Invalidite | 12

454K 41.2K 7.3K
                                    


You're different.

- Dewa Pradipta -

Acara penggalangan dana untuk donasi panti hari itu berakhir sukses. Tanpa diduga semua barang terjual habis, mulai dari lukisan, kue, dan tentu saja puluhan foto milik Dewa. Cowok itu sekarang sedang bersama Gerka dan Rendi, duduk di bangku dekat pohon ketika Pelita datang mendekat.

"Aku, Bu Marta sama anak-anak mau bilang makasih. Berkat bantuan kalian kami ngumpulin banyak dana hari ini. Melebihi ekspetasi malahan."

"Anytime, Pel." Sahut Rendi.

"Sebenernya gue diancam potong gaji sama Dewa kalo gak dateng," ujar Gerka terkekeh. "Tapi pas nyampe sini gue jadi seneng gitu bisa bantu."

Pelita ikut tertawa. Mereka terlibat obrolan ringan beberapa saat. Sesekali Pelita menatap Dewa. Cowok itu sedari tadi tidak ikut bicara dan hanya memutar lensa, fokus menggeser hasil foto di kameranya.

Setelah segala properti selesai dibereskan, Rendi dan Gerka pamit pulang terlebih dulu dengan mobil Van putih. Pelita sendiri masih berdiri di depan kaki Dewa. Takut mengganggu karena Dewa terlihat sangat serius.

Namun melihat Dewa yang tidak kunjung mengangkat wajah, Pelita lalu menyenggol sepatu boots Dewa dengan ujung tongkatnya. Upaya itu berhasil membuat Dewa mengangkat wajah dengan dahi berkerut menatapnya.

Pelita tersenyum. "Makasih, ya."

"Lo udah bilang itu tadi,"

"Ini makasihnya khusus buat Dewa aja,"

Dewa masih menatapnya. Tidak ada senyum disana. Namun entah bagaimana Pelita menjelaskan jika hal itu malah menarik senyumnya semakin lebar.

Tiba-tiba saja Dewa meletakkan kamera di bangku lalu berdiri, meraih lengan Pelita, mengambil alih tongkatnya dan membantunya duduk di sisi bangku yang kosong. Tongkatnya disandarkan pada bangku dan Dewa kembali duduk di sebelahnya.

"Cape gue liat lo bediri setadian."

"Yang berdiri kan aku, kok kamu yang cape?"

Dewa memutar matanya. "Gausah dibahas."

Suara anak-anak panti yang sedang bermain di teras terdengar. Mereka berkumpul memainkan sisa balon dan hiasan kertas. Pelita selalu bahagia mendengar itu. Mengingatkannya ketika dulu saat ia masih kecil bermain dengan teman-temannya. Tentu saat itu Pelita masih bisa berlari bermain petak umpet.

"Kamu tau, panti asuhan seperti ini sebenarnya sulit untuk bertahan."

Dewa masih berkutat dengan kameranya. "Kenapa?"

"Gak ada satupun orang tua yang menginginkan seorang anak dengan fisik gak sempurna, Wa. Kalo orang tua yang mengandung gak bisa memilih gimana anak mereka nanti terlahir, mereka yang datang kesini justru punya itu. Dan anak berkebutuhan khusus bukan termasuk pilihan mereka."

Dewa menurunkan kameranya dan menoleh. Pipi Pelita bersemu kemerahan, mungkin karena terkena sinar matahari seharian. Disaat cewek-cewek yang datang tadi sibuk menutupi wajah mereka dari matahari, Pelita seolah tidak peduli.

"Waktu yang mengumpulkan kami disini. Dari hasil penolakan dan rasa tidak diterima. Mereka masih berharap suatu hari akan ada keluarga yang datang menjemput, meski kenyataannya sampai sekarang gak ada orang tua asuh yang berkunjung.

Tapi aku akan selalu memastikan harapan mereka terus ada. Karena aku percaya masih ada orang baik di luar sana yang gak memandang kekurangan kami sebagai kesulitan. Makanya, kami sangat perlu dana dari donatur untuk saat ini."

Invalidite [Completed]Where stories live. Discover now