3

22.2K 2.6K 119
                                    

Emosi itu ketika hari libur yang seharusnya bangun siang terpaksa bangun pagi bahkan sebelum matahari benar-benar naik. Jenia melempar bantal yang bisa dia raih ke arah Helen yang terus saja berusaha membangunkannya. Suara Helen mengusik pagi indahnya.

"Ini Sabtu Helen! Aku mau tidur sampai besok Minggu. Aku capek!" seru Jenia, lalu menarik selimutnya hingga menutup kepalanya.

"Jen, aku juga mau bangun siang tapi bosmu ada di depan," seru Helen, menarik paksa selimut yang menutupi Jenia.

"Mau ada bosku mau ada gempa aku nggak peduli. Aku ngantuk! Capek!"

Jenia memunggungi Helen lalu bangkit dari posisinya. Duduk menghadap Helen yang kaget karena gerakan tubuhnya.

"Bosku? Bos gilaku itu? Di sini?" tanya Jenia dengan mata membelalak.

"Ya bos gilamu di sini," jawab Jetro, dia sudah bersandar di list pintu.

Dua perempuan itu langsung menoleh ke arah Jetro dan membuka mulut lebar. Jenialah yang lebih dulu sadar lalu berdiri, mendekati Jetro, dan bertolak pinggang dengan mata menyalak marah.

Tak peduli setelah ini dia dipecat, dia memilih jadi pengangguran atau jadi penjual kacang rebus keliling daripada harus meladeni pria abnormal di hadapannya.

"Ngapain kamu ke sini, hah?" teriak Jenia yang tak lagi menggunakan bahasa formal, mulutnya sudah gatal untuk mengumpat pada Jetro sejak semalam.

Kondisi kesal kurang tidur lalu diganggu paginya yang indah, emosi Jenia seketika memuncak setinggi gunung Everes.

"Menemui karyawan saya yang pergi tanpa pamit dan meninggalkan mobil mahalku tanpa di kunci."

"Hah? Memang saya peduli, tunggu surat resignku besok Senin. Sekarang pergilah sebelum saya panggilkan keamanan!"

"Kamu pikir saya akan melepaskan karyawan yang membuat mobilku hilang begitu saja?" Jetro mendekatkan wajahnya hingga Jenia jengah dan melangkah mundur.

"A- apa maksudmu?" tanya Jenia, terbata dan dengan nada yang rendah.

"Mobilku hilang dan itu karena kamu."

"Bagaimana bisa karena saya?"

"Kamu yang terakhir meninggalkannya tanpa dikunci."

"Tapi bukan saya yang mengambilnya."

"Saya nggak peduli siapa yang mengambilnya. Yang pasti mobil saya hilang dan kamu harus mempertanggungjawabkannya secara baik-baik atau masuk penjara."

Susah payah Jenia menelan salivanya. Dia memang kurang tidur tapi otaknya sudah bekerja dengan baik. Mempertanggungjawabkan mobil hilang yang harganya tak sebanding dengan jumlah gajinya jika bekerja seumur hidup adalah kemustahilan.

"Mandilah, saya tunggu kamu di sofa depan! Jangan harap bisa lari dariku."

Seketika Jenia luruh setelah Jetro meninggalkan kamarnya. Jenia mengacak-acak rambutnya, teriak-teriak dan mengumpat tak jelas. Berawal dari mengiakan diantar pulang berakibat masuk penjara. Dia menangis karena terlalu lelah dan kesal, tak pernah ada dibenaknya hidupnya akan habis di dalam penjara.

"Bagaimana ini, Helen?" tanya Jenia yang berada di dalam pelukan Helen.

"Sudah sekarang kamu mandi dan temui Pak Jet. Bicarakan baik-baik biar kamu tak perlu berurusan dengan polisi."

My Lovely BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang