l i m a

7.1K 1.4K 139
                                    

Apa yang sebenarnya sedang kulakukan sih?

Menelantarkan PR Kimia dan malah mengawasi ponsel yang tergeletak nyaman di atas kasur. Sambil sesekali mengecek kalau-kalau ada notifikasi teman LHINE baru.

Ah, sudahlah. Mungkin dia telah melupakan ID LHINE-ku. Atau barangkali, dia sudah lupa denganku.

Aku menggelengkan kepala kuat-kuat sampai rasanya kepalaku mau copot, berusaha mengusir sedikit harapan kalau percobaanku mendapatkan teman akan berhasil.

Toh, aku juga tidak punya urusan lagi dengan Rena. Jadi, aku bergegas meninggalkan ponselku dan menuju meja belajar.

Tanpa mengetahui kalau sedetik setelahnya, ponselku berkedap-kedip menampilkan notifikasi terbaru.

***

"Selesai juga!" Helaan napas lega kukeluarkan sambil merapikan alat-alat tulis. Aku beranjak dari meja belajarku dan menghempaskan tubuh ke atas kasur. Ah, tunggu, aku harus mengecek grup kelas di LHINE, siapa tahu ada informasi yang baru diberitahu.

Tunggu, ada chat baru dari ... Rena?!

Rena Fiansa : Hai Din! Tadi gue kelupaan ID LHINE lo jadinya nanya dulu ke temen sekelas lo si Lala ;)

Selama beberapa detik, aku menatap balon chat dari Rena seperti orang bodoh. Begitu rupanya, harusnya aku tidak boleh berburuk sangka seperti tadi.

Omong-omong tentang berburuk sangka, aku jadi teringat hal terpenting dari buku panduan itu.

HAL TERPENTING DALAM MENCARI TEMAN : Dilarang berburuk sangka terhadap temanmu. Yakinlah mereka mempunyai alasan tersendiri dalam melakukan apapun.

Kurasa, aku juga harus berhenti berburuk sangka pada buku itu, karena buku itu tidak seburuk yang kubayangkan.

Dinda I : Hai juga Ren, ooh, iya si Lala, btw lagi apa?

***

"Iya-iya! Gue juga nggak nganggep si Adrian itu ganteng, kata gue malah dia 'cantik' loh!" Rena berujar dengan berapi-api, membuatku mengangguk semangat menyetujui ucapannya.

"Tapi temen sekelas gue pada suka banget sama dia, apa gue yang nggak normal ya?" sahutku sambil mengingat betapa semua siswi di kelasku tergila-gila pada Adrian, cowok blasteran yang sedang kami bicarakan.

"Lah, gue juga nggak normal dong kalo gitu?" balas Rena sambil menunjuk dirinya sendiri. Kami tergelak bersama, mengabaikan teman-teman sekelasku yang terlihat terganggu karena suara tawa kami yang kelewat keras.

Rena jadi sering bermain ke kelasku, begitu juga sebaliknya. Obrolan kami tidak jauh-jauh dari anak-anak populer di sekolah, komik, dan tugas yang berbeda jurusan.

Tapi dari situlah aku tahu kalau Rena termasuk anak yang lumayan populer meskipun dia tidak pernah mau mengakuinya.
"Jadi femes nggak seenak yang lo kira, Din," katanya saat aku membahas masalah kepopulerannya.

"Emang kenapa?" tanyaku penasaran. Kukira menjadi populer akan menyenangkan, karena kau bisa menyapa siapapun tanpa canggung.

Selama beberapa saat, ekspresi Rena kembali tidak terbaca seperti saat pertama kali aku bertemu dengannya. "Nggak enak aja," jawabnya, terlihat tak ingin membahas hal itu lebih dalam.

TEET

"Yah, udah bel, gue balik ya, nanti istirahat lo atau gue yang nyamperin?" Rena beranjak dari kursi Lala--empunya kursi belum juga datang.

"Gue aja," ujarku sambil tersenyum. Rena menyatukan telunjuk dan jempolnya membentuk gestur 'oke' dan berlalu.

Kemudian, aku mengambil buku panduan yang kutaruh di kolong meja dan membacanya sekilas.

Hanya satu bagian yang kubaca cukup lama.

HAL TERPENTING DALAM MENCARI TEMAN

HAL TERPENTING DALAM MENCARI TEMAN

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Panduan Bersosialisasi Untuk Anak Kuper! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang