Invalidite | 2

870K 53.4K 2.9K
                                    

Karena bukan sebuah kesempurnaan yang membuatmu bernilai.

-Pelita Senja-

***

Salah satu hal yang jarang sekali dilakukan Dewa selain tersenyum adalah masuk kelas.

Baginya, duduk di kursi sempit dan mendengarkan dosen bicara sangat membuang waktu. Terlebih, ia tidak mengerti apapun yang diterangkan.

Tapi tidak dengan pagi ini. Dewa sudah berada di kampus dengan wajah kusutnya. Menenteng sebuah ransel yang hanya berisi kamera dan rokok, menaiki tangga dengan malas.

Karena bukan kebiasaannya seorang Dewa bangun pagi, rasa kantuk tidak bisa dicegah mengiringi langkahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Karena bukan kebiasaannya seorang Dewa bangun pagi, rasa kantuk tidak bisa dicegah mengiringi langkahnya. Ia menguap sambil menggaruk tengkuk kemudian perutnya menghantam sesuatu. Atau lebih tepatnya ia menabrak seseorang.

Terdengar suara benda jatuh diatas lantai menyusul pekikan seorang wanita.

"Patungku!" Wanita itu memandang ke lantai didepannya yang sudah penuh oleh pecahan tanah liat. Kemudian mendongak dari posisi terduduk di lantai dan menatap Dewa, seolah ingin menelannya bulan-bulat. "Kamu!!"

Dewa menatap jengah dan mengibaskan sepatunya yang terkena pecahan.

"Kamu kenapa muncul tiba-tiba sih? Liat, patungku jadi hancur!"

"Minggir." Dewa hendak berlalu dari sana, mengabaikan seruan tidak terima itu. Namun tiba-tiba saja langkahnya terkait sebuah tongkat. Membuat Dewa hampir saja jatuh tapi berhasil menyeimbangkan diri. Ia berbalik, dan menatap marah.

"Lo mau cari mati?!"

"Enggak," Pelita menggeleng. "Aku mau kamu minta maaf."

"Kenapa gue harus ngelakuin itu?"

Pelita bertumpu di satu tongkat, mengangkat tubuhnya untuk berdiri tanpa kesulitan. "Karena udah jalan sembarang dan ngancurin patungku,"

Dewa meneliti Pelita dari atas sampai ke kaki wanita itu. "Lo yang jalan gak bener."

"Aku punya empat kaki, gimana mungkin aku yang gak bener jalannya," Pelita menarik ransel Dewa, menahan cowok itu agar tidak pergi padahal Dewa masih diam di kakinya. "Oh, kamu juga perlu ganti patungku."

Dewa mengibaskan tangannya, melepaskan tarikan Pelita. "Lo gak tau siapa gue?"

Pelita tersenyum. "Aku tau siapa kamu."

"Nah, kalo gue jadi lo, gue bakal mikir seribu kali buat cari masalah disini."

"Aku tau kamu cowok yang waktu itu hampir mukulin Bobby kan?" Pelita menunjuk wajah Dewa. "Masih jadi orang jahat ya kamu? Makanya minta maaf aja gak bisa,"

Dewa mendengus. Apakah cewek ini mahasiswa baru sampai tidak mengenali siapa Dewa Pradipta?

Dewa ingin beranjak pergi dari sana, namun Pelita kembali menarik ranselnya.

Invalidite [Completed]Where stories live. Discover now