"Mana cantiknya Papa mana..."
Man, let me tell you this: fatherhood is an awesome shit. Jadi seorang ayah mungkin salahsatu dari 3 kebahagiaan paling hakiki yang pernah gue rasakan selama 35 tahun gue hidup. Mau tau yang pertama dan kedua apa? Pertama, pas gue akhirnya lulus S1 dan kedua pas gue akhirnya menikahi Audy.
Ketiga, ya ini. Melihat senyum putri kecil gue setelah seharian yang gue liatin cuma kertas-kertas berisi grafik dan angka yang bikin mata gue sepet.
"Mana senyum cantiknya..." gue menggelitiki perut Chia, sebuah usaha untuk membuat anak bayi itu tertawa. Berhasil. Selalu berhasil.
Ketawanya itu lho, sumpah demi Tuhan, gue gak akan rela nukernya sama apapun di dunia ini.
"Kamu nih ya, Chia mau bobo malah digangguin" Audy keluar dari kamar mandi hanya dengan bathrobe dan handuk yang melilit kepalanya.
Gue bangkit dari sisi Chia di kasur dan mencium Audy sekilas. Layaknya insting, tangan Audy langsung bergerak melepaskan dasi gue dan mencopot kancing atas kemeja gue. Ini kebiasaan yang dia develop semenjak menikah sama gue—dan semenjak jabatan gue yang baru mengharuskan gue untuk hampir selalu mengenakan dasi ke kantor. Udah kayak mau upacara bendera aja, gak sekalian pake topi sama gesper?
"Mwaaaaaaaa" Chia memanggil. Dia kayak gak ikhlas ya liat papa-mamanya pacaran sebentar aja di depannya.
"Chia mau apa sayang, hm? Mau bobo?" Audy menghampiri si anak bayi dan menggendongnya. Chia langsung mapan di pelukan mamanya itu, kepalanya dia senderkan dengan nyaman di bahu Audy sementara mulutnya sibuk mengisap jempol.
"Jev, tolong ambilin pacifier-nya Chia di meja situ deh" Audy menggestur kearah bedside table sementara ia melangkah keluar kamar sambil menimang-nimang Chia di gendongannya.
Dengan sigap gue mengambil benda kecil itu dan mengikuti mereka keluar. Gue memasangkan pacifier itu di mulut Chia yang dengan senang hati dihisap oleh anak bayi itu menggantikan jempolnya. Kayaknya dia udah mau tumbuh gigi ya, lagi hobi banget gigit-gigit apapun. Gue kalo nyodorin tangan juga suka dia gigitin. Gatel gusinya, kalo istilahnya Mama.
"Kamu udah makan belom, Jev?" Audy bertanya sembari duduk di dekat jendela yang menghadap taman belakang rumah kita, spot favoritnya dan Chia di rumah ini.
Oh, gue harus ngasih tau ini ke lo semua: rencana pindahan rumah kita ternyata lebih cepat dari yang gue perkirakan. Luckily, gue dan Audy menemukan spot bagus di daerah Depok yang sudah kita incar sejak lama, dan saat melihat langsung bagaimana bentuknya kita berdua langsung jatuh cinta. Rumahnya nggak terlalu besar emang, tapi cukup lah buat nampung gue, Audy, dan Chia plus adeknya Chia nanti kalau sewaktu-waktu gue dan Audy khilaf lagi. Hehe.
Kamarnya ada 4; 1 master bedroom, 2 kamar tidur biasa, dan 1 kamar tamu. Ada taman kecil di belakang rumahnya yang sekarang jadi spot favorit gue dan Audy di rumah ini. Kalau Audy suka menggunakan spot itu untuk yoga atau berkebun (dia nanem macem-macem tanaman bumbu dapur disitu, katanya biar fresh dan organik), gue biasanya memakai spot itu buat bermalas-malasan sambil memetik senar Taylor lawas gue. Rumah ini juga memiliki ruang tengah yang cukup luas buat Chia ngerangkak-rangkak kesana kemari dan muat nampung Enam Hari plus pasukannya. Ini udah teruji karena waktu pertama kali gue dan Audy resmi pindah kesini, kita langsung open house.
Anjay, open house banget udah kayak presiden pas lebaran ya.
Plus, rumah ini letaknya di dalam komplek jadi gue gak perlu khawatir nanti kalo Chia udah gedean dikit dia bakal lari-lari ke jalan raya.
"Udah tadi sama Pak Bos, abis meeting dia ngajakin makan di GI. Ya udah aku ngikut" gue menuangkan segelas air ke gelas dan menenggaknya tandas dalam satu tegukan. "Kamu udah belum?"
Audy mengangguk. "Tadi balik kantor langsung makan sama Chia. Ya kan, baby?" ia menoleh kearah Chia dan tertawa kecil.
