Believe - Enam

3K 264 2
                                    


Dengan cepat Prilly memasukkan ponselnya kedalam tas kecil. Lalu berlari turun ke bawah menemui mamahnya.

"mah, Prilly izin keluar"ucap Prilly dengan terburu buru. Bunda Jully menatap putrinya bingung. Tumben sekali anaknya seperti ini?

"mau kemana? Baru juga pulang sekolah, udah rapih aja, terus kenapa buru buru gitu?" tanya bunda Jully menghampiri Prilly. Prilly menghela nafasnya, wajahnya begitu sendu.

"mamahnya Ali pingsan lagi, Prilly mau jengukin, terus katanya, ehm.."

"mamahnya Ali? Terus gimana sekarang?"

"ternyata penyakit jantungnya masih ada, malah tambah parah. Prilly harus temenin Ali, dia tadi gak masuk sekolah"bunda Jully mengangguk paham.

"kalau gitu, nanti papah pulang, mamah kesana. Kirim ya nomor ruangannya"Prilly mengagguk paham dan menyalami tangan mamahnya. Segera ia meminta supir untuk mengantarnya.

###

Air mata Ali tak bisa ditahan lagi, mamahnya sekarang keadaan kritis. Penyakit yang dideteksi sudah hilang, kini muncul.

"mah, baru aja seminggu yang lalu mamah bangun. Kenapa sekarang tidur lagi? Mah, Ali mohon mamah bangun"lirih Ali, ia setia menggenggam tangan mamahnya dan tak jarang mengecupnya.

"mah, ma-"

Klek.

"Ali?" Ali menolehkan kepalanya, Prilly berjalan menghampirinya dan ia mendekap gadis mungil itu.

"Pril, mamah tidur lagi, padahal kemarin sadar"lirih Ali, Prilly mengusap punggung Ali dan melepaskan dekapannya, menuntun Ali untuk duduk.

"Li, mamah pasti bangun"ucap Prilly lembut.

"tapi kenapa sekarang ada pendeteksi gitu, kan kayak di sinetron sinetron, serem"Prilly membelai pipi Ali lembut dan menatap lelaki ini.

"Li, kamu berdoa, pasti mamah sembuh"Ali memejamkan matanya dan menahan tangan Prilly yang masih ada di pipinya. Prilly membiarkannya dan tersenyum tulus.

Tiiiitt —————————————

Prilly dan Ali terkejut dengan bunyi tersebut. Ia melihat ke monitor dengan wajah panik. Ali yang panik langsung memanggil dokter dengan memencet tombol didalam ruangan.

"mahh, mamah jangan bercanda, mahh"Ali mengguncang lengan mamahnya dengan air mata yang jatuh tanpa henti. Akhirnya dokter datang diikuti dua suster dan beberapa alat.

"tolong tenang ya mas, silahkan tunggu di luar" ucap salah satu suster. Prilly menarik Ali keluar ruangan. Prilly memilih mendekap Ali yang tak bisa tenang.

"Ali dengerin! Mamah baik baik aja, kamu tolong tenang" Prilly merasakan sakit melihat kejadian ini. Gadis itu rupanya menaruh rasa besar untuk lelaki bawel ini. Ia juga tak hentinya meneteskan air mata.

"Ali, please" lirih Prilly. Ali sedikit tenang dan menatap gadis yang ada didekapannya. Ia menuntun ke bangku yang tersedia.

"aku takut" lirih Ali, lelaki itu mengambil ponselnya dan hanya bisa mengetikkan pesan untuk papahnya. Prilly, juga melakukan hal yang sama. Mengirim pesan untuk mamahnya.

Tak lama, dokter keluar dan itu membuat Ali dan Prilly bangkit dari duduknya. Wajah Ali pucat saat melihat ekspresi dokter yang sendu.

"mamah baik baik aja kan dok?" tanya Ali

"kami sudah melakukan semua usaha yang terbaik  dan semaksimal mungkin, sangat disayangkan dan kami harap keluarga kalian diberi ketabahan"dokter itupun berlalu diikuti dua suster dibelakangnya. Ali dengan cepat memasuki ruangan mamahnya berada dan memeluknya.

"mah, mamah pasti bercanda.. Ali mohon mah, bangun"isak tangis Ali sangat terdengar dan itu membuat sesak di dada Prilly menyerang.

"mah, bangun."

"Ali, udah Li" Prilly memegang bahu Ali dan mengangkatnya. Lelaki itu menatap sendu mamahnya yang sudah tak lagi dialam yang sama.

"mamah pasti bercanda" lirih Ali menatap Prilly. Prilly menggeleng kuat. Gadis ini harus bisa membuat Ali mengikhlaskan kepergian mamahnya.

"Li, ini sudah takdir. Please Li, kamu harus mengikhlaskan semuanya. Kamu bisa anggap mamah aku seperti mamah kamu sendiri kok" ucap Prilly. Ali menolehkan kepalanya dan menatap mamahnya. Setelah itu, ia berjalan keluar ruangan.

"ma-"

"biarin gue sendiri"

Prilly paham yang dirasakan Ali. Ia juga merasakan sesak dihatinya melihat Rosa didepannya dan sudah beda alam. Tak lama, papahnya Ali datang dan Prilly memilih keluar mencari Ali.

###

Prilly mengentikan lariannya dan berjalan perlahan menghampiri Ali. Gadis ini menjatuhkan tubuhnya disebelah Ali. Dilihatnya, Ali hanya menatap kosong kedepan dengan wajah datarnya.

"li? Semua akan baik baik aja" ucap Prilly. Lelaki disebelahnya ini tetap diam tak bergeming. Prilly menghela nafasnya dan menyenderkan punggungnya pada senderan bangku.

"Li, bukan kamu doang yang pernah kehilangan" ucap Prilly kecil. Ali hanya melirik dan kembali pada posisi awalnya.

"aku juga pernah kehilangan seseorang yang berharga bagi aku" lirih Prilly

"dia, sahabat kecil aku. Dia baik banget, sampai sampai tuhan manggil dia saking baiknya mungkin"air mata gadis itu jatuh begitu saja.

"dulu aku tinggal di Bandung, dia tetangga sebelah. Senyumnya manis, dan tampan" Prilly menundukkan kepalanya dan mengusap air matanya yang terjatuh.

"itu yang mengubahku jadi, ya orang orang bilang dingin dan cuek"Prilly kembali pada posisi awalnya dan menatap lurus kedepan.

"tapi, aku rasa kamu bisa ubah aku lagi Ali"Prilly menolehkan kepalanya kesamping, tepat saat itu juga Ali menatapnya dengan senyum tipis. Tangan Ali bergerak untuk menghapus air mata gadis ini. Dibawanya Prilly kedalam dekapannya dan Ali menenggelamkan wajahnya di bahu Prilly.

"Pril, jangan pergi"

"cukup mamah aja yang udah tinggalin aku sendiri"

"kamu jangan"

"Ali, dari awal kamu bilang cinta, aku percaya sama kamu bahwa kamu adalah yang terbaik, aku gak akan tinggalin kamu. Dan kamu juga jangan pernah merasa sendiri, karena masih ada aku, papah, kak Andra, mamah, papah aku, dan sahabat sahabat lainnya" ucap Prilly mengelus punggung Ali. Gadis itu melepaskan dekapannya dan menghapus air mata Ali. Dengan senyum yang menggemaskan, membuat Ali terkekeh kecil lalu mencubit pipi gadis ini.

"aku janji aku akan bahagiain kamu, layaknya sahabat"

"sa-"

"sahabat hidup, aku gak mau ajak kamu pacaran. Karena aku maunya sahabatan, terus aku ajak nikah kamu deh" jelas Ali. Prilly menggelengkan kepalanya dan terkekeh kecil.

"jadi, kamu gak boleh larut dalam kesedihan ya! Janji?" tanya Prilly, Ali mengangguk dengan senyum tipisnya.

"janji"

"busetdah yak! Nih anak dicariin masih aja romantis romantisan, ayok kedalem, tante Rosa mau dibawa pulang dulu! Ayok, eh btw gue turut berduka cita ya Li" Ali menganggukkan kepalanya. Ternyata yang menganggu mereka adalah, Andra.

"iya kak"

Mereka memilih masuk ke dalam rumah sakit dan menghampiri ruangan yang sudah terlihat ramai. Ali menatap sendu mamahnya yang kini tak bernafas lagi. Mamahnya yang sudah meninggalkannya dan papahnya.

Namun Ali akan selalu mengingat kata kata Prilly bahwa dia tak boleh terlalu larut dalam kesedihannya. Tapi, sepertinya sifatnya akan berubah sedikit. Bagaimanapun ia masih merasa kehilangan. Namun, ia merasakan hadir mamahnya didiri Prilly yang kini sudah, berubah.

###

Short Story - APTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang