Bab 5

9.1K 792 51
                                    

Sesampainya di Jakarta, Aran dan Dira hanya mampir sebentar di rumah Tamara. Sesuai rencana, mereka langsung pindah ke rumah baru mereka.

Aran mengangkat kardus berisi barang-barang pribadinya ke  mobil HRV putih miliknya. Dia melirik Dira yang hanya duduk diam di ruang tamu. Istrinya tampak menunduk mengutak-atik HP. 

Aran mendengus kesal. Sedikit pun Dira tidak berniat menatapnya, apalagi membantunya. Begitu pun dengan mama dan adiknya yang langsung masuk kamar ketika sampai di rumah. Sepertinya mereka kompak memusuhinya.

“Ayo, kita pulang,” kata Aran datar sambil menatap Dira sekilas. Dia berjalan ke kamar mamanya dan mengetuk pintu. “Ma, Aran dan Dhie pamit.”

Pintu kamar terbuka dan muncul wajah kesal Tamara. “Sudah dibawa semua barangmu?” 

“Sudah, Ma.” Aran mencium tangan Tamara dan menuju kamar adik satu-satunya.

“Ran, ini cincin kawinmu gimana?” tanya Tamara seraya menatap punggung anaknya.

“Jual saja, Ma. Sumbangkan uangnya,” jawab Aran tanpa menoleh.

“Yakin?” tanya Tamara lagi.

Aran berbalik. “Iya, Ma,” jawabnya singkat, lalu mengetuk pintu kamar Renata. “Rena, kakak pulang.”

“Iya,” sahut Renata dari dalam kamar tanpa membuka pintu.

“Buka dulu pintunya!” Aran menggedor pintu kamar Renata yang tidak lama kemudian terbuka.

“Apa lagi?” ketus Renata yang langsung mendapat hadiah jitakan  dari kakaknya.

“Nggak ada sopannya jadi adik.”

“Memang tadi kakak sopan di sana?” sindir Renata sambil memeluk lengannya.

“Nggak usah ikut-ikut. Kakak pulang dulu. Sering-sering main ke sana. Temani Mbakmu!” Aran berjalan sembari memberi tanda pada Dira agar pamit pada mama dan adiknya. 

“Kalau ada apa-apa, jangan sungkan telepon Mama atau Rena, ya?” ucap Tamara ketika Dira mencium tangannya.

“Baik, Ma,” jawab Dira lalu menghampiri Renata.

“Aku harap kita bisa berteman baik, Mbak. Sudah simpan nomorku, kan?”

“Sudah, Mbak,” jawab Dira canggung. Dia bingung harus bagaimana memanggil Renata. Kemarin Renata sempat cerita kalau dia empat tahun di atas Dira.

Renata tersenyum. “Jangan panggil Mbak. Panggil Rena aja. Bisa kualat aku nanti.”

Belum sempat Dira menjawab, terdengar suara Aran menginterupsi mereka. “Ayo Dhie, jangan lama-lama.”

“Rara pulang, Ma, Ren,” pamit Dira lagi lalu menyusul langkah suaminya.

Sepanjang perjalanan, tidak satu pun yang berinisiatif membuka obrolan. Sepertinya mereka sama-sama masih marah. Hanya sesekali Aran melirik istrinya yang tampak menikmati pemandangan kota Jakarta melalui jendela samping.

Honda HRV putih itu memasuki kawasan  perumahan menengah ke atas di pinggir Jakarta Selatan. Aran sengaja mencari rumah di sini agar dia lebih dekat menuju tempat kerjanya.

Sesampainya di dalam perumahan, Aran mengarahkan mobilnya memasuki blok yang menyuguhkan pemandangan deretan rumah tipe minimalis yang tidak terlalu besar. Rumah-rumah di situ hanya terdiri dari satu lantai dengan satu garasi dan taman  di depan rumah.

Aran membuka pagar lalu kembali masuk ke mobil untuk memarkir  kendaraannya di garasi. Dari sudut matanya dia melihat Dira memperhatikan sekeliling rumah mereka.

DIRANNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