Fun fact: semenjak punya Chia, Audy jadi hampir nggak pernah lagi lembur, kecuali terpaksa. Sebisa mungkin dia selalu balik tenggo, nggak tega katanya ninggalin Chia sendirian lama-lama. Nggak sendirian sih, gue dan Audy sebenernya punya baby sitter dan ART tapi kita sepakat itu dua tenaga bantuan cuma akan kita hire paruh waktu. Ketika Audy pulang, si baby sitter dan ART pun juga pulang.
Alasan Audy sih, dia nggak mau anaknya lama-lama diasuh sama orang lain selain dirinya sendiri. Dia mau anaknya ya tetap jadi anaknya, bukan jadi anak baby sitter atau ART. Sebisa mungkin Audy akan menyempatkan waktunya sebelum berangkat ngantor untuk bermain dengan Chia, setelah itu lanjut kalau dia sudah pulang kantor. Oh ya, Audy juga mau Chia dapat ASI eksklusif, jadi gue harus membiasakan diri melihat kulkas yang sekarang dipenuhi container-container berisi cairan ASI.
"Chia doang nih yang dapet ASI eksklusif? Aku nggak?" gue pernah menggodanya suatu saat, dan gue langsung digetok pake alat pumping ASI.
Pokoknya ketika dia di rumah, Audy bukan lagi seorang engineering consultant yang tegas dan cenderung galak (katanya) selayaknya dia di kantor, tapi Audy adalah Audy yang merupakan ibu dari seorang anak perempuan berusia 6 bulan dan istri dari seorang Jevin Adhikara.
Karena itulah, rutinitas weekend seorang Audy pun kini berubah lagi. Biasanya nih, harinya dimulai dari jam 6 dimana dia akan bangun untuk menyiapkan sarapan gue dan Chia. Gue biasanya pancake atau toast, dan punya Chia adalah bubur bayi yang isinya macem-macem bahan organik yang gue gak hapal apa aja. Kalau Audy lagi capek karena Jumatnya terpaksa lembur, pagi itu dia cuma akan bangun buat bikin sarapan Chia sementara gue disuruh beli nasi uduk depan komplek. Sekalian buat dia.
Setelah sarapan, Chia akan mandi dan gue akan nonton TV atau gitaran atau ikutan mandiin Chia. Setelah itu Audy akan jalan-jalan keliling komplek, bersosialisasi dengan ibu-ibu dan bayi-bayi lainnya sambil 'menjemur' Chia—biar anaknya gak kayak vampire gitu katanya. Terus nanti siang kalau lagi mood keluar biasanya kita bertiga jalan cari makan siang, sekalian Audy grocery shopping atau sekedar window shopping barang-barang kesukaan dia dan perlengkapan buat Chia.
Kalau lagi mager, kita akan memilih untuk makan di rumah—Audy biasanya masak sesuatu, soalnya ART kita tiap weekend cuma dateng sampe siang. Nah, kalau udah selesai makan, agenda selanjutnya adalah tidur siang. Bapaknya gegoleran di sofa, ibunya ngusel sama bapaknya, bayinya pules di boks bayi.
"Sabtu besok ikut yuk" ujar gue sembari mengelus-elus kepala Chia. Anak itu kayanya udah mulai ngantuk deh daritadi udah kriyep-kriyep gue perhatiin.
"Kemana?"
Gue tersenyum menatap Audy dan Chia yang sekarang udah beneran merem. "Mama sama kak Netta mau ke makam Papa. Udah lama kita gak nengok kesana, terakhir sebelum resepsi kita kan?"
Audy mengangkat alisnya kemudian mengangguk-angguk. "Iya juga... yaudah deh boleh. Biar Chia juga ketemu kakeknya" ia menyentuh hidung mungil Chia. "Chia mau ikut ya ketemu Kakek?" Audy menoleh kearah Chia yang rupanya sudah terpejam.
"Apparently, the little princess has fallen asleep"
Audy terkekeh pelan dan segera menyudahi sesi menyusuinya malam ini. Ia menggendong Chia dan membawanya ke kamar bayi yang terletak disebelah kamar gue dan dia.
"Have a good night's sleep princess" gue berbisik dan mengecup dahi Chia lembut sebelum Audy meletakkan anak itu di dalam boks bayinya.
"Good night, sleep tight, don't let the bugs bite" Audy berbisik.
Melihat Chia yang tertidur pulas di boks-nya dan Audy yang tersenyum lembut, hati gue pun menghangat. This is what love looks like. This is what love feels like.
***
"Oh my God, Jevin..."
"Sssh... you don't want to wake Chia up don't you?"
"I- ...no. But you, being down there, is not helping... at all"
"Sayang, just lay back and enjoy. And one more thing, try not to moan too loud"
"...fuck you"
"Oh please do, love"
FIN.

YOU ARE READING
After Six: Jevin
ChickLitThe minute we shake hands, I have already decided. I like this girl. "Nice to finally meet you, again, Audy" "Nice to meet you too, again, Jevin"