Nobody Hurt Me Like You Hurt Me

6.3K 461 3
                                    

"Aku membencinya." Julia bergumam. Mimpi buruk itu selalu datang. Gadis nakal ayahnya yang mulai berani berbohong sejak malam itu. Julia sangat membenci dirinya. "selamanya membencinya." Kata-kata itu selalu terulang setiap kali kenangan itu muncul. Masa kuliah yang ia awali dengan menyukai seorang pria brengsek hingga ia terjebak.

Bergegas dari tempat tidur, Julia melihat kedip di layar ponselnya. Pertemuannya dengan Harry untuk kedua kalinya. Harry tidak terlalu memalukan untuk menjadi teman kencannya, begitulah yang dipikirkan Julia. Meskipun kadang terbersit rasa sesal karena ia tahu Harry adalah pria baik yang tulus padanya. Dia bukan jenis pria brengsek.

Julia menekan tombol hijau di layar ponselnya.

"Yap, Harry, kau akan tiba satu jam lagi kan?" ia menjepit ponsel di antara pundak dan telinga, sedangkan tangannya memilih-milih pakaian yang akan ia kenakan pada kencan keduanya. "aku akan siap-siap." Katanya memutuskan sambungan. Gadis itu terkikik pada lelucon yang sempat Harry lontarkan.

Satu jam kemudian Harry benar-benar melakukan leluconnya. Pria itu hampir saja membuat Julia melompat ketika membuka pintu.

"Manis sekali," Julia geleng-geleng kepala.

"Temanku itu yang memilihkannya," jawab Harry. Julia mengajaknya masuk dan meninggalkan Harry di ruang tamu sementara Julia berlari ke kamarnya untuk mengambil tas dan membenahi sedikit riasannya yang mungkin sedikit rusak tersapu mawar-mawar Harry.

"Ah, itu hanya bagian dari kenangan manis bersama seseorang." Kata Julia ketika keluar dari kamarnya dan mendapati Harry mengamati sebuah bingkai kaca. Harry mengamati raut Julia yang justru berbeda dari 'kenangan manis' yang dimaksudkan dan Julai menyadarinya. "ah tadi kau bilang temanmu yang memilihkan ratusan mawar-mawar kecil itu. Apakah itu adalah teman yang sama?" tanya Julia mengalihkan perhatian Harry.

"Jika maksudmu adalah teman yang menyarankanku untuk mengajakmu berkencan di tempat bising, maka jawabannya ya."

"Apa itu artinya temanmu itu sedang ada di kota ini?" Julia sedikit tertarik.

Harry mengangguk. "kita akan bertemu dengannya jika dia belum menemukan teman yang bisa ia ajak bergulat satu jam ke depan." Jawab Harry meliirik jam di pergelangan tangan, "kita harus segera pergi jika kamu ingin bertemu dengannya karena tidak susah bagi pria brengsek itu untuk menyeret wanita ke tempat tidur." Harry menyelipkan lengannya ke pinggang Julia setelah wanita itu mengangguk.

Selama perjalanan Julia dan Harry sibuk bercerita hari-hari menyebalkan mereka. Julia dengan petuah-petuah Katie serta kerjaannya yang sedikit mengganggu karena pergantian atasan. Atasannya yang dulunya seorang pria empat puluhan berganti dengan nenek-nenek tua cerewet.

"Mulutnya tidak pernah berhenti mengoceh dengan tongkat yang selalu siap siaga memukul siapa saja yang membantah. Menyebalkan!"

Harry tergelak. "Bagaimana dengan temanmu itu?"

"Katie? Masih betah dengan kekasih lima tahunnya."

"Maksudku soal petuahnya. Kurasa kau memang harus mempertimbangkannya," Harry terlihat ragu saat mengucapkan. Ia melirik Julia dan Harry tahu kalau wanita itu kurang nyaman dengan perkataannya.

Julia terdiam. Mempertimbangkan petuah Katie tentu saja artinya ia harus mulai menemukan satu pria yang akan mengajaknya mengucap janji sehidup semati di altar.

Tidak!

Julia tidak akan melakukan komitmen dengan orang yang hanya disukainya. Julia butuh seseorang yang mencintai dan dicintainya. Meskipun masalahnya sampai detik ini belum ada seorang pun yang berhasil membuatnya jatuh cinta.

"Aku akan mulai memikirkannya." Jawab Julia menutup pembicaraan karena mobil sudah nyaris berhenti setelah mendapatkan lahan untuk parkir.

***

Double J (Complete) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang