Part 3

34.6K 848 7
                                    

Namira mengeluarkan hampir setengah pakaian miliknya dari lemari, entah karena alas an apa ia bersedia menerima ajakan makan siang dari Sanda. Gila. Namira juga menyadari bahwa dirinya sudah gila saat ini, tapi ia tidak bisa pungkiri, bayangan Sanda masih suka terlintas dalam pikirannya. Apalagi saat ia mengetahui bahwa Lala sudah meninggal. Sanda pasti sangat kerepotan mengurus anaknya seorang diri.

Akhirnya Namira memilih dress simple berwarna pastel untuk ia kenakan siang itu. ditambah dengan ulasan make up tipis, Namira sudah cukup percaya diri untuk menemani Sanda makan siang.

“Halo..” ucap Namira saat handphone nya berbunyi.

“Hai, Nam. Makan siang bareng yuk? Kebetulan aku abis jam makan siang kosong, jadi bisa keluar. Kamu lagi dimana?” ajak Dani yang langsung membuat kepala Namira berkunang-kunang.

Namira memang sengaja menyembunyikan pertemuannya dengan Sanda siang ini dari Dani. Entah karena apa, ia hanya ingin Dani tidak mengetahuinya. Padahal, kalaupun ia memberitahukan Dani yang sebenarnya juga harusnya tidak masalah karena toh mereka hanyalah sekedar pasangan palsu.

“Maaf Dan, tapi aku udah ada janji makan siang sama temen.. mungkin lain kali ya. Kamu nggak marah kan?”

“Oh gitu. Nggak kok, nggak masalah. Aku cuma pikir kasian kamu makan sendirian di apartemen. Tapi kalo kamu udah ada yang nemenin ya bagus. Kalo gitu hati-hati ya Nam. Hari ini aku pulang lebih cepet. See you.”

Dan hanya karena telfon singkat itu, mendadak hati Namira dipenuhi rasa bersalah. Ia sudah memilih baju habis-habisan, make up agar terlihat lebih cantik, dan itu semua hanya untuk Sanda. Pria yang dulu mencampakannya demi wanita lain. Sementara Dani, malah yang begitu khawatir pada dirinya, ia bohongi hanya untuk demi bertemu pria brengsek seperti Sanda.

Namira keluar dari kamarnya, memilih sepatu yang serasi dengan pakaiannya. Tetapi matanya tidak dapat lepas dari satu pigura besar yang terpajang di sisi tembok apartemennya. Foto pernikahannya bersama Dani. Tampak begitu indah, begitu manis, tampak sangat serasi.

Melihat wajah Dani yang sedang menatap dengan tajam dan dalam ke arahnya di foto pernikahan itu, hati Namira semakin merasa bersalah. Ia sadar, ada yang harus ia lakukan. Yang jauh lebih penting dari sekedar bertemu dengan Sanda. Ia pun mengambil handphone nya dari dalam tas, dan berlalu meninggalkan apartemennya.

~

Namira melangkahkan kakinya sambil menggenggam secarik kertas di tangannya. Gedung yang tepat. Hanya tinggal naik lift, dan mungkin ia akan sampai di tempat yang dituju. Namira menekan tombol bertuliskan angka lima belas di lift yang dinaikinya. Terdapat dua orang pria dan satu wanita di dalam lift bersamanya, entah apa yang ada di pikiran mereka sehingga semuanya tersenyum sambil menundukkan wajahnya saat berpapasan dengan Namira sampai membuat Namira sendiri merasa canggung. Ia merasa tidak mengenal mereka semua.

Namira buru-buru melangkahkan kakinya menuju meja resepsionis di lantai lima belas saat pintu lift itu terbuka, dan ternyata semua orang tadi juga turun di lantai yang sama. Kebetulan yang sangat aneh bagi Namira.

“Selamat siang Bu Namira.” Sapa seorang resepsionis dengan sangat sopan dan ramah.

Namira membalas senyumnya walaupun ia masih bertanya-tanya dalam hati, dari mana orang itu tahu namanya? Bertemu saja bahkan belum pernah.

“Bapak Dani nya ada di dalam ruangannya, mau langsung saya antar? Kebetulan lagi tidak ada tamu.”

Namira mengangguk cepat. Sebelum makin banyak orang aneh lagi yang ia temui. Namira mengikuti langkah resepsionis itu.

“Silahkan.”

Namira pun mengucapkan terimakasih saat resepsionis itu akhirnya membukakan pintu untuk Namira. Ternyata ini kantor Dani, dan inilah ruang kerjanya.

Are We A Couple?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang