11b

45.5K 4.4K 275
                                    

Max masih sibuk dengan tumpukan berkas di atas meja kerjanya di ruang CEO perusahaan M&B Group, ketika dering ponsel mengganggunya. Tanpa melirik caller id lelaki itu menerima panggilan dengan mata yang masih fokus membaca sebuah berkas kerjasama dengan perusahaan lain.

"Halo," sapa Max tanpa minat.

Mendadak Max bangkit dari duduknya dan nyaris membuat kursi yang ditempatinya terjungkal karena gerakannya yang tiba-tiba.

"Apa maksudmu?" kegusaran nampak dari raut wajahnya.

Dia diam mendengarkan ucapan orang yang sedang menghubunginya. Wajahnya makin memerah karena takut, marah dan khawatir. Akhirnya topeng ramah yang selalu dipasangnya untuk menutupi sosok asli dibaliknya terbuka. Seorang lelaki yang kesepian, dengan kesedihan terpendam dan kemarahan yang senantiasa ditahannya.

"Bagaimana ini bisa terjadi? Kalian sungguh tidak becus. Aku hanya memberi kalian sebuah tugas, dan kalian gagal melaksanakannya." Rahangnya menegang karena amarah yang tertahan.

Max sangat ingin menghantam sesuatu. Atau lebih tepatnya dia ingin menghajar orang-orang yang lalai menjalankan perintahnya.

Lelaki itu masih menunggu, mendengarkan tiap pembelaan orang yang menghubunginya.

"Kenapa aku baru tahu sekarang? Kenapa kalian tidak langsung menghubungiku agar aku bisa segera menyelesaikannya?"

Max kembali mendengarkan. Akhirnya desahan berat terdengar dari sela bibirnya.

"Baiklah. Sebaiknya kalian perbaiki kekacauan yang telah kalian buat. Aku juga akan melakukannya dari sini dengan caraku."

Begitu panggilan terputus, Max menunduk dengan kedua tangan bertumpu di atas meja. Apa yang harus dilakukannya sekarang? Jemarinya mengepal kuat. Dia harus melakukan sesuatu. Tapi apa?

Max segera menegakkan tubuhnya lalu mengenakan jas yang tersampir di sandaran kursi. Tidak ada gunanya menyesali yang telah terjadi. Dia harus bertindak. Apapun itu selain diam saja dan menunggu ketakutannya menjadi kenyataan.

Max baru saja mengancing jasnya ketika pintu ruangannya terbuka perlahan tanpa diketuk. Dia menggeram kesal sambil berbalik ke arah pintu atas kedatangan orang yang sepertinya tidak tahu sopan santun. Tapi setelah melihat siapa yang berdiri di ambang pintu, seulas senyum menghiasi bibirnya.

"Freddy, kujungan yang mendadak. Kenapa tidak memberi kabar dulu kalau mau mampir?"

Freddy berjalan pelan memasuki ruangan Max. Wajahnya tampak menegang. Sorot mata abu-abunya menatap tajam pada mata biru Max.

"Kenapa aku harus memberi kabar lebih dahulu? Apa Anda merencanakan sesuatu, Uncle Max?"

Max mengernyit menyadari suara dingin Freddy, tapi dia mengacuhkan hal itu. "Tentu saja tidak. Tapi aku buru-buru sekarang. Ada hal lain yang harus kukerjakan?"

Freddy berjalan semakin mendekati Max. Dengan santai dia menyandarkan pinggulnya di tepi meja kerja Max lalu meraih sebuah kertas dari atas meja kerjanya seolah penasaran dengan isinya. Sikapnya santai. Namun Max menyadari sikap santai itu ditujukan untuk mengintimidasi seseorang yang dianggap bersalah akan sesuatu.

"Boleh aku tahu 'hal lain' apa yang harus Anda kerjakan?"

"Freddy, sungguh aku menyesal karena tidak bisa menemani dirimu mengobrol saat ini. Aku sungguh buru-buru sekarang."

"Buru-buru menyelesaikan sebuah misi yang gagal?"

Kening Max mengernyit. Apa Freddy sudah mengetahui semuanya?

"Kenapa diam, Uncle Max? Apa karena ucapanku benar?"

Max memasang senyum ramahnya. "Sebenarnya apa tujuanmu datang ke sini?"

Polisi Penggoda (TAMAT)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora