ONE

100K 9.3K 288
                                    

Maximillian Ethanael Archibald Tjahrir sangat membenci tiga hal: Orang yang suka berbohong, pelajaran melukis yang tidak berguna baginya, dan wanita yang duduk disebelahnya sekarang.

"Yes! Gue lebih tinggi lagi nilainya daripada lo Max," ujar Jo dengan senang. Josephine Attalea Danadyaksa tersenyum menatap nilai Fisikanya yang lebih tinggi satu poin daripada Max dengan bangga. "Udah deh, jangan sok-sokan ngasih gue Maserati, kasih aja sekarang."

"Pertama gue nggak suka Fisika, kedua, taruhannya kan bukan dilihat dari ujian kemarin. Ujian berikutnya Selasa depan kan? Lihat aja."

"By the way, ke ulang tahunnya Sasha kan malam ini?" tanya Jo kepada Max sekali lagi.

"Nggak. Malas."

"Malas kasih kado ya? Pelit dasar."

"Bukan, karena gue nggak kenal Sasha juga, ngapain gue harus pergi," jawab Max dengan dingin. Jo melemparkan bolpoin yang sedang ia pegang ke arah kepala Max, dengan cepat Max menghindar dan bolpoin tersebut terjatuh ke lantai. Dengan kesal perempuan itu berkata, "Max, nggak asyik ah. Ayolah, paling dua jam."

"Nggak," sekali lagi Max menolak.

"Fine, besok gue nggak akan ke acara nenek lo ya," tantang Jo.

"Coba aja lo nggak pergi, paling juga dimarahin nyokap lo," balas Max.

Jo mengernyit karena ia tahu sebenarnya Max benar. Sekali lagi ia memaksa dengan berkata, "Ayolah Max, satu jam, habis itu kita pergi."

"Nggak."

"Ngebosenin lo dasar."

Pada saat itu empat orang perempuan berjalan ke arah meja Max dan Jo, dengan malu-malu salah satunya menaruh surat berwarna pink diatas meja Max. Jo yang terlalu sering melihat situasi ini berkata kepada perempuan yang memberikan surat itu, "Nona manis, gue kasih tahu ya, Maximillian Tjahrir nggak suka sama cewek yang nulis surat. Lo kira ini zaman Victoria-Albert apa?"

"Ini... Max... maaf ya, kalau kamu tidak suka."

Jo mengambil surat itu dan membukanya, perempuan yang memberikan surat itu tersipu malu karena Jo membacakan isi suratnya, "Max, first of all, let me introduce myself, my name is Latisha..."

Jo lalu tertawa terbahak-bahak, "Lo kira ini lamaran kerja apa? Udah ah, nih gue balikin surat lo sebelum dibuang sama Max."

Max menggeleng-gelengkan kepalanya, memasukkan laptop-nya ke dalam tasnya, lalu beranjak berdiri, "Jo, seperti biasa. Gue tunggu di depan."

"Alright!" Jo dengan cepat membereskan barang-barangnya juga lalu beranjak berdiri mengikuti Max yang sudah keluar kelas terlebih dahulu.

Latisha yang tidak bisa menerima perlakuan Jo kepadanya, menahannya dengan teman-temannya dibelakang perepuan itu, "Bisa kita bicara sebentar Jo?"

"No we can't. Sebelum lo buat keributan, biar gue perjelas satu hal: Max bukan cowok lo, dan dia nggak akan pernah jadi cowok lo."

"Dan lo apa bitch?" Latisha yang terlihat malu-malu pada awalnya membalas Jo dengan kata kasar. Jo tersenyum sinis dan membalasnya dengan berkata, "Awas nggak lo."

"Jawab gue, lo siapa?" paksa Latisha.

"Gue? Gue Jo. Bukan siapa-siapanya Max."

"Kalau gitu lo nggak ada hak ngomong gitu sama gue dan buat malu gue di depan dia."

"Whatever Latisha."

"Jangan sok-sokan jadi temannya deh lo bitch. Lo suka kan sama Max?"

"Eh monyet-monyet kegatelan yang nggak ada kerjaan, daripada lo ngurusin gue sama Max, lebih baik lo perbaikin nilai lo. Sekolah mahal-mahal tapi nilai lo jelek, kasihan orangtua lo." 

EVERMORE | BLUE SERIES #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang