-1-

26.8K 2.2K 101
                                    

Jangan lupa vommentsnya please 😶

Selamat membaca 💋

🌟🌟🌟

"Sudah berapa kali kubilang, berhenti merokok."

"Enggak setiap hari aku ngerokok."

"Tapi setiap kita ketemu, kamu selalu merokok, Nyet!"

"Not your lucky days then," ucapku sambil menghembuskan asap ke arah berlawanan agar sosok di sebelahku tak terganggu.

"Jangan pegang ih! Bau rokoknya nempel!" protesnya dengan wajah sebal ketika aku coba meraih puncak kepalanya. "Aku mau ketemu Adam! Nanti dia nyium aroma rokok, kan enggak enak!"

"Then today is another unlucky day for you."

Mendengar ucapanku barusan, dengan kesal dia memukuli lenganku. Untuk ukuran wanita, pukulannya termasuk lumayan keras. Tapi aku maklum, fisiknya terlatih karena dulu ketika SMA dia aktif di klub voli, juga jadi anggota Mapala bahkan sampai sekarang, saat statusnya sudah bukan lagi mahasiswa. Dia masih cukup aktif di almamaternya dan jadi instruktur di sana.

"Kalau ada masalah ngomong. Bukan diam sambil bakar-bakar duit kayak sekarang!"

Aku kembali terkekeh dengan istilahnya 'bakar-bakar duit'. Farah adalah sedikit dari orang-orang di sekitarku yang tak akan pernah bosan mengomeli kebiasaan merokokku.

"Percuma ngomong sama kamu! Antar aku pulang sekarang!" ketusnya karena melihat responku.

"Dikit lagi," kataku sambil menunjukkan batang rokok yang tinggal sekitar tiga hisapan lagi di sela jariku.

"Aku mau ketemu Adam, kamu juga harus ketemu sama calon jodohmu. Jadi, kamu pulang terus mandi, ganti baju yang rapi dan wangi!" perintah gadis dengan rambut panjang yang diikat sekenanya dan menyisakan beberapa helai di sekitar tengkuk.

Aku menghisap dalam-dalam rokokku sebelum melemparkannya ke dekat kaki dan menginjaknya agar baranya padam.

"BINTANG!!!!" teriak cewek di sampingku seraya mengibaskan tangan ke kanan dan ke kiri dengan kuat, karena aku sengaja meniupkan asap terakhirku di depan wajahnya lalu jalan duluan. "Kusumpahin jodohmu makin jauh ya, Nyet!!" serunya menyusul jalan di belakang.

"Ada kamu yang dekat."

"NAJIS!!!!" pekiknya kesal sambil memukulku bertubi-tubi sampai kami tiba di samping mobil yang kuparkir.

Aku menahan kedua tangannya untuk menghentikan pukulannya. "Jangan anarkis, nanti jodohmu juga jauh," ledekku sambil mendekatkan wajah padanya.

"Kan ada kamu yang dekat," balasnya membalik ucapanku tadi. "Aduh!!" desisnya saat aku menyentil keningnya.

"Kamu bukan tipeku, masuk!" titahku seraya membuka pintu mobil untuknya.

Farah berdecak sebal dengan raut masam, "kamu juga bukan tipeku!" sengitnya sebelum masuk ke mobil.

"Baguslah," timpalku lalu menutup pintu mobil.

Namanya Farah Nabiha, ahli forensik yang selalu punya cara bersenang-senang disela kesibukannya yang kuakui lebih gila dari kesibukanku. Kami satu sekolah di SMA, tapi tidak cukup dekat untuk dibilang teman saat itu. Kami justru mulai bersahabat baik di tahun terakhir kuliah, itupun karena tak sengaja bertemu saat sama-sama mendaki Rinjani.

Aku sendiri Bintang Aruna, usia 30 tahun dan punya tiga sahabat baik, dua di antaranya sahabatku dari SMA, namanya Syuja Niswara dan Luthfi Nalendra. Sementara satu sahabatku yang lain bertemu ketika kami kuliah di kampus dan jurusan yang sama, namanya Gama Hanggono. Hubungan kami berempat sangat baik, banyak yang bilang kami seperti saudara kandung, setidaknya itu yang terjadi sampai hampir 2 tahun lalu, ketika Luthfi Nalendra hilang tanpa kabar.

Lost Star (Tidak Lengkap, Sudah Terbit di Galaxy Media)Where stories live. Discover now