✼ 2 ✼

2.8K 332 30
                                    

Revan mendudukkan tubuhnya ke atas sofa sambil menyesap wine yang baru saja ia tuang. Tak terhitung beberapa kali pemuda itu melirik ke arah jam di dinding.

"Niat kerja gak sih cewek itu? Udah jam segini belum dateng juga," umpat Revan sembari mengetik sesuatu pada ponselnya.

Baru saja ia akan meng-klik tombol send, orang yang akan dikiriminya pesan malah meneleponnya. Panjang umur nih.

"Heh, temen lo jadi dateng gak sih. Jangan buang-buang waktu gue lah kalo emang gak niat kerja," omel Revan pada sang penelepon.

"Eh setan, temen gue udah nunggu di resto sejak 2 jam yang lalu, lo tuh niat gak sih ngasih kerjaan ke dia. Jangan buang-buang waktu dia deh, semenit aja juga berharga buat dia." Balas Kinan tak kalah sewot. Ya, penelepon tersebut adalah Kinan.

Sedari tadi Hanna memberondonginya pesan yang menanyakan kapan Revan akan tiba. Karena merasa jengah, akhirnya Kinan memutuskan untuk menelepon orangnya langsung.

"Wait... Resto? Ngapain dia ke restoran, gue kan gak nyuruh dia dateng ke sana." Revan mengernyitkan kedua alisnya, terheran dengan ucapan Kinan.

"Lo sendiri yang ngomong 'besok suruh dateng aja ke tempat gue' ya gue sampein dong ke orangnya."

"Aduh, Kinan, tololnya gak sembuh-sembuh. Maksud gue tuh dateng ke apartemen gue bukannya resto. Gue kan udah bilang, resto gue udah gak nerima pegawai lagi." Revan memijat pelipisnya.

"Eh gila ya lo, ngapain temen gue suruh dateng ke apartemen lo. Lo jangan macem-macem ya, temen gue tuh masih polos, lo mau apain dia hah?? Jangan bilang lo ma- "

TUTTTT....

Revan memutuskan panggilan secara sepihak sebelum cewek itu sempat menuntaskan ucapannya. Ia sudah jengah mendengar suara cempreng milik Kinan. Revan kembali menelepon seseorang yang dirasa lebih penting dibanding cewek itu.

"Halo, Arkan, apa di sana ada pelamar yang datang ke resto?" Tanya Revan ketika sambungan sudah terhubung.

"Halo, Pak. Sudah sejak jam 8 pagi, dia bilang ingin menemui Pak Revan, jadi saya suruh tunggu di ruangan saya saja."

"Kenapa kamu gak telepon saya? Antar dia ke apartemen saya sekarang." Revan kembali memutuskan telepon secara sepihak dan menunggu gadis itu tiba di apartemennya.






Hanna dengan ragu menatap pintu berwarna abu-abu yang tingginya kurang lebih sekitar 2 meter.

Beberapa waktu lalu, Pria yang Hanna ketahui bernama Arkan yang juga seorang manager restoran, memberi tahunya bahwa ia akan mengantarkan Hanna ke apartemen milik Pak Revan atas perintah lelaki itu. Hanna juga baru mengetahui bahwa Revan ternyata owner restoran tersebut.

Hanna sendiri tadinya akan menolak untuk diantarkan ke apartemen orang yang sebelumnya tidak Ia kenal. Namun Pak Arkan meyakinkan Hanna bahwa tidak akan terjadi apa-apa karena Revan bukan tipikal orang seperti itu. Padahal tidak ada yang tahu kan...

Hanna memencet bel dengan gugup. Kedua kakinya sedari tadi tidak bisa diam karena gelisah.

Tak lama pintu terbuka dan memperlihatkan seorang lelaki bertubuh tinggi tegap yang hanya nengenakan jubah mandi. Ya, benar Hanna tak salah lihat. Lelaki itu hanya mengenakan bathrobe dengan rambut yang sedikit basah.

 Lelaki itu hanya mengenakan bathrobe dengan rambut yang sedikit basah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Buttercup Where stories live. Discover now