-2-

21.3K 2.1K 115
                                    

Vomments juseyo 🙏 karena nanti Na punya sesuatu buat yang rajin vomments 😁

Selamat membaca 💋

🌟🌟🌟

Kedatangan Kiara membuatku mau nggak mau mulai jarang pulang ke rumah Syuja.

Kondisi Yayang yang hamil menyebabkan Kiara dan Ibunya Kahiyang lebih sering tinggal di rumah Syuja, hingga sengaja aku sedikit menjaga jarak. Karena kalau aku tak melakukannya, perasaanku akan berkembang tanpa bisa kukendalikan lagi.

Beberapa proyek kukerjakan di rumah, kadang aku mengungsi ke kos Gama, sementara yang punya kamar kos justru betah di rumah Syuja, seperti sore ini.

Ponselku berbunyi saat aku mengecek ulang peta yang dikirim Gama via email. "Assalamu'alaikum," sapaku sambil menatap layar laptop di hadapanku.

"Wa'alaikumsalam." Suara Bunda terdengar lembut seperti biasa. "Mas, bisa pulang makan malam di rumah?"

"Dalam rangka apa?" Aku tahu, Bunda tak akan memintaku pulang tanpa ada maksud tertentu.

"Orang tua Hanum kebetulan baru pulang, Bunda mengundang mereka makan malam. Bisa ya, Mas?"

Nah, benar tebakanku!

"Aku sibuk, Bun. Dua hari lagi laporan harus kuserahin."

"Perlu Bunda telepon Syuja? biar kamu diberi ijin pulang sebentar?"

Aku menghela nafas pelan, rasanya memang tak akan pernah bisa aku menolak setiap permintaan Bunda. "Baiklah, aku pulang," sahutku mengalah.

"Bagus!" suara Bunda terdengar lebih riang dari sebelumnya, "Bunda minta Hanum datang jam tujuh, kamu datang sebelum itu ya, Mas?"

"Habis Maghrib aku jalan."

"Ya sudah kalau begitu.Bunda tunggu ya, Nak. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam," pungkasku lalu meletakkan ponsel di samping laptop.

Berjalan ke jendela kamar yang terbuka, aku mengeluarkan sebatang rokok lalu memantikkan api untuk membakarnya. Satu hisapan panjang kulakukan ketika rokok menyala, setelah itu kuhembuskan cepat asapnya ke luar jendela. Tanganku yang lain menekan angka dua selama beberapa detik untuk menghubungi seseorang, sementara mulutku kembali menghisap rokok yang kujepit menggunakan jari-jari tangan kiri sambil menunggu panggilan tersambung.

"Ei-yooo!"

Aku tersenyum mendengar sapaan riangnya. "Kayaknya moodmu bagus banget?"

"Ada apa?" tanyanya balik tanpa basa-basi.

"Sibuk?"

"On the way ke ruang autopsi."

"Siapa yang mau kamu bongkar kali ini?"

"Ingat jenazah yang ditemuin di Cangar? Beliau sudah menunggu untuk diautopsi."

"Kondisimu fit kan?" tanyaku lalu kembali menghisap rokok dan menghembuskan asap putih dari mulut.

"Sepertinya fit, kenapa?"

"Jangan sampai muntah lagi," jawabku seraya menjentikkan abu di ujung bara.

"Aku cukup tidur, enggak telat makan, makan siangku juga 4 sehat 5 sempurna tadi, jadi ... kondisiku sekarang sangat prima."

"Bagus kalau begitu."

"Kamu telepon bukan buat nanya kondisiku kan, Nyet?" tanyanya tepat pada sasaran.

Lost Star (Tidak Lengkap, Sudah Terbit di Galaxy Media)Where stories live. Discover now