now