25. V? Such A Weird Name

38.2K 4.8K 2.1K
                                    

Satu minggu telah berlalu. Hubungan Olivia dan Oliver makin dekat saja seiring mereka memanggil nama Oli-Oliv. Bahkan, rencananya Olivia akan mengajak Oliver nge-date malam ini. Terlalu cepat? Ah, tidak juga.

Dengan rambut yang masih basah, Olivia turun ke bawah dengan memegang sisir, ia melihat Bundanya yang sedang cemberut sambil menonton televisi. Melihat jam, ternyata baru jam delapan pagi, sedangkan kelasnya akan dimulai jam sebelas. Jadi, ia masih bisa bersantai-santai di rumah.

"Bunda kenapa? Tumben cemberut," ujar Olivia mendaratkan bokongnya di sofa.

"Bunda lagi marahan sama Ayah."

Mengangkat alis, Olivia menengokkan kepalanya ke arah Dinda. "Lah kenapa? Ayah selingkuh?"

"Bukan. Bunda gak dibolehin nonton konser BTS, karena gak inget umur dan kamu tau gak sih, tiketnya udah abis terus tiga hari kemudian mereka bakal konser!"

Olivia menahan tawa, hingga ia tidak sanggup untuk mengeluarkan tawanya. "Lagian, inget umur Bun, udah tua masih aja suka fangirling. Wajar juga sih, kalo Ayah ngelarang, mungkin dia takut Bunda keinjek-injek."

Dinda memang sama sekali tidak peduli dengan namanya umur, walaupun umurnya akan menginjak kepala lima tapi entah mengapa ia sulit menghilangkan sifat fangirling-nya itu semenjak remaja. Mungkin teman-teman fangirl Olivia akan menganggap Dinda sebagai 'Bunda goals' tapi menurut Olivia tidak sama sekali, karena Olivia berada di kubu western sedangkan Bundanya berada di kubu Kpop.

Mereka berbeda.

"Ya udahlah, gak usah ikut. Tiketnya udah abis juga kan? Waktu pacar Oliv konser aja, Bunda gak ngebolehin Oliv ikut. Mungkin itu karma buat Bunda."

"HEH!"

"Bercanda, Bunda," timpal Olivia terkekeh.

"Hari ini Bunda mogok masak. Berkat Ayah kamu, Bunda gak bisa ngeliat BTS secara langsung," ucap Bundanya lagi yang membuat Olivia ternganga.

Ya Tuhan. Olivia kan tidak bisa masak. Terakhir ia masak air saja, airnya habis tidak bersisa karena ia lupa untuk mematikan kompor. Semua ini salah ayahnya, kalau saja ayah Olivia membolehkan Dinda untuk menonton konser, pasti tidak akan seperti ini hasilnya. Justru yang ada, Dinda malah membuat banyak makanan saking senangnya bisa bertemu dengan Jungcook. Tapi tunggu, apa benar itu namanya? Ah, ya sudah lah itu bukan urusannya.

Olivia cemberut. "Bun, Oliv laper. Bunda kan tau sendiri kalo Oliv gak bisa masak."

"Makanya belajar! Jangan main hape mulu! Gimana nanti mau jadi istri Oliver, kalo kamu sendiri gak bisa masak!" seru Bundanya marah.

Perempuan itu merasa terpelatuk karena ucapan Bundanya sendiri. Ah, benar juga ya. Kalau ia tidak bisa memasak, yang ada Olivia akan di cap sebagai istri yang buruk. Eh- tapi kan belum tentu kalau Oliver akan menjadi suaminya, lagipula memikirkan pernikahan pun tidak.

Lalu, mengapa Olivia jadi memikirkan sebuah pernikahan?!

Menggeleng-gelengkan kepala, ia beranjak. "Ya udah deh, Oliv beli aja di warteg depan."

Saat Olivia hendak menuju kamarnya, suara derap kaki melangkah terdengar yang mau tak mau membuat perempuan itu menengokkan kepalanya. Ternyata orang itu adalah Milo yang memakai kemeja putih dengan jas hitam disampirkan di bahu, tangannya memegang sebuah koper. "Mau kemana, Bang?"

"Gue harus ke Bali hari ini. Ada hotel yang mau dibangun disana, terus meeting deh sama klien."

Olivia menganggukan kepala tanda mengerti. Walaupun Milo terlihat tidak sibuk, namun pada nyatanya ia sangat sibuk. Setiap dua minggu sekali biasanya ia akan keluar kota, untuk menghadiri acara-acara tertentu. "Oh ya, Bang. Mau gue anterin ke Bandara gak? Sekalian jalan-jalan nyari nasi padang," ucap Olivia bertanya.

Meet In the Real LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang