Chapter 2 - Bagian 2

12.9K 770 48
                                    

Shinta menolehkan kepalanya ke belakang, merasakan ada yang membisikkan nama panjangnya tepat di telinga. Ia mengernyit, mengusap lehernya sejenak saat tidak menemukan siapapun di sana.

"Verine?"

Panggilan Jill membuat Shinta tersentak. Dengan cepat ia kembali beralih menatap Jill.

"Apa yang sedang kau lihat?" Tanya Jill. Gadis itu memiringkan kepalanya, menatap ke balik tubuh Shinta. Ia mengangkat alisnya dengan bingung ketika tidak menemukan apapun di sana.

"Tidak ada yang menarik." Gumamnya.

Shinta tersenyum sejenak, lalu mengangkat bahunya, "Ya, memang tidak ada apapun di sana...."

Shinta kembali mengalihkan perhatiannya pada segelas es krim coklat yang sudah dihabiskannya setengah. Ia mengaduk-aduk isi gelas di depannya, lalu mengingat kembali perihal suara yang sekilas di dengarnya tadi. Entah hanya perasaannya atau bukan, tetapi suara itu sungguh sangat mirip dengan suara dari sosok siluet yang ada di mimpinya tadi malam.

Menghayalkah? Batinnya. Dalam hati ia mengamini pernyataan Jill tentang dirinya yang membutuhkan seorang pria.

Ayolah. Bagaimanapun ia adalah seorang gadis berusia dua puluh tahun dan sudah sewajarnya jika ia memiliki kekasih. Terlebih, melihat bagaimana sepak terjang Rama yang merupakan kakak kembarnya sudah seluas samudera di lautan.

Sedangkan Shinta? Berkencan barang sekalipun ia belum pernah, apalagi berciuman. Entah ia harus merasa bangga atau merasa malu. Shinta menghela napas, memijit pelan pelipisnya yang tiba-tiba terasa sakit.

Lihatlah sekarang, hanya karena memimpikan seorang pria yang bahkan wajahnya pun tidak dapat ia lihat, Shinta sampai kelimpungan karena kata-kata klise pria itu terus berputar di otaknya. Ia merasa hampir gila karena panggilan 'Ratuku' yang diucapkan pria itu.

Shinta berpikir, apakah ia mulai tidak waras? Haruskan ia pergi ke rumah sakit dan menemui psikolog? Demi Tuhan! Shinta mungkin harus mempertimbangkan untuk menerima ajakan kencan salah seorang dari para pria yang mengejarnya.

"Ada apa dengan wajahmu itu? Kau terlihat seperti seorang ibu yang mempunyai banyak anak, sangat berkerut dan tertekuk." Ucap Jill.

Shinta mengangkat wajahnya, menyipitkan matanya pada Jill, lalu melemparkan secarik tisu bersih yang digenggamnya ke arah sang sahabat yang tengah mengulum senyum jahil di depannya. Menerima perlakuan itu, Jill justru menyemburkan tawanya, membuat Shinta memutar bolamatanya dengan kesal.

"Sudah puas menertawakanku, Nona?" Cetusnya.

Mendengar itu Jill langsung berdehem, ia menghentikan tawanya. Tetapi saat ia membuka mulutnya kembali dan ingin membalas ucapan Shinta, ponsel pintarnya yang tergeletak di atas meja justru berdering. Gadis itu segera mengambil benda pipih itu, ia menyambungkan sambungan telepon lalu menempelkan ponselnya ke sebelah telinganya.

Shinta menopangkan dagunya pada satu tangan yang bertumpu di meja. Ia memperhatikan gerak-gerik Jill yang sedang asyik berbincang dengan lawan bicaranya di seberang sana, lalu memutuskan sambungan telepon itu setelah beberapa menit berlalu. Jill menatap Shinta dengan pandangan meminta maaf.

"Maaf, Verine. Sepertinya aku tidak bisa menemanimu lebih lama lagi, kau tahu Geenan menyuruhku kembali ke apartemenku sekarang."

The Prince Vampire : Empress Of The Pure BloodWhere stories live. Discover now