Invalidite | 19

416K 39.3K 4.7K
                                    

I have a thousand things to say to you, and a thousand reason not to.

- Dewa Pradipta -

"Gue suka."

Pelita terhenyak. Bukan saja karena kedekatan yang tercipta diantaranya dan Dewa, tapi juga kalimat cowok itu yang membuatnya membelalakan mata.

Pelita pasti salah dengar. Dan ini pasti karena efek dari pernyataan Gilvy yang membuatnya jadi sangat sensitif dengan kata itu.

Pelita menolehkan wajahnya ke depan. Berbeda jika tadi ia tidak nyaman dengan pernyataan Gilvy, kali ini Pelita justru berdebar. Hal mengejutkan yang cukup sulit terelakkan.

"Dewa ngomong apasih," Pelita membuka lembaran buku di pangkuannya gemetar. "Lanjutin belajarnya, yuk."

Keengganan yang coba Pelita perlihatkan mungkin tidak dibaca Dewa dengan jelas. Cowok itu bukannya mundur malah menjulurkan tangan lebih jauh, menggapai tengkuk Pelita supaya menolehkan wajah cewek itu ke hadapannya.

Di bawah tangannya, ia bisa merasakan jika cewek di hadapannya itu gemetar.

"Gue suka," Dewa kemudian mengusap tengkuk Pelita dengan lembut. "Kepang lo ini,"

Lalu seketika saja Pelita menghela napasnya. Lega.

"Duh," Pelita terkekeh. "Kamu tuh bikin takut aja. Aku pikir apa,"

Ketegangan yang ada pada cewek itu lenyap. Yang tak luput dari pengamatan Dewa sedari tadi. "Emang lo pikir apa?"

"Ya engga sih, cuma gara-gara Gilvy aja tadi."

Dewa menarik tangannya dari tengkuk Pelita lalu bertumpu pada sandaran sofa. "Kenapa lagi tu cowok?"

Pelita menggaruk telinganya. "Tadi pas nganterin aku dia ada bilang suka gitu. Makanya waktu kamu bilang itu juga bikin aku kaget, hehe. Inikan bukan hari bilang suka sedunia, ya."

Dewa menarik diri untuk bersandar pada lengan sofa dan melipat tangan di dada. "Terus?"

"Terus apa?"

Dewa memutar matanya. "Terus lo jawab apa ke Gilvy?"

"Oh itu. Belum aku jawab. Gilvy nyuruh aku mikir dulu. Tapi sebenernya aku jadi takut nyakitin dia kalo akhirnya harus jujur."

Dewa menaikkan alisnya, tertarik.

"Aku udah anggap Gilvy sahabat dari lama. Pasti bakal jadi aneh kalo harus suka-sukaan. Dan memang aku cuma punya rasa pertemanan buat dia."

Dewa mengulum senyum simpul. Mengambil buku yang dilemparnya tadi dan mengangkat kaki ke atas meja. "Yaudah tolak aja. Ribet banget."

"Aku gak tau harus gimana ngomongnya ke Gilvy, Wa."

"Bilang lo gak suka sama dia. Beres."

Pelita mendorong bahu Dewa. "Itu namanya jahat."

"Ya bodo."

Suara ponsel dari tas membuat Pelita menoleh. Membuka lipatan telponnya dan tercenung melihat siapa yang menelpon. Pelita Ragu beberapa saat.

Mendengar nada yang terus berbunyi itu membuat Dewa lalu mengambil pergelangan tangan Pelita untuk melihat nama pemanggil di layar telpon. "Gausah diangkat."

"Kalo penting gimana?"

"Gak ada yang lebih penting daripada bimbingan sama gue sekarang,"

Pelita menarik tangannya lepas. "Sebentar aja," cewek itupun langsung menekan tombol jawab.

Invalidite [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang