BAB 3: Salah Masuk?

225K 10.1K 195
                                    

Cessa duduk dan mulai mengerjakan pekerjaan yang sudah anteng di meja, persetan dengan tatapan karyawan di lantai 21 yang memperhatikan sedari tadi.

"Akan ada rapat setelah jam makan siang, harap kalian semua ke ruang rapat, akan ada pembicaraan mengenai projek yang diusung bulan lalu," semua menganguk, dan orang yang memakai pakaian serba hitam itu keluar.

"Projek apa, An?"

"Kita akan buat hotel baru di Bali," sahut Anne singkat, "Asal tau aja, aku malas jika harus menjadi bendahara, terlalu berat menyimpan uang bermilyaran," kekehnya, Cessa hanya mengangguk.

Cessa kembali memfokuskan diri pada layar monitor dan mulai kembali mengerjakan berkas sampah yang memuakan ini. Huh.

Suara antara ketikan jari yang diadu dengan keyboard dan suara perut sangat terasa bagi Cessa, satu jam lagi, satu jam lagi makan siang! Cessa lagi-lagi kembali kesal dengan satu pasangan di ruangan ini, mereka nggak malu sama sekali, bercumbu saat orang kantor yang mengawas tidak ada. Di mana letak kemanusiaan mereka? Cessa kan... jomblo.

"Ehem... jika kalian ingin bersetubuh, sewa saja kamar kecil, bukannya asal masuk saja? Sudahi atau pergi kalian!!!" Bentak Anne, wajahnya sangar sekali, tatapannya tajam pada Roy dan Merly.

"Kau iri, huh?" Merly bersuara, "Apa? Aku... iri, pada kalian yang mesum di kantor? Lalu kenapa tidak kau langsung saja bersetubuh dengan Roy dan kami tonton," sahut Anne sengit.

Anne itu dikenal pekerja yang profesional, dia sudah empat tahun mengabdikan dirinya di kantor ini, sedikit tentangnya. Wajah Roy memerah, "Sudah lah, Mer, cukup, biar aku kembali bekerja saja," Roy bangkit, "Kau belum menyelesaikannya," suara manja Merly terdengar, buat telinga gatal saja.

"Akan aku selesaikan jika sudah jam makan siang, kita di mobil saja," shit! Cessa menyesal telah menajamkan pendengarannya, ini terlalu menjijikan, mereka berdua akan... di mobil?

Cessa berkali-kali memegang perutnya yang sangat perih, "Yesss! Akhirnya jam makan datang," suara Omi membuat Cessa mendongak dan segera merapihkan berkas dan sedikit berlari ke restoran terdekat.

"Aku ingin makan nasi dengan ayam rendang, oh ya beri aku dengan porsi besar dan minumnya es teh manis saja," ucap Cessa, padahal pelayan belum tanya, freak!

"Kita akan bicarakan ini nanti, kan? Apa kamu tidak lihat saya sedang lapar?" Suara berat seseorang membuat Cessa menoleh, Edward dengan asistennya, Tommy.

Pandangan Edward menatap Cessa tajam, dan berlalu mencari meja kosong. Sial! Ini sial, jam makan siang baru tiga puluh menit berlalu, tapi kenapa semua meja penuh? "Apa sebaiknya kita mencari restoran lain, Sir?" Edward menngeleng, " Saya tahu duduk dimana?"

Edward menghampiri meja bundar yang ditempati Cessa, "Lebih enak jika makan ada temannya," ucapnya santai.

***

Cessa kembali ke kantor dengan wajah cemberut, rendang ayam yang enak terasa pahit dengan suguhan wajah datar Edward. Cessa ingin tahu, apa Edward tidak bisa senyum sedikit saja, untuknya? Haha lucu sekali, memang Cessa itu siapa?

Malas kembali ke lantai 21, Cessa memutuskan untuk ke lantai 2, tempat rapat mereka. Dengan kesal, Cessa duduk di kursi luar ruangan, "Sshhh,"

Oh shit! Suara apa itu? Kenapa sangat menyakitkan telinga, dan suara kembali bermunculan, lebih panas dari yang sebelumnya, oke! Rasa penasaran Cessa memuncak, jangan salahkan, suara itu sangat mengganggu.

