17

16.5K 2.4K 130
                                    

Pagi ini Jetro sudah mengadakan meeting karena laporan pengunjung yang merosot sementara program yang Jazco buat sudah dilaksanakan. Semua manajer berkumpul di rapat ini membahas strategi apa yang harus dilakukan. Jetro mendengar semua masukan dan argumen yang mereka berikan. Sementara Jazco merasa tak terima jika programnya dicampur aduk.

"Karena saya menghargai program Anda yang terpilih silakan memilih dari sekian strategi yang sudah mereka kemukakan, Pak Jazco," ucap Jetro.

"Jika saya memilih berarti saya menyetujui bahwa program yang saya buat gagal. Sedangkan bulan belum berakhir."

"Apa harus menunggu sampai bulan berakhir untuk mengubah atau menambah strategi sementara laporan mingguan sudah terlihat hasilnya?"

"Saya yakin minggu terakhir akhir tahun pengunjung akan meningkat," ucap Jazco.

"Silakan sempurnakan program Anda dengan memilih beberapa strategi yang terbaik secepatnya. Rapat besok saya harus sudah mendapat jawabannya, Pak Jazco. Sekian rapat kali ini, terima kasih. Selamat pagi."

Jazco menarik lengan Jetro saat mereka akan keluar dari ruangan rapat. Jetro hanya menoleh dan melanjutkan langkahnya. Jenia mengikuti Jetro dengan langkah kesusahan mengikuti ritme langka Jetro.

"Jetro, kamu nggak bisa begini."

Jetro berhenti melangkah, menoleh ke belakang.

"Jelas dalam rapat programku yang terpilih tapi kenapa kamu masih mengusiknya?"

"J Mall milikku. Aku yang memimpin di sini. 0,1% saja laporan turun maka pendapat J Mall dapat dipastikan juga menurun. Tapi kamu sudah lihat bukan berapa prosentase penurunannya? Aku memang tak menyukaimu tapi ini aku lalukan bukan karena perasaan tapi logika. Ini bisnis, Jaz. Sekali kita lengah, kamu tahu akibatnya."

Jazco terdiam. Dia tahu semua yang dikatakan Jetro benar. Tapi egonya tak ingin membenarkan.

"Pak, Jaz. Semangat!" ucap Jenia yang sejak tadi jadi pendengar di belakang Jetro.

"Jen, cepat jalannya!" seru Jetro.

"Iya, iya Pak."

Jenia setengah berlari mengejar Jetro, lalu menyamakan langkah. Dia bersiap diri akan menerima efek dari mood buruk bosnya.

"Nanti siang pesankan makan, aku mau makan di kantor saja."

"Siang kita akan makan siang dengan mommymu."

"Kamu saja. Masih banyak yang harus kuurus."

"Kamu nggak mau ikut fitting baju juga?" tanya Jenia pelan.

"Jen, kamu tahu aku sangat sibuk kan?"

"Ah, ya. Baiklah."

Jenia memilih mengalah daripada membuat singa ngamuk. Sudah untung beberapa hari ini Jetro tenang. Tapi laporan mingguan seketika membuat suasana hati Jetro jadi sangat buruk dan Jenia yang terkena imbasnya.

***
"Ini makan siangmu. Makanlah jangan cuma dilihat. Itu nggak akan membuatmu kenyang."

"Letakkan saja di situ, nanti aku makan," balas Jetro tanpa menoleh pada Jenia, terlalu sibuk dengan layar tabnya.

Jenia tahu setelah ini makanan itu hanya akan masuk tong sampah. Karena itu dia keluar ruangan lalu menghubungi Zolandra bahwa dia akan menemani Jetro makan siang barulah akan ke butik.

My Lovely BossWhere stories live. Discover now