Pasutri (Extra Part)

21.1K 1.5K 78
                                    

"Astaga Arga! Kamu ngapain?" Aku segera membuka jendela kamarku begitu mendengar beberapa kali ketukan mendarat di sana.

Arga telah berdiri menggunakan tangga Pak Imam tepat ketika aku menyibak tirai kamarku ini.

"Aku gak bisa tidur." Dia malah tersenyum lalu berusaha melebarkan jendela, seakan ingin masuk ke dalam kamarku.

"Ya ampun, kita masih harus nunggu besok, baru halal." Arga hanya tertawa mendengar perkataanku.

"Bentar aja. Jam sebelas nanti aku pulang."

Aku sudah menggeleng-gelengkan kepalaku.

"Pak Imam gak mungkin mau minjemin tangganya, kamu pasti gak izin, ya." Aku masih menghalangi Arga yang sudah mulai mencoba kembali mencari celah untuk masuk ke kamarku. Jendela tanpa teralis ini akan sangat memudahkan Arga masuk.

"Nanti aku izinnya, waktu udah balikin."

Aku sangat menyayangkan sikap Pak Imam yang tidak mengunci pintu pagar halaman sampingnya itu setelah menyembelih ketiga ayamnya dua minggu yang lalu. Seandainya saja ayam-ayam itu masih ada, Arga pasti tidak bisa hinggap di jendela kamarku malam-malam pukul sepuluh lewat tiga puluh menit ini.

Dia benar-benar memiliki bakat menjadi burung kakatua.

"Nanti kamu dikira calon mantu yang nggak bener, Ga. Bisa-bisa kita batal nikah. Paduka Raja Deano Irdiansyah, gitu-gitu punya jiwa Aa Gym."

Arga melebarkan kedua matanya, sepertinya aku berhasil menakuti-nakutinya.

"Masa? Beneran? Tapi, Sayang, aku susah banget buat tidur. Makanya aku ke sini."

"Kamu kira aku bisa buat kamu ngantuk?"

Arga hanya terkekeh menjawab pertanyaanku.

"Pulang, Ga. Kalau nggak aku panggil papa nih atau mau aku telpon mama kamu?"

Arga tidak menghiraukan ancamanku, dia malah mendorong tubuhku menjauh lalu dengan sangat mudah dia berhasil menyentuh lantai kamarku. Benar-benar tamu yang tidak tahu diri.

Kini dia telah berjalan santai ke arah kasurku lalu merebahkan tubuhnya di atas sana.

"Aku tidur di sini aja, ya. Nanti jam tiga kamu bangunin, baru aku pulang."

"Menurut ngana? Aku mau gitu?"

Arga mengangguk menjawab pertanyaanku.

Astaga. Calon suami siapa ini?

"Mobil, kamu parkir di mana?" Pikiran tentang kendaraan yang membawa Arga ke sini membuatku cukup penasaran.

"Di rumah Reno, aku ke sininya jalan kaki."

Ya Tuhan. Dia seniat itu karena tidak bisa tidur. Komplek rumahku dengan Reno tidak bisa dikategorikan dekat jika ditempuh dengan perjalanan kaki.

"Argaaa. Siapa yang ngizinin kamu tidur di sini?" Aku segera terpancing emosi begitu Arga malah membenarkan posisi tidurnya dan sudah menutupi tubuhnya dengan selimutku.

"Kamu, lah." Dia menjawab santai dan mulai memejamkan matanya.

"Heh. Kapan aku bilang iya? Sana pulang, kamu kira aku wanita macam apa? Mau gitu aja tidur di samping kamu."

"Kamu tidur di sofa aja, Sayang." Arga membuka kembali matanya dan mengarahkan telunjuknya ke arah sofa panjang di depan kasurku itu.

Dasar manusia tidak tahu diri!

"Aku memang harus bilang ke papa kalau ada kamu di sini!"

Aku sudah melangkahkan kakiku ke arah pintu kamar namun Arga dengan cepat berdiri dari tempat tidur dan terlebih dahulu menjangkau pintu kamarku.

Tuan Rasa [Completed]Where stories live. Discover now