Deal With The Devil...

21.8K 2.4K 202
                                    

A'a Sam manggung...
Hehehe...cepet kan? Nah.. eike makasih banyak untuk komen kalian semua, tapi krn kdg ga da notif, jgn marah kalo eike ga bisa bales yah. Tapi pasti dibaca kok, biarpun sering telat balesnya. 

Soo... enjoy dulu deh...

Sam tidak tahu harus merasakan apa, saat dia dibawa oleh pria tegap bernama Satrio itu memasuki sebuah rumah yang cukup besar, dan dipimpin langsung menuju bagian belakang rumah, ke sebuah bagian terbuka dengan taman luas yang indah dan didominasi warna hijau yang asri. Keasrian yang selalu disuka Sam. Sam bingung, apakah dia harus merasa sangat terhormat, ataukah waspada diundang mendadak ke sini, mengingat sang Bapak yang akan dia temui adalah orang yang begitu dia hormati sekaligus dia waspadai.

Di sebuah saung yang teduh, di tengah kolam besar penuh ikan koi, Letkol Satrio mempersilakan Sam untuk menunggu. Lalu pria itu meninggalkannya, dan berjalan ke arah bangunan rumah, dan menghilang di balik pintunya. Tak berapa lama, seorang pria yang sangat familier bagi Sam, pria baya bertubuh tinggi besar dengan kegagahan yang masih belum berkurang, dan wajah teduh penuh wibawa, meski dipenuhi kerutan, muncul dari pintu yang sama dengan tempat menghilangnya Satrio. Pria itu berjalan anggun ke arah Sam dengan senyum teduh yang menghias wajahnya yang terlihat lelah.

"Pak Samuel Wicaksana.... senang sekali anda bisa memenuhi undangan saya... padahal undangan itu mendadak sekali, kan?" Pria itu, Bapak, menyapa dengan keramahan khas Jawanya.

Sam tersenyum sopan, dan sedikit membungkukkan badannya penuh hormat saat menyambut uluran tangan Bapak, lalu menjabatnya.

"Untuk Bapak, saya tidak mungkin menolak, bukan?" Ia menyahut lugas.

Bapak mengangkat alisnya. "Hm... setahu saya Pak Samuel adalah pengacara yang sangat pandai bicara, dan selalu memilih dengan baik saat mengeluarkan kalimat. Tapi.... saya menangkap kesan kalau Pak Sam memilih untuk bicara blak-blakan pada saya?" Tanyanya menguji.

Sam tersenyum. "Bapak berhak mendapatkan kejujuran dan bukan retorika. Saya rasa, saya tidak patut berbasa-basi pada orang yang sangat saya hormati," jawabnya tenang.

Bapak tersenyum. "Masuk akal," komentarnya. Dia menunjuk pada bangku kayu jati yang ada di saung itu. "Silakan duduk, Pak Sam. Saya punya proposal yang saya harap bisa Bapak pertimbangkan."

"Terima kasih, Pak." Sam duduk di tempat yang ditunjukkan, sementara Bapak duduk di depannya.

Seorang pria pegawai rumah tangga muncul dengan membawa satu nampan berisi minuman berwarna merah dan camilan kering semacam kue akar kelapa dan lidah kucing. Sopan pria itu meletakkan nampan di atas meja yang ada di antara Sam dan Bapak, lalu mundur dan mengambil posisi tak jauh dari mereka berdua, namun cukup untuk tidak mendengar apapun.

"Ini wedang secang. Sehat... dan manfaatnya banyak sekali. Sangat diperlukan oleh orang-orang aktif terutama yang punya gangguan lambung," Bapak memberitahu sambil mengangkat gelasnya, lalu meniup permukaan minuman yang berasap.

"Ayo dicoba, Pak Sam," ajaknya sambil tetap berkonsentrasi meniup uap di gelasnya.

Sam mengangguk, lalu mengambil gelas dan meniru Bapak meniup-niup uap dalam gelasnya. Lidahnya langsung terasa dimanjakan oleh rasa herbal minuman itu, dan Sam mengakui. Wedang secang itu enak. Tanpa sungkan dia menghirup hingga minuman itu tersisa setengahnya.

Sang Bapak melirik padanya, dan terlihat senang karena Sam menyukai minuman secang itu. Bapak sendiri hanya meminum secukupnya, sebelum meletakkan gelas kembali ke atas meja.

"Wedang secangnya enak," Sam berkata.

Bapak tersenyum. "Ya. Pada zaman dulu, hanya kaum bangsawan yang biasa meminum wedang ini. Ini minuman para raja..." terangnya.

The Lawyer Love StoryWhere stories live. Discover now