Perlahan, Cessa membuka pintu tersebut dan segera kembali ia tutup, tapi menutupnya membunyikan suara dentuman yang kencang.

Di dalam, Edward sedang mencumbu wanita yang duduk di atas meja dengan baju yang terbuka setengah. Ah, nggak perlu di deskripsikan. Nggak penting!

Dengan terburu-buru, Cessa hampir saja terjatuh karena hak sepatu heelsnya patah, hampir jatuh karena Edward membantunya menyeimbangkan tubuhnya.

"Apa Anda tidak bisa berjalan dengan baik?" Cessa hanya menunduk, "Saya sedang berbicara dengan Anda, Nona Frecessa Laurentine," Cessa menggigit bibirnya lembut.

"Sa---saya kira itu ruangan untuk rapat dan ternyata salah itu---" Edward membekap mulut Cessa dan ia seret ke lorong toilet, sepi.

"Kau salah untuk ini, rapat diadakan saat jam dua siang," Edward melirik jamnya, "Dan ini baru setengah dua! Kau tahu? Kau menggangguk aktifitasku!"

"Ma---maaf, saya tidak tahu, Sir," Edward mengacak rambutnya, Seharusnya Cessa tidak melihat apa yang seharusnya tidak ia lihat!

"Ma---hmmph.." Edward langsung membungkam bibir mungil Cessa dengan bibirnya, Cessa menjinjit, ciuman ini terlalu memaksa dan... ia menikmatinya.

Kesadaran Cessa kembali, sekuat tenaga Cessa mendorong Edward yang akan mencium lehernya, "OMES!!!" Cessa memukuli dada Edward dan setelahnya ia pergi.

5 menit yang sangat panas! Edward tersenyum senang dan ia merapihkan rambutnya yang kena kekejaman Cessa, si bibir mungil tapi seksinya sangat mengalihkan gairah Edward.

Edward senang, akibat dari salah masuknya Cessa, ia jadi mendapat bibir itu. Ya walaupun itu mengacaukan aktifitasnya bersama wanita jalang tadi. Tak apa, toh Cessa lebih membangkitkan dirinya.

"Jadi... apa kita bisa bersama untuk jangka waktu yang lama selain di kantor?" Gumam Edward, ia melihat ke kaca. Lipstik merah cerah Cessa ada di sekitaran bibirnya, melihat ini saja, Edward benar ingin memakan Cessa. Nanti, jika sudah resmi. Eh? Edward menggeleng.

***

"Maaf saya terlambat," Edward mengancingkan jas hitamnya dan duduk di kursi kebesarannya, pandangannya jatuh pada Cessa yang menunduk saja.

"Apa saya membayar kalian hanya untuk menunduk? Hey, kau!" Cessa mendongak dan menoleh ke Edward, "Apa kau gundah akan sebuah hal yang panas? Tenang, aku akan memberikan yang lebih panas dari yang tadi," semua orang--kecuali Cessa--tidak mengerti arah pembicaraan Edward.

Mata kucing Cessa melebar, bagaimana bisa Bossnya sangat omes seperti itu? Dulu saat dalam kandungan, ibunya ngidam apa? Sampai punya anak macam Edward, The Master of Omes!

Edward menunjukan bibirnya, dan ia bergumam, "I want to kiss you again," dan hanya Cessa yang lihat, karena semua sudah siap dengan presentasinya.

"OMES!!!" Teriak Cessa tanpa sadar, Edward tertawa sangat kencang, dan saat itu kesadaran Cessa kembali, lalu ia izin untuk ke toilet, sekedar membasuh wajah.

"Apa kau menginginkan lagi?" Suara berat Edward kembali terdengar, ia sudah bersandar pada bilik toilet, ini toilet wanita, apa Edward katarak? Tidak melihat plang Ladies.

Cessa mundur ketika Edward memajukan langkahnya, hingga Cessa tersudut wastafel, dengan sekali gerakan, Cessa sudah duduk di atas wastafel. Dan... Edward kembali mencumbu paksa.

Beneran OMES!!!

***

Big Boss and ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang