Diego menahan seorang pelayan yang berjalan dengan membawa minuman di nampan, lalu ia mengambil segelas cocktail. Diego menuju beranda lantai dua sekarang. Ia ingin meninggalkan suasana pesta di belakangnya, ia tak begitu suka dengan keramaian. Icha mengajaknya ke pesta di rumah salah satu teman Icha setelah pulang kegiatan ekstrakurikuler, ia bahkan tak sempat membersihkan diri. Diego melirik arlojinya, sudah hampir jam 9 malam. Ia segera menenggak habis minumannya. Kenangan masa lalu terlintas di benaknya. Diego mengingatkan dirinya sendiri bahwa ia harus selalu membenci Hanggono, pembunuh ibunya.
Dilihatnya Icha yang sedang mengobrol dengan Ivandito dan yang lainnya. Dengan cepat, Diego beranjak ke tempat Icha, menggandeng tangannya dan membawanya keluar dari rumah pesta. Awalnya, Icha memberontak, tapi Diego mempererat pegangannya, akhirnya Icha pasrah mengikuti dengan tatapan bertanya-tanya. Setelah keluar, Diego melepas jaketnya dan menyelimuti tubuh Icha yang memakai pakaian terbuka.
"Hei, kamu kenapa, sih?" Icha protes. Namun, Diego tak menanggapinya. "Kenapa kita keluar, Rick? Pesta belum selesai," sambungnya.
"Nggak bisa ya sehari aja kita lewatin waktu berdua? Aku ingin ngomong sesuatu sama kamu," jawab Diego.
Icha memandangnya dengan tatapan bertanya-tanya, namun Diego mengacuhkan tatapan itu dan membawa Icha menuju parkiran motornya. Tak lama kemudian, mereka telah melesat ke jalanan. Diego menghentikan motor di depan ke cafe 'Cool', tempat Diego dan Rick sering bertemu. Ketika Diego berjalan ke pintu masuk, pemilik café langsung menyapanya dengan ramah dan mempersilakan mereka duduk.
"Kamu kenal sama orang itu? Kayaknya, kamu sering ke sini, ya?" tanya Icha beberapa saat setelah mereka duduk.
"Ya, begitulah," jawab Diego. Tampak seorang pelayan cafe melayani mereka dengan mencatat pesanan-pesanan Icha.
"Oh ya? Sama Ivandito dan gengmu?" tanya Icha setelah pelayan cafe itu pergi.
Diego menggeleng, "Tidak. Sendiri. Dan kamu cewek pertama yang aku ajak ke sini," jawab Diego.
Icha tersipu malu, ia tersenyum sambil mengaitkan rambutnya ke belakang telinga. "Kamu nggak akan ke sini sendirian lagi, kok. Cewekmu ini akan selalu nemenin kamu. Jadi, jangan sungkan kalau mau ajak aku ke sini. Tapi, suasana cafe ini apa nggak terlalu sepi dan..." Icha berhenti sejenak dan mengedarkan pandangan ke sekeliling, "terlalu klasik? Kayak cafe jaman dulu aja."
Diego tersenyum kecut, "Aku lebih suka tempat ini daripada suasana pesta-pestamu itu."
Icha tersenyum dengan paksa kemudian mengangguk samar, "Oh ya, katanya, ada sesuatu yang mau kamu omongin?" Icha meraih tangan Diego yang berada di meja, "ngomong aja, Sayang."
Diego melirik sekilas tangannya yang digenggam Icha, kemudian mengalihkan perhatiannya kepada cewek di hadapannya itu, "Ya. Sebenarnya, aku pengen ketemu sama Ayahmu. Itu pun kalau kamu nggak keberatan."
Icha terlihat senang. "Beneran? Boleh lah. Aku senang banget kalau bisa kenalin kamu sama ayahku."
Kedua alis Diego bertautan, ia memperhatikan Icha dengan pandangan skeptis. Berani juga dia? Apa dia nggak takut mempertemukan aku sama ayahnya? Apa ayahnya nggak bakal marah mendapati anaknya yang udah punya calon tunangan tapi malah bawa cowok lain untuk dikenalkan? Diego tersenyum kecut, Masa bodoh! Yang penting aku bisa bertemu langsung dengan Hanggono. Akhirnya setelah bertahun-tahun, aku akan bertemu langsung dengan pembunuh ibu, batin Diego.
Pembicaraan mereka terhenti sejenak karena pelayan cafe membawa pesanan mereka.
"Jadi, kapan kamu akan mempertemukan aku sama ayahmu?" tanya Diego setelah suasana kembali intens.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fur Elise [END]
Teen FictionHighest rank : 1 #kotakmusik 1 #piano Rissa, siswi kelas 12 Saint Sirius Senior High School menjalani kehidupan sekolahnya dengan sempurna disertai segudang prestasi di dunia piano dan akademik. Namun, ia tak pernah bisa lepas dengan kenangan cinta